BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Narkoba (singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya)
adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara
oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati
atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan
(adiksi) fisik dan psikologis.
Didunia kedokteran dikenal
adanya obat-obat tertentu yang dapat menghilangkan penyakit atau rasa sakit
ditubuh, ada pula obat tertentu yang dapat mempengaruhi sistem saraf yang
seringkali menimbulkan perasaan yang menyenangkan seperti perasaan nikmat yang
disebut dengan melayang, aktivitas luar biasa, rasa mengatuk yang berat
sehingga ingin tidur saja, atau bayangan yang memberi rasa nikmat (Halusinasi).
Obat-obat semacam itu disebut dengan Zat-Zat Psikoaktif yang
bermanfaat bagi ilmu kedokteran jiwa untuk mengobati penyakit mental dan saraf.
Akan tetapi bila disalahgunakan dapat menyebabkan terjadinya masalah serius pada
berbagai organ termasuk pada otak..
1.2 Tujuan
a. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan NAPZA
b. Untuk
mengetahui pengaruh NAPZA pada fungsi otak
c. Untuk
mengetahui manifestasi klinis yang timbul akibat gangguan pada fungsi otak
karena NAPZA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian dan Jenis NAPZA
Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat
mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan
perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.
Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
a. Narkotika
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Narkotika terdiri dari 3 golongan :
1.
Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
2.
Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Morfin, Petidin.
3.
Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Codein.
b. Psikotropika
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1.
Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Ekstasi.
2.
Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Amphetamine.
3.
Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Phenobarbital.
4.
Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM ).
c. Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat
yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
1.
Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang
berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari
kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan
bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat /
zat itu dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman beralkohol :
a.
Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).
b.
Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman
anggur )
c.
Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca,
Manson House, Johny Walker ).
2.
Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut
) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang
keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering
disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3.
Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin
sangat luas di masyarakat.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
1.
Golongan Depresan ( Downer ). Adalah jenis NAPZA yang
berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya
menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya:
Opioda ( Morfin, Heroin, Codein ), sedative ( penenang ), Hipnotik (obat tidur)
dan Tranquilizer (anti cemas ).
2.
Golongan
Stimulan ( Upper ). Adalah jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini menbuat pemakainnya menjadi aktif,
segar dan bersemangat. Contoh: Amphetamine (Shabu, Ekstasi), Kokain.
3.
Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat
menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan
seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh persaan dapat
terganggu. Contoh: Kanabis ( ganja ).
2.2 Pengaruh NAPZA Pada Fungsi Otak
Di dalam masyarakat NAPZA / NARKOBA yang sering
disalahgunakan adalah :
1. Opioda
Pemakaian kronis obat narkotik dapat
menyebabkan kelainan SSP berupa bertambahnya jumlah reseptor opiat yang menjadi
aktif diotak sesuai dengan jumlah opiat yang ada dalam darah. Dengan PET Scan
(Positron Emission Tonografi) dapat diketahui topografi struktur otak yang
mengandung reseptor opiat dan kaitannya dengan efek obat pada tubuh. Dengan PET
Scan dapat pula diketahui bahwa penggunaan opiat secara kronis dapat merangsang
penambahan jumlah reseptor opiat diotak.
Jumlah reeptor yang banyak ini
mengakibatkan timbulnya craving (Sugesti, rasa rindu pada narkotik). Pemakaian
opiat yang terus menerus akan menimbulkan kerusakan sistem keseimbangan alami
opiat endogen yang dihasilkan otak yang pada gilirannya menyebabkan kelainan
SSP berupa distres fisis dan aspek sekunder psikologis.
Sel noradrenergik lokus Sereleus
(LS) (Nucleus pigmentosus) yang berada didasar ventrikel IV adalah satu sistem
noradrenergik utama otak yang berperan dalam respons stress perilaku seseorang.
Hiperaktifitas sel LS merupkan faktor penting yang berperan dalam proses
ketergantungan, toleransi dan gejala putus obat pada manusia dan binatang
(Resmich &Romussen)
Pada struktur dan fungsi membran sel
LS banyak dijumpai reseptor spesifik dan klonidin. Bila opiat dan klonidin
berikatan dengan reseptornya dimembran sel khususnya komplex protein
GI(inhibisi) maka akan menghambat enzim siklase adenilat sehingga produksi cAMP
dan protein kinase berkurang, hal ini mengakibatkan saluran ion kalium terbuka
sekaligus menutup saluran ion natrium sehingga aktivitas seluler terhambat.
Bila opioid dipakai secara kronis
maka sel sel LS beradaptasi terhadap opiat dengan menaikkan jumlah CAMP dan
protein kinase intra sel sehingga sel menjadi aktif kembali dan menunjukkan
toleransi terhadap pemberian berikutnya.
Jadi opiat dikeluarkan dari reseptor
dengan cara menmberi antagonis (naloxon,naltreon) maka sel-sel LS menjadi
hiperaktif dan banyak melepaskan hormon stress nor adrenalin otak yang akan
memicu gejala putus obat (withdrawal) dikenal dengan istilah Cold Turkey oleh
karena spasmo dari otot otot polos rambut (merinding). Bagaimana proses
adaptasi selseol LS bisa terjadi pada penggunaan opiat kronis belum sepenuhnya
diketahui, diduga adanya neuropeptida kolesistokinin dan N metil D
Aspartat(NMDA) sebagai reseptor glutamat yang berperan sebagai sistem
neurotransmitter anti opiat yang menimbulkan toleransi opiat.
Pengaruh positif penggabungan
reseptor glutamat metbotropik group I dan fosfodilinisitol hidroksil(mungkin
juga reseptor sigma) cenderung menaikkan aktifitas protein kinase C (PKC)
bersama-sama fosforilisasi reseptor opiat Mu (OP3) (proses desensitisasi ) dan
peningkatan arus masuknya ion Ca melalui hubungan saluran ion dan resptor NMDA.
Kemungkinan lain adalah pengaruh negatif penggabungan reseptor glutamat
metabotropik grup II dan III dan produksi cAMP memberi kontribusi peningkatan
cAMP.
Berdasarkan analisis ligan radio
isotop seperti Naloxon H3,fentanil isotiosinat,diinditifikasi adanya reseptor
pada permukaan limposit. Dan makrofag/monosit manusia. Diketahui fungsi
makrofag antara lain mensekrei sitokin interleukin I(II-I) sebagai substansi
aktif pengatur fungsi tubuh penting melalui hormon pelepas kortikotropin maupun
sel LS dalam sirkuit saraf komplex yang nengatur suhu badan, makanan, pola
tidur dan perilaku seseorang.
Efek inhibisi opiat
dalam pelepasan neurotransmitter
Pelepasan noradrenalin
Opiat menghambat pelepasan
noradrenalin dengan mengaktivasi reseptor μ yang berlokasi didaerah
noradrenalin. Efek morfin tidak terbatas dikorteks, tetapi juga di hipokampus, amigdala,
serebelum, daerah peraquadiktal dan locus cereleus.
Pelepasan asetikolin
Inhibisi pelepasan asetikolin
terjadi didaerah striatum oleh reseptor deltha,
didaerah amigdala dan hipokampus oleh reseptor μ.
Pelepasan dopamin
Pelepasan dopamin diinhibisi oleh
aktifitas reseptor kappa
Tempat Kerja
Ada dua tempat kerja obat opiat
yang utama, yaitu susunan saraf pusat dan visceral. Di dalam susunan saraf
pusat opiat berefek di beberapa daerah termasuk korteks, hipokampus, thalamus,
hipothalamus, nigrostriatal, sistem mesolimbik, locus coreleus, daerah
periakuaduktal, medula oblongata dan medula spinalis. Di dalam sistem saraf
visceral, opiat bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus submukous yang
menyebabkan efek konstipasi.
Terdapat 3 golonagan besar :
a.
Opioda alamiah ( Opiat ) : Morfin, Opium, Codein.
Morfin dapat menghambat proliferasi
makrofag sehingga dapat dipahami kekurangan sitokin interleukin( II-I) akan
menimbulkan gangguan terhadap respons stress.
b.
Opioda semisintetik : Heroin / putauw, Hidromorfin.
Terdapat 3 jenis
reseptor yang spesifik, yaitu reseptor μ (mu), δ (delta) dan κ (kappa). Di
dalam otak terdapat tiga jenis endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti
opiat, yitu enkephalin yang berikatan dengan reseptor δ, β endorfin dengan
reseptor μ dandynorpin dengan resptor κ. Reseptor μ merupakan reseptor untuk
heroin. Ketiga jenis reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan
dengan adenilsiklase menyebabkan penurunan formasi siklik AMP sehingga
aktivitas pelepasan neurotransmitter terhambat.
c.
Opioda sintetik : Metadon.
Reaksi dari pemakaian ini sangat
cepat yang kemudian menimbulkan perasaan ingin menyendiri untuk menikmati efek
rasanya dan pada taraf kecanduan pemakai akan kehilangan percaya diri hingga
tak mempunyai keinginan untuk bersosialisasi. Pemakai akan membentuk dunianya
sendiri, mereka merasa bahwa lingkungannya menjadi musuh.
Efek analgetik
7,5-10 mg metadon sama kuat dengan efek 10mg morfin. Dalam dosis tunggal,
metadon tidak menimbulkan hypnosis sekuat morfin. Setelah pemberian metadon berulang kali timbul efek sedasi yang
jelas, mungkin karena adanya kumulasi. Dosis ekuianalgetik menimbulkan depresi
napas yang sama kuat seperti morfin dan dapat bertahan lebih dari 24r jam
setelah dosis tunggal. Seperti morfin, metadon berefek antitusif, menimbulkan
hiperglikemia, hiportemia dan penglepasan ADH.
2. Kokain
Kokain berupa kristal putih, rasanya
sedikit pahit dan lebih mudah larut. Nama jalanan : koka, coke, happy dust,
chalie, srepet, snow / salju.
Cara pemakainnya : membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau alas yang permukaannya datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot seperti sedotan atau dengan cara dibakar bersama dengan tembakau. Penggunaan dengan cara dihirup akan beresiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.
Efek pemakain kokain : pemakai akan merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.
Cara pemakainnya : membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau alas yang permukaannya datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot seperti sedotan atau dengan cara dibakar bersama dengan tembakau. Penggunaan dengan cara dihirup akan beresiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.
Efek pemakain kokain : pemakai akan merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.
Efek Pada
Otak: Mengubah Neuron Mengirimkan Sinyal-Sinyal ke Otak
Penggunaan kokain dalam jumlah sedikit pun dapat mengaktifkan area otak
yang terkait dengan kecanduan hingga lebih dari lima hari. Ini jauh lebih lama
ketimbang yang diduga selama ini. Otak seolah-olah otomatis tetap
"ingat" dengan zat tersebut. Bahkan, aktivitas neuronya pun makin
kuat.
Obat ini dapat mengubah neuron (hubungan-hubungan listrik saraf) yang
mengirimkan sinyal-sinyal dalam bagian otak tersebut. Akibatnya, pengguna
kokain akan makin menginginkan zat tersebut. Kenikmatan akibat zat ini mungkin
hanya dirasakan selama dua jam, tapi keinginan untuk menggunakannya kembali
dapat bertahan hingga satu minggu. Sejak pertama kali kokain masuk ke dalam
tubuh, kilatan-kilatan neuron tersebut juga bahkan makin kuat, suatu proses
yang biasanya disebut potensiasi. Potensiasi inilah yang berlangsung hingga
satu minggu.
Kokain menghasilkan perubahan
aktivitas otak dengan mekanisme yang sama dengan proses belajar dan me ngingat
sesuatu. Bahkan, kokain memperkuat hubungan antar-sel tersebut. Menurut
penelitian, temuan ini dapat menjelaskan mengapa orang ketagihan setelah
mencobanya untuk pertama kali. Sudah lama ilmuwan menyebut-nyebut pengaruh
kokain terhadap bagian otak yang disebut ventral tegmental, khususnya setelah
zat ini berulang kali digunakan. Ventral tegmental sendiri adalah area otak
yang mengatur kecanduan.
3. Kanabis
Nama jalanan : cimeng, ganja, gelek, hasish,
marijuana, grass, bhang.
Berasal dari tanaman kanabis sativa atau kanabis indica.
Berasal dari tanaman kanabis sativa atau kanabis indica.
Cara penggunaan : dihisap dengan cara dipadatkan
menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok.
Penelitian yang dilakukan Steven
Laviolette di University of Western Ontario, Kanada menunjukkan bahwa aktivitas
di otak amigdala basolateral terlibat dalam pengaruh ganja terhadap paranoia. Hal
tersebut berarti ganja sebenarnya meningkatkan rasa takut yang menyebabkan otak
melompat pada pengalaman tertentu yang berhubungan dengan rasa takut. Mekanisme kerja ganja tersebut dengan
menonaktifkan aktivitas di wilayah yang disebut korteks prefrontal sebelum
mengeksposnya terhadap kejutan. Korteks prefrontal merupakan tingkat otak yang
lebih tinggi dan merupakan daerah yang terlibat dalam fungsi eksekutif seperti
perencanaan, pengambilan keputusan, tanggapan, mengendalikan, dan impuls.
Peneliti dari Universitas
Melbourne, Australia, menemukan bahwa hipokampus dan amygdala (salah satu
bagian di otak), berukuran lebih kecil pada pengguna ganja berat dibandingkan
dengan mereka yang tidak mengkonsumsi ganja. Reduksi volume rata-rata berkisar
12% di hipokampus dan 7,1% di amygdala. Penggunaan ganja juga berkaitan dengan
gejala dari gangguan psikotik. Namun mekanisme belum jelas karena ini adalah
penelitian pertama mengenai efek dari ganja dalam jumlah dan jangka waktu yang
lama yang dapat mengakibatkan reduksi dari volume hipokampus. Di dalam
penelitian itu, disetujui bahwa penggunaan ganja yang meningkat juga dapat
meningkatkan gejala psikotik.
4. Amphetamine
Nama jalanan : seed, meth, crystal, whiz. Bentuknya
ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan dan juga tablet. Cara
penggunaan : dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet diminum
dengan air.
Ada 2 jenis Amphetamine :
a.
MDMA ( methylene dioxy methamphetamine )
Nama jalanan : Inex, xtc. Dikemas dalam bentuk tablet
dan capsul.
b.
Metamphetamine ice
Nama jalanan : SHABU, SS, ice. Cara pengunaan dibakar
dengan mengunakan alumunium foil dan asapnya dihisap atau dibakar dengan
menggunakan botol kaca yang dirancang khusus ( boong ).
Pengaruh
terhadap otak:
Ketika seseorang menggunakan
“upper”, zat tersebut akan merangsang sistem saraf pusat penggunanya. Zat
bekerja pada sistem neurotransmiter norepinefrin dan dopamin otak.
Menggunakan amfetamin dapat menyebabkan otak untuk menghasilkan tingkat dopamin
yang lebih tinggi. Jumlah dopamin yang berlebih di dalam otak akan menghasilkan
perasaan euforia dan kesenangan yang biasa dikenal sebagai “high.”
Seiring berjalannya waktu, orang
yang menggunakan shabu akan mengembangkan toleransi terhadap zat amfetamin yang
terkandung di dalam Shabu. Toleransi artinya seseorang akan membutuhkan dosis
yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama. Jika sejumlah dosis yang
dibutuhkan tidak terpenuhi maka pengguna zat amfetamin akan muncul perasaan
craving/withdrawal atau dikenal dengan perasaan sakaw.
5. Sedatif – Hipnotik
Termasuk golongan zat sedative ( obat penenang ) dan
hipnotika ( obat tidur ).
Nama jalanan : Benzodiazepin : BK, Dum, Lexo, MG,
Rohyp.
Cara pemakaian : dengan diminum, disuntikan, atau
dimasukan lewat anus.
Digunakan di bidang medis untuk pengobatan pada pasien yang mengalami kecemasan, kejang, stress, serta sebagai obat tidur.
Digunakan di bidang medis untuk pengobatan pada pasien yang mengalami kecemasan, kejang, stress, serta sebagai obat tidur.
a.
Benzodiazepin
Efek farmakologi
benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai
neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor
GABA melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter
penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post
sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat
dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde,
potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit
alpha-1 yang merupakan 60% dari resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks
serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik timbul dari aktifasi GABA sub
unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala).
b.
Barbiturat
Susunan Saraf Pusat efek utama barbiturat
ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari
sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antianseitas barbiturat
berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat
dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya
menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek
anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa
oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan
oleh berbiturat yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.
c.
Nonbarbiturat-Nonbenzodiazepin
6. Solvent / Inhalasi
Adalah uap gas yang digunakan dengan cara dihirup.
Contohnya : Aerosol, Lem, Isi korek api gas, Tiner, Cairan untuk dry cleaning, Uap
bensin.
Biasanya digunakan dengan cara coba – coba oleh anak di bawah umur, pada golongan yang kurang mampu.
Biasanya digunakan dengan cara coba – coba oleh anak di bawah umur, pada golongan yang kurang mampu.
Jenis ini adalah berbagai zat kimia yang dapat larut dalam lemak dan dengan
cepat dapat memengaruhi kerja otak (menembus hambatan darah otak). Efeknya pada
otak digolongkan kepada golongan depresan. Misalnya, tiner, pembersih kuku,
berbagai jenis lem, aerosol, bensin.
Cara kerja di otak dengan memengaruhi berbagai neurotransmitter di selsel
saraf otak. Gejala yang terjadi (high) cepat sekali, yaitu hanya dalam
hitungan menit hingga seperempat jam. Jenis ini sangat potensial menimbulkan
berbagai gejala kerusakan otak (organic brain syndrome).
7. Alkohol
Merupakan zat psikoaktif yang sering
digunakan manusia
Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi – umbian yang mengahasilkan kadar alkohol tidak lebih dari 15 %, setelah itu dilakukan proses penyulingan sehingga dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi, bahkan 100 %. Nama jalanan : booze, drink.
Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi – umbian yang mengahasilkan kadar alkohol tidak lebih dari 15 %, setelah itu dilakukan proses penyulingan sehingga dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi, bahkan 100 %. Nama jalanan : booze, drink.
Efek yang ditimbulkan pada otak:
Penggunaan alkohol (minuman
beralkohol) akan memengaruhi berbagai area di otak termasuk sistem neurotransmitter.
Dopamin akan meningkat sehingga akan timbul efek euforia, tetapi pada dosis
tertentu juga akan merangsang reseptor GABA, sehingga menurunkan kesadaran.
Efek minuman alkohol dapat ditentukan dari jumlah kadar alkohol yang terdapat
dalam darah (blood alcohol level/BAC). Sebagai gambaran, satu gelas
anggur biasanya akan meningkatkan kadar BAC sebanyak 15-20 mg/100 ml darah
(lihat tabel Kadar Alkohol dalam Darah).
2.3 Manifestasi Klinis Yang Timbul Akibat Gangguan Fungsi
Otak Oleh NAPZA
Pengaruhnya pada Otak dan susunan saraf pusat secara
umum
a.
gangguan daya ingat
b.
gangguan perhatian / konsentrasi
c.
gangguan bertindak rasional
d.
gangguan perserpsi sehingga menimbulkan halusinasi
e.
gangguan motivasi, sehingga malas sekolah atau bekerja
f.
gangguan pengendalian diri, sehingga sulit membedakan
baik / buruk.
1. Opioda
a.
Opioda alamiah ( Opiat ) : Morfin, Opium, Codein.
b.
Opioda semisintetik : Heroin / putauw, Hidromorfin.
Efek
ke sistem Susunan saraf pusat
1.
Analgesia
Khasiat
analgetik didasarkan atas 3 faktor:
a.
meningkatkan
ambang rangsang nyeri
b.
mempengaruhi
emosi, dalam arti bahwa morfin dapat mengubah reaksi yang timbul menyertai rasa
nyeri pada waktu penderita merasakan rasa nyeri. Setelah pemberian obat
penderita masih tetap merasakan (menyadari) adanya nyeri, tetapi reaksi
khawatir takut tidaklagi timbul. Efek obat ini relatif lebih besar mempengaruhi
komponen efektif (emosional) dibandingkan sensorik
c.
Memudahkan
timbulnya tidur
2.
Eforia
Pemberian morfin pada penderita yang
mengalami nyeri, akan menimbulkan perasaan eforia dimana penderita akan
mengalami perasaan nyaman terbebas dari rasa cemas. Sebaliknya pada dosis yang sama
besar bila diberikan kepada orang normal yang tidak mengalami nyeri, sering menimbulkan
disforia berupa perasaan kuatir disertai mual, muntah, apati, aktivitas fisik
berkurang dan ekstrimitas terasa berat.
3.
Sedasi
Pemberian morfin dapat menimbulkan efek
mengantuk dan lethargi. Kombinasi morfin dengan obat yang berefek depresi
sentral seperti hipnotik sedatif akan menyebabkan tidur yang sangat dalam.
4.
Pernafasan
Pemberian morfin dapat menimbulkan
depresi pernafasan, yang disebabkan oleh inhibisi langsung pada pusat respirasi
di batang otak. Depresi pernafasan biasanya terjadi dalam 7 menit setelah
ijeksi intravena atau 30 menit setelah injeksi subkutan atau intramuskular.
Respirasi kembali ke normal dalam 2-3 jam
5.
Pupil
Pemberian morfin secara sistemik dapat
menimbulkan miosis. Miosis terjadi akibat stimulasi pada nukleus Edinger
Westphal N. III
6.
Mual dan muntah
Disebabkan oleh stimulasi langsung pada
emetic chemoreceptor trigger zone di batang otak.
2.
Kokain
Efek pemakain kokain : pemakai akan merasa segar,
kehilangan nafsu makan, menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa
sakit dan lelah, dan kecanduan.
3.
Kanabis (ganja)
Efek ganja yang terberat adalah di
otak. Kerusakan otak yang terjadi merupakan kerusakan yangirreversible atau
tak dapat diubah. Efek ganja di otak tergantung dari lama, jumlah dan cara
pemakaian. Efek yang terjadi ialah euforia, rasa santai, mengantuk dan
berkurangnya interaksi sosial. Pada kasus-kasus keracunan (pemakaian dalam
jumlah sangat banyak) dapat muncul perasaan curiga yang berlebihan (paranoid),
halusinasi visual.
Pada penggunaan yang lebih dari tiga
bulan maka akan terdapat kelainankelainan pada EEG dan perubahan pada
struktur limbic system dan muncul gangguan-gangguan emosional
yang menetap. Dampak ini akan menjadi sangat berat khususnya pada remaja yang
perkembangan otaknya sedang bertumbuh.
4.
Amphetamine
Efek Jangka
Pendek dari Amfetamin
·
Meningkatkan
suhu tubuh
·
Kerusakan
sistem kardiovaskular
·
Paranoia
·
Meningkatkan
denyut jantung
·
Meningkatkan
tekanan darah
·
Menjadi
hiperaktif
·
Mengurangi
rasa kantuk
·
Tremor
|
|
Efek Jangka Panjang dari
Amfetamin
·
Pandangan
kabur
·
Pusing
·
Peningkatan
detak jantung
·
Sakit kepala
·
Tekanan
darah tinggi
·
Kurang nafsu
makan
·
Nafas cepat
·
Gelisah
Pada
penggunaan zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan gangguan gizi dan
gangguan tidur. Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun karena kondisi
kesehatan yang secara keseluruhannya buruk.
5.
Sedatif –
Hipnotik
Pengaruh Pada Sistem Saraf
Pusat (Pengaruh Barbiturat)
Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak
sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap.
Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang
terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan
inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian
menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat
bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat
dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.
6.
Solvent /
Inhalasi
Pusing, kepala berputar, halusinasi ringan, mual,
muntah gangguan fungsi paru, jantung dan hati.
7.
Alkohol
Makin banyak alkohol diminum seseorang,
semakin kecil volume otaknya. Kebiasaan buruk
minum-minuman keras juga dapat mempengaruhi memori dan menurunkan kemampuan
manusia untuk mengingat. Penggunaan alkohol (minuman beralkohol) akan
memengaruhi berbagai area di otak termasuk sistem neurotransmitter.
Dopamin akan meningkat sehingga akan timbul efek euforia, tetapi pada dosis
tertentu juga akan merangsang reseptor GABA, sehingga menurunkan kesadaran.
Efek minuman alkohol dapat ditentukan dari jumlah kadar alkohol yang terdapat
dalam darah (blood alcohol level/BAC).
BAB III
PENUTUP
Narkoba atau
NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi
seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Yang
termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Pengaruhnya
pada Otak dan susunan saraf pusat secara umum yaitu gangguan daya ingat, gangguan
perhatian / konsentrasi, gangguan bertindak rasional, gangguan perserpsi
sehingga menimbulkan halusinasi, gangguan motivasi, sehingga malas sekolah atau
bekerja, gangguan pengendalian diri, sehingga sulit membedakan baik / buruk.
Di dalam
masyarakat napza / narkoba yang sering disalahgunakan adalah opiada, kokain,
kanabis, amphetamine, sedatif – hipnotik ( benzodiazepin ), solvent / inhalasi, dan alkohol.
DAFTAR PUSTAKA
Mike j. Neal. (2006). Farmakologi Medis. Jakarta : Erlangga
Schmitz, Gery dkk. (2009). Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta:
EGC
Tjay TH, Rahardja
K. (2002)Sedativa dan
Hipnotika. In : Obat-obat Penting Edisi Ke-5. Jakarta : Gramedia
Wahyuningsih, Merry. (2011).
Kerusakan Otak Akibat Ganja. Diakses tanggal 14 Mei 2012 dari http://health.detik.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!