Senin, 12 Maret 2012

Separation Anxiety Disorder

Download

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kita sering melihat anak-anak yang tidak mau ditinggal oleh ibunya ketika diantar ke sekolah, mereka menempel pada ibunya dan menolak setiap upaya untuk menempatkan mereka ke sekolah. Pemandangan itu telah begitu umum, bahwa banyak orang menganggap hal itu menjadi bagian integral dari pertumbuhan anak. Tidak ada yang suka pergi ke sekolah dan perilaku ini bisa dimengerti. Tapi ada beberapa anak-anak yang tidak tahan untuk melihat orang tua mereka keluar dari pandangan. Adegan ini tidak hanya di depan sekolah, tetapi juga ketika orang tua pergi untuk bekerja atau contoh-contoh seperti ketika anak itu ditinggalkan. Sementara kebanyakan orang tua mengabaikan insiden tersebut sebagai bagian alami dari pertumbuhan anak. Namun kasus ini penting untuk dinilai dan mempertimbangkannya.
Meskipun kebanyakan anak-anak segera cenderung lupa bahwa orang tua mereka tidak dekat mereka dan bergabung dengan lingkungan sekitar mereka, ada beberapa yang menderita gangguan kecemasan pemisahan. Anak-anak seperti ini akan terus merenung dan menampilkan rasa ketakutan untuk diri mereka sendiri dan orang yang mereka cintai. Jika kita memberikan nasihat yang tapat kepada anak, anak dapat mengatasi rasa takut ini. Namun, jika kita mengabaikannya, maka kondisi ini dapat memiliki efek pada perkembangan anak dan pandangan masa depan. Untuk itu kita harus mempelajari tentang Separation Anxiety Disorder.

1.2  Rumusan Masalah
a.       Defenisi Separation Anxiety Disorder
b.      Faktor Predisposisi Dan Presipitasi Separation Anxiety Disorder
c.       Psikodinamika Separation Anxiety Disorder
d.      Patopsikologi Separation Anxiety Disorder
e.      Tanda Dan Gejala Separation Anxiety Disorder
f.        Intervensi Keperawatan pada Separation Anxiety Disorder

1.3  Tujuan
a.      Mengetahui konsep dasar Separation Anxiety Disorder
b.      Mampu membuat dan melakukan asuhan keperawatan pada kasus Separation Anxiety Disorder























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Separation Anxiety Disorder
Gangguan kecemasan pada masa kanak-kanak meliputi gangguan rasa cemas akan perpisahan (separation anxiety disorder), gangguan untuk menghindar (avoidant disorder), dan gangguan kecemasan yang berlebihan (overanxious disorder).

Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah bentuk kecemasan berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-orang yang dekat dengannya (major attachment figure), misalnya ibu, atau ketika jauh dari rumah.Diperkirakan bahwa beberapa jenis gangguan kecemasan masa kanak-kanak mempengaruhi hingga 10% dari anak usia sekolah. Keengganan atau penolakan untuk pergi ke sekolah termasuk ke dalam gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) karena pada gangguan school refusal ini gejala yang muncul adalah rasa khawatir, cemas dan takut  yang berlebihan yang dialami anak ketika harus pergi ke sekolah, karena ketika ia pergi ke sekolah berarti berpisah dari ibu atau jauh dari rumah.
Beberapa tahap kecemasan berpisah adalah normal dan dialami hampir setiap anak-anak, khususnya pada anak yang sangat kecil. Sebaliknya, gangguan kecemasan berpisah adalah kegelisahan berlebihan yang melebihi apa yang diharapkan untuk tingkat perkembangan anak. Kecemasan berpisah dipertimbangkan sebagai gangguan jika berlangsung setidaknya sebulan dan menyebabkan gangguan yang sangat berarti atau merusak fungsi. Durasi pada gangguan tersebut menggambarkan keparahannya.
Gangguan kecemasan akan perpisahan (separation anxiety disorder) didiagnosis jika kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Jadi, anak usia 3 tahun seharusnya dapat mengikuti kegiatan prasekolah tanpa merasa mual dan muntah karena cemas. Anak usia 6 tahun seharusnya dapat mengikuti sekolah dasar tanpa rasa ketakutan yang terus- menerus bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya atau orang tuanya.
Tegangan ini dapat muncul dalam bentuk kekhawatiran terhadap keamanan orang yang berpisah darinya, menolak pergi ke sekolah, gangguan tidur, dan keluhan-keluhan sakit fisik. Barlow & Beck (dalam Weems & Carrion, 2003) menjelaskan bahwa kecemasan pada anak umumnya terjadi karena peran proses belajar, pemikiran, dan aspek fisiologis dari gangguan kecemasan.
Meskipun tidak semua anak mengalami kecemasan pemisahan, itu adalah bagian normal dari tumbuh dewasa. Jika anak lebih dari lima tahun dan masih memiliki episode kecemasan pemisahan, mungkin perlu mengkonsultasikannya kepada seorang psikolog atau konselor.
Gangguan ini terjadi pada sekitar 4 % anak- anak dan remaja awal dan terjadi lebih sering, menurut studi berbasis komunitas, pada perempuan (APA, 2000). Gangguan ini dapat berlangsung sampai masa dewasa, menyebabkan perhatian yang berlebihan pada keselamatan anak- anak dan pasangan serta kesulitan menoleransi perpisahan apa pun dari mereka.

2.2  Faktor Predisposisi
a.      Beberapa tekanan hidup, seperti kematian seorang keluarga, teman, atau binatang peliharaan atau pindah wilayah atau pindah sekolah, bisa memicu gangguan tersebut. Genetika yang mudah kena kegelisahan juga umumnya memainkan sebuah peranan kunci.
b.      Gangguan ini bsa terjadi karena mungkin anak terlalu medapatkan perhatian lebih dari anda, sehingga ia terlanjur merasa nyaman dalam “pelukan” dan perhatian anda. Sehingga saat anak harus menunjukkan eksistensi dirinya di lingkungan, ia menjadi merasa tidak nyaman. Apalagi harus ditinggal oleh orang tua.
c.       Selain memang diri si anak yang mungkin cenderung tidak "eksploratif," peran pengasuhan orangtua memegang kontribusi yang luar biasa besar. Biasanya, anak dengan gangguan kecemasan berpisah dibesarkan oleh orangtua dengan gangguan kecemasan yang sama. Orangtua yang terlalu melindungi anaknya, orangtua yang terlalu overprotektif, atau keluarga dengan budaya yang terlalu akrab biasanya rentan pada pengasuhan anak yang dapat menimbulkan gangguan kecemasan berpisah. pada anak-anak dengan karakteristik seperti ini:
1)      Anak tunggal
2)      Anak bungsu
3)      Anak laki-laki/perempuan satu-satunya di keluarga
4)      Anak pertama meninggal sehingga anak kedua jadi harapan keluarga
5)      Anak yang lahir dengan susah payah (mis. Bayi Tabung)
menyebabkan orangtua berpotensi menjadi "over"

2.3 Faktor Presipitasi
a.      Jika Anda baru saja pindah ke lingkungan baru atau kota atau jika Anda baru saja mengalami perceraian, kecemasan pemisahan dapat dipicu pada anak bahkan jika ia tidak pernah mengalaminya sebelumnya.
b.      Anak dengan gangguan ini mengalami gangguan hebat ketika dipisahkan dari rumah atau dari orang yang mereka sayangi

2.4 Psikodinamika
Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa kecemasan merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri. Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari menghabiskan energi untuk melakukan represi. Dengan demikian ego dapat memberi perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern lebih menjajaki sumber kecemasan yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada hubungan masa lampau. Selain itu mereka mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.

2.5 Patopsikologi
Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan individu yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan meninggal, atau tidak kembali karena satu alasan lain) atau apa yang terjadi dengan anak itu bila terjadi perpisahan (ia akan hilang, diculik, disakiti, atau dibunuh). Karena alasan tersebut, anak itu enggan dipisahkan dari orang lain, dan mungkin karena itulah ia tidak mau tidur sendirian tanpa ditemani atau didampingi oleh tokoh kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan rumah tanpa disertai orang lain. Dalam beberapa kasus, anak mungkin mengeluh terhadap simtom-simtom fisik (misalnya, rasa mual, sakit kepala, sakit perut, muntah-muntah, dsb) atau tidak mau pergi kesekolah semata-mata karena takut akan terjadinya perpisahan bukan karena alasan lain, seperti kekhawatiran akan peristiwa-peristiwa di sekolah. Selain masalah itu, gangguan rasa cemas akan perpisahan dapat menganggu dan memperlambat perkembangan social anak karena ia tidak mengembangkan independentsi atau belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya. Selanjutnya bila anak dipisahkan (ditinggalkan), ia tidak dapat berfungsi dengan baik karena ia tercekam oleh rasa takut terhadap apa yang terjadi dengan dirinya atau terhadap orang-orang yang berpisah dengannya. Meskipun ia berada bersama dengan orang-orang yang penting bagi dirinya, tetapi fungsi anak itu bisa terganggu karena adanya kecemasan antisipatori terhadap kemungkinan terjadinya perpisahan. Karena merasa sedih yang berlebihan, maka anak itu akan menangis, mengadat, merana, apatis, atau mengundurkan diri secara social pada saat sebelum atau sesudah berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang penting atau akrab dengannya.

2.6 Manifestasi Klinis
a.      Anak dengan gangguan ini mengalami gangguan hebat ketika dipisahkan dari rumah atau dari orang yang mereka sayangi. Mereka seringkali perlu tahu dimana orang–orang dan terlalu sibuk dengan rasa takut bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi baik terhadap mereka atau terhadap orang yang mereka kasihi. Bepergian sendiri membuat mereka tidak nyaman, dan mereka bisa menolak untuk datang ke sekolah atau kemah atau untuk mengunjungi rumah teman. Beberapa anak tidak bisa tinggal sendirian di dalam sebuah ruangan, melekat pada orang tua atau membuntuti orangtua di sekitar rumah.
b.      Kesulitan pada waktu tidur adalah sering terjadi. Anak dengan gangguan kecemasan berpisah bisa mendesak seseorang tetap tinggal di ruangan sampai mereka tertidur. Mimpi buruk bisa memperlihatkan ketakutan anak tersebut, seperti kerusakan pada keluarga melalui kebakaran atau bencana alam.
c.       Gangguan kecemasan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau ekstrim kecemasan. Hal ini dapat memanifestasikan dirinya secara fisik dengan berkeringat, mempercepat denyut jantung atau palpitasi, hiper-ventilasi, dan sejumlah gejala lain.
d.      Bisa berakibat pula pada prestasi belajarnya atau interaksi dengan lingkungan sekitarnya
e.      Anak yang susah berpisah dengan pengasuh, anak takut atau enggan ke sekolah, atau anak yang tidak mau keluar rumah.
f.        Anak- anak dengan gangguan ini cenderung terikat pada orang tua dan mengikuti ke mana pun mereka berada di lingkungan rumahnya. Anak- anak itu dapat mengemukakan kecemasan tentang kematian dan memaksa seseorang untuk menemani mereka saat mereka tidur. Ciri lain dari gangguan ini mencakup mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika mengantisipasi perpisahan (seperti pada hari- hari sekolah, memohon agar orang tua tidak pergi bekerja, atau temper trantum bila orang tua kan pergi. Anak- anak ini dapat menolak pergi ke sekolah karena takut bahwa sesuatu akan terjadi pada orang tua ketika mereka pergi.

2.7  Intervensi
Karena seorang anak yang memiliki gangguan ini seringkali menghindari sekolah, sebuah tujuan segera pada pengobatan memungkinkan anak tersebut untuk kembali ke sekolah. Dokter, orangtua, dan anggota sekolah harus bekerja sebagai tim untuk memastikan anak tersebut segera kembali ke sekolah. Psikoterapi pribadi dan keluarga dan obat-obatan yang mengurangi kegelisahan bisa memainkan sebuah peranan penting.
Ketika permasalahan seperti ini terjadi pada anak Anda, maka jangan paksakan anak untuk segera beradaptasi dengan lingkungan barunya karena dapat menambah pengalaman negatif anak yang berdampak pada munculnya seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu mengetahui penyebab utamanya, Anda juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum permasalahan berikutnya muncul. Axline (1947) mengatakan bahwa bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang Anda lakukan bersama anak ini dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi bermain (Schaefer, 2003).
Dengan terapi bermain, anak memiliki kesempatan untuk ‘memainkan’ perasaan dan permasalahannya, anak merasa menjadi orang yang paling penting, mengatur situasi dan dirinya, tidak ada kritikan dan aturan, dan dapat diterima secara penuh (Axline, 1947). Situasi seperti ini sangat kondusif untuk anak yang sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya terpenuhi.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tahap terapi bermain dengan pendekatan ini antara lain:
a.      Membangun rasa aman.
Ketika anak mengalami kecemasan karena harus berelasi dengan dunia baru, hal yang dibutuhkan anak adalah rasa aman, maka ciptakan rasa aman pada diri anak dengan menungguinya di sekolah untuk beberapa saat.


b.      Merubah pemikiran yang salah.
Anak yang mengalami kecemasan berpisah biasanya telah mengembangkan pemikiran yang salah tentang dunia barunya, misalnya dengan menganggap teman-teman barunya nakal, gurunya galak, pelajarannya sulit, atau hal-hal negatif lainnya. Pemikiran anak ini perlu segera diubah dengan cara memperlihatkan fakta yang sebaliknya.
c.       Ajak anak bermain bersama.
Permainan yang digunakan tergantung pada pilihan anak. Yakinkan bahwa anak menjadi aktor utama dalam permainan tersebut dan beri kesempatan untuk banyak bermain peran. Melalui peran sebagai aktor utama ini, anak telah mengekspresikan secara bebas apa yang sedang dialaminya. Manfaatkan ekspresi anak ini untuk menggali apa yang sebenarnya menjadi penyebab utama kecemasan anak.
Dari sini, Anda dapat mengubah pemikiran keliru anak secara tidak langsung melalui percakapan dengan aktor utama. Guna mendukung efektivitas terapi ini, lakukan terapi ini di lingkungan sekolah bersama teman-teman sekelas, agar perasaan positif terhadap sekolah dapat terbentuk.
Berikut adalah 15 cara yang dapat setiap orang tua lakukan dan jangan dilakukan untuk mengurangi rasa Separation Anxiety tersebut:
1)      Buat perpisahan kita singkat dan manis; dengan demikian kita menunjukan kepada anak bahwa kita percaya anak kita mampu mengatasi perpisahan sementara ini.
2)      Jangan tinggal terlalu lama; anak dapat merasakan perasaan anda dan akan lebih susah untuk menenangkan mereka
3)      Bawakan foto keluarga atau orang yang dicintainya; foto ini dapat dia liat kapan saja mereka merasa kangen selama mereka berada di sekolah atau tempat penitipan anak.
4)      Jangan meninggalkan anak dengan diam diam; Kita mau anak mempercayai kita tanpa ada rasa ragu.
5)      Ciptakan ritual perpisahan; seperti peluk 3 kali, cium 5 kali, Hi 5, Low 5, dst.
6)      Lakukan tawar menawar untuk anak berprilaku baik. Anak anak perlu diberi kebebasan untuk menggunakan perasaannya.
7)      Berikan pesan yang Jelas; anak anda harus tahu bahwa walau bagaimana dia menagis, menghentak-hentakan kakinya ke lantai, berteriak dsb, tetap dia harus masuk sekolah atau tinggal di tempat penitipan anak.
8)      Jangan membawa anak anda pulang; kalau anda bawa anak pulang, kita memberi dia pesan bahwa kalo dia menangis sekeras kerasnya, dia tidak perlu tinggal.
9)      Undang anak lain yang sekelas untuk datang kerumah; sehingga anak akan lebih mudah membina persahabatan dan mengatasi perubahan dengan lebih mudah.
10)  Jangan Sedih; dengan menujukan sikap yang ceria dan positif tentang sekolahan, tempat penitipan anak, Guru atau Pembina dan teman teman, anda membantu anak anda merasa aman dan menikmati waktunya di sekolah atau tempat penitipan anak.
11)  Minta pasangan anda atau keluarga yang lain untuk mengantar atau menjemput dengan bergilir.
12)  Jangan mendiskusikan masalah dengan Guru atau Pembina pada pagi hari; simpan percakapan dan pertanyaan anda pada saat menjemput.
13)  Libatkan Guru atau Pembina; anda memerlukan seseorang untuk menyambut anak anda dan mempermudah transisi ini.
14)  Jangan kaget jika masalah ini sudah terpecahkan dan akan terulang lagi setelah liburan atau hari pada saat anak anda sakit.
15)  Percaya bahwa anak anda akan berubah dengan positif dan semuanya untuk kebaikan anak anda.

BAB III
PENUTUP
Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah bentuk kecemasan berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-orang yang dekat dengannya (major attachment figure), misalnya ibu, atau ketika jauh dari rumah.Diperkirakan bahwa beberapa jenis gangguan kecemasan masa kanak-kanak mempengaruhi hingga 10% dari anak usia sekolah. Keengganan atau penolakan untuk pergi ke sekolah termasuk ke dalam gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) karena pada gangguan school refusal ini gejala yang muncul adalah rasa khawatir, cemas dan takut  yang berlebihan yang dialami anak ketika harus pergi ke sekolah, karena ketika ia pergi ke sekolah berarti berpisah dari ibu atau jauh dari rumah. Beberapa tahap kecemasan berpisah adalah normal dan dialami hampir setiap anak-anak, khususnya pada anak yang sangat kecil.
Ketika permasalahan seperti ini terjadi pada anak Anda, maka jangan paksakan anak untuk segera beradaptasi dengan lingkungan barunya karena dapat menambah pengalaman negatif anak yang berdampak pada munculnya seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu mengetahui penyebab utamanya, Anda juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum permasalahan berikutnya muncul. Axline (1947) mengatakan bahwa bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang Anda lakukan bersama anak ini dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi bermain (Schaefer, 2003). Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tahap terapi bermain dengan pendekatan ini antara lain: Membangun rasa aman, Merubah pemikiran yang salah,  Ajak anak bermain bersama.



DAFTAR PUSTAKA

Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Semiun, Yustinus, OFM. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius
Nelson. 2005. Ilmuj Kesehatan Anak. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!