Sabtu, 02 Juni 2012

Pengaruh dan Manifestasi Klinis NAPZA Pada Fungsi Otak


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.
Didunia kedokteran dikenal adanya obat-obat tertentu yang dapat menghilangkan penyakit atau rasa sakit ditubuh, ada pula obat tertentu yang dapat mempengaruhi sistem saraf yang seringkali menimbulkan perasaan yang menyenangkan seperti perasaan nikmat yang disebut dengan melayang, aktivitas luar biasa, rasa mengatuk yang berat sehingga ingin tidur saja, atau bayangan yang memberi rasa nikmat (Halusinasi). Obat-obat semacam itu disebut dengan Zat-Zat Psikoaktif  yang bermanfaat bagi ilmu kedokteran jiwa untuk mengobati penyakit mental dan saraf. Akan tetapi bila disalahgunakan dapat menyebabkan terjadinya masalah serius pada berbagai organ termasuk pada otak..

1.2  Tujuan
a.       Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan NAPZA
b.      Untuk mengetahui pengaruh NAPZA pada fungsi otak
c.       Untuk mengetahui manifestasi klinis yang timbul akibat gangguan pada fungsi otak karena NAPZA










BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1  Pengertian dan Jenis NAPZA
Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.
Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
a.      Narkotika
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika terdiri dari 3 golongan :
1.       Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
2.       Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Morfin, Petidin.
3.       Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Codein.
b.      Psikotropika
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1.      Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Ekstasi.
2.      Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Amphetamine.
3.      Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Phenobarbital.
4.      Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM ).
c.       Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
1.      Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman beralkohol :
a.       Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).
b.      Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman anggur )
c.       Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker ).
2.      Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3.      Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
1.      Golongan Depresan ( Downer ). Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya: Opioda ( Morfin, Heroin, Codein ), sedative ( penenang ), Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti cemas ).
2.       Golongan Stimulan ( Upper ). Adalah jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini menbuat pemakainnya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh: Amphetamine (Shabu, Ekstasi), Kokain.
3.      Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh persaan dapat terganggu. Contoh: Kanabis ( ganja ).

2.2  Pengaruh NAPZA Pada Fungsi Otak
Di dalam masyarakat NAPZA / NARKOBA yang sering disalahgunakan adalah :
1.      Opioda
Pemakaian kronis obat narkotik dapat menyebabkan kelainan SSP berupa bertambahnya jumlah reseptor opiat yang menjadi aktif diotak sesuai dengan jumlah opiat yang ada dalam darah. Dengan PET Scan (Positron Emission Tonografi) dapat diketahui topografi struktur otak yang mengandung reseptor opiat dan kaitannya dengan efek obat pada tubuh. Dengan PET Scan dapat pula diketahui bahwa penggunaan opiat secara kronis dapat merangsang penambahan jumlah reseptor opiat diotak.
Jumlah reeptor yang banyak ini mengakibatkan timbulnya craving (Sugesti, rasa rindu pada narkotik). Pemakaian opiat yang terus menerus akan menimbulkan kerusakan sistem keseimbangan alami opiat endogen yang dihasilkan otak yang pada gilirannya menyebabkan kelainan SSP berupa distres fisis dan aspek sekunder psikologis.
Sel noradrenergik lokus Sereleus (LS) (Nucleus pigmentosus) yang berada didasar ventrikel IV adalah satu sistem noradrenergik utama otak yang berperan dalam respons stress perilaku seseorang. Hiperaktifitas sel LS merupkan faktor penting yang berperan dalam proses ketergantungan, toleransi dan gejala putus obat pada manusia dan binatang (Resmich &Romussen)
Pada struktur dan fungsi membran sel LS banyak dijumpai reseptor spesifik dan klonidin. Bila opiat dan klonidin berikatan dengan reseptornya dimembran sel khususnya komplex protein GI(inhibisi) maka akan menghambat enzim siklase adenilat sehingga produksi cAMP dan protein kinase berkurang, hal ini mengakibatkan saluran ion kalium terbuka sekaligus menutup saluran ion natrium sehingga aktivitas seluler terhambat.
Bila opioid dipakai secara kronis maka sel sel LS beradaptasi terhadap opiat dengan menaikkan jumlah CAMP dan protein kinase intra sel sehingga sel menjadi aktif kembali dan menunjukkan toleransi terhadap pemberian  berikutnya.
Jadi opiat dikeluarkan dari reseptor dengan cara menmberi antagonis (naloxon,naltreon) maka sel-sel LS menjadi hiperaktif dan banyak melepaskan hormon stress nor adrenalin otak yang akan memicu gejala putus obat (withdrawal) dikenal dengan istilah Cold Turkey oleh karena spasmo dari otot otot polos rambut (merinding). Bagaimana proses adaptasi selseol LS bisa terjadi pada penggunaan opiat kronis belum sepenuhnya diketahui, diduga adanya neuropeptida kolesistokinin dan N metil D Aspartat(NMDA) sebagai reseptor glutamat yang berperan sebagai sistem neurotransmitter anti opiat yang menimbulkan toleransi opiat.
Pengaruh positif penggabungan reseptor glutamat metbotropik group I dan fosfodilinisitol hidroksil(mungkin juga reseptor sigma) cenderung menaikkan aktifitas protein kinase C (PKC) bersama-sama fosforilisasi reseptor opiat Mu (OP3) (proses desensitisasi ) dan peningkatan arus masuknya ion Ca melalui hubungan saluran ion dan resptor NMDA. Kemungkinan lain adalah pengaruh negatif penggabungan reseptor glutamat metabotropik grup II dan III dan produksi cAMP memberi kontribusi peningkatan cAMP.
Berdasarkan analisis ligan radio isotop seperti Naloxon H3,fentanil isotiosinat,diinditifikasi adanya reseptor pada permukaan limposit. Dan makrofag/monosit manusia. Diketahui fungsi makrofag antara lain mensekrei sitokin interleukin I(II-I) sebagai substansi aktif pengatur fungsi tubuh penting melalui hormon pelepas kortikotropin maupun sel LS dalam sirkuit saraf komplex yang nengatur suhu badan, makanan, pola tidur dan perilaku seseorang.
Efek inhibisi opiat dalam pelepasan neurotransmitter
Pelepasan noradrenalin
Opiat menghambat pelepasan noradrenalin dengan mengaktivasi reseptor μ yang berlokasi didaerah noradrenalin. Efek morfin tidak terbatas dikorteks, tetapi juga di hipokampus, amigdala, serebelum, daerah peraquadiktal dan locus cereleus.
Pelepasan asetikolin
Inhibisi pelepasan asetikolin terjadi didaerah striatum oleh reseptor deltha,  didaerah amigdala dan hipokampus oleh reseptor μ.
Pelepasan dopamin
Pelepasan dopamin diinhibisi oleh aktifitas reseptor kappa
Tempat Kerja
Ada dua tempat kerja obat opiat yang utama, yaitu susunan saraf pusat dan visceral. Di dalam susunan saraf pusat opiat berefek di beberapa daerah termasuk korteks, hipokampus, thalamus, hipothalamus, nigrostriatal, sistem mesolimbik, locus coreleus, daerah periakuaduktal, medula oblongata dan medula spinalis. Di dalam sistem saraf visceral, opiat bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus submukous yang menyebabkan efek konstipasi.
Terdapat 3 golonagan besar :
a.       Opioda alamiah ( Opiat ) : Morfin, Opium, Codein.
Morfin dapat menghambat proliferasi makrofag sehingga dapat dipahami kekurangan sitokin interleukin( II-I) akan menimbulkan gangguan terhadap respons stress.
b.      Opioda semisintetik : Heroin / putauw, Hidromorfin.
Terdapat 3 jenis reseptor yang spesifik, yaitu reseptor μ (mu), δ (delta) dan κ (kappa). Di dalam otak terdapat tiga jenis endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti opiat, yitu enkephalin yang berikatan dengan reseptor δ, β endorfin dengan reseptor μ dandynorpin dengan resptor κ. Reseptor μ merupakan reseptor untuk heroin. Ketiga jenis reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan dengan adenilsiklase menyebabkan penurunan formasi siklik AMP sehingga aktivitas pelepasan neurotransmitter terhambat.
c.       Opioda sintetik : Metadon.
Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian menimbulkan perasaan ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan pemakai akan kehilangan percaya diri hingga tak mempunyai keinginan untuk bersosialisasi. Pemakai akan membentuk dunianya sendiri, mereka merasa bahwa lingkungannya menjadi musuh.
Efek analgetik 7,5-10 mg metadon sama kuat dengan efek 10mg morfin. Dalam dosis tunggal, metadon tidak menimbulkan hypnosis sekuat morfin. Setelah pemberian  metadon berulang kali timbul efek sedasi yang jelas, mungkin karena adanya kumulasi. Dosis ekuianalgetik menimbulkan depresi napas yang sama kuat seperti morfin dan dapat bertahan lebih dari 24r jam setelah dosis tunggal. Seperti morfin, metadon berefek antitusif, menimbulkan hiperglikemia, hiportemia dan penglepasan ADH.

2.      Kokain
Kokain berupa kristal putih, rasanya sedikit pahit dan lebih mudah larut. Nama jalanan : koka, coke, happy dust, chalie, srepet, snow / salju.
Cara pemakainnya : membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau alas yang permukaannya datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot seperti sedotan atau dengan cara dibakar bersama dengan tembakau. Penggunaan dengan cara dihirup akan beresiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.
Efek pemakain kokain : pemakai akan merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.


Efek Pada Otak: Mengubah Neuron Mengirimkan Sinyal-Sinyal ke Otak
Penggunaan kokain dalam jumlah sedikit pun dapat mengaktifkan area otak yang terkait dengan kecanduan hingga lebih dari lima hari. Ini jauh lebih lama ketimbang yang diduga selama ini. Otak seolah-olah otomatis tetap "ingat" dengan zat tersebut. Bahkan, aktivitas neuronya pun makin kuat.
Obat ini dapat mengubah neuron (hubungan-hubungan listrik saraf) yang mengirimkan sinyal-sinyal dalam bagian otak tersebut. Akibatnya, pengguna kokain akan makin menginginkan zat tersebut. Kenikmatan akibat zat ini mungkin hanya dirasakan selama dua jam, tapi keinginan untuk menggunakannya kembali dapat bertahan hingga satu minggu. Sejak pertama kali kokain masuk ke dalam tubuh, kilatan-kilatan neuron tersebut juga bahkan makin kuat, suatu proses yang biasanya disebut potensiasi. Potensiasi inilah yang berlangsung hingga satu minggu.
http://www.mediaindonesia.com/webtorial/ycab_old/data/ycab_micom/14_15des_img1.jpgKokain menghasilkan perubahan aktivitas otak dengan mekanisme yang sama dengan proses belajar dan me ngingat sesuatu. Bahkan, kokain memperkuat hubungan antar-sel tersebut. Menurut penelitian, temuan ini dapat menjelaskan mengapa orang ketagihan setelah mencobanya untuk pertama kali. Sudah lama ilmuwan menyebut-nyebut pengaruh kokain terhadap bagian otak yang disebut ventral tegmental, khususnya setelah zat ini berulang kali digunakan. Ventral tegmental sendiri adalah area otak yang mengatur kecanduan.













3.      Kanabis
Nama jalanan : cimeng, ganja, gelek, hasish, marijuana, grass, bhang.
Berasal dari tanaman kanabis sativa atau kanabis indica.
Cara penggunaan : dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok.
Penelitian yang dilakukan Steven Laviolette di University of Western Ontario, Kanada menunjukkan bahwa aktivitas di otak amigdala basolateral terlibat dalam pengaruh ganja terhadap paranoia. Hal tersebut berarti ganja sebenarnya meningkatkan rasa takut yang menyebabkan otak melompat pada pengalaman tertentu yang berhubungan dengan rasa takut.  Mekanisme kerja ganja tersebut dengan menonaktifkan aktivitas di wilayah yang disebut korteks prefrontal sebelum mengeksposnya terhadap kejutan. Korteks prefrontal merupakan tingkat otak yang lebih tinggi dan merupakan daerah yang terlibat dalam fungsi eksekutif seperti perencanaan, pengambilan keputusan, tanggapan, mengendalikan, dan impuls.
Peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menemukan bahwa hipokampus dan amygdala (salah satu bagian di otak), berukuran lebih kecil pada pengguna ganja berat dibandingkan dengan mereka yang tidak mengkonsumsi ganja. Reduksi volume rata-rata berkisar 12% di hipokampus dan 7,1% di amygdala. Penggunaan ganja juga berkaitan dengan gejala dari gangguan psikotik. Namun mekanisme belum jelas karena ini adalah penelitian pertama mengenai efek dari ganja dalam jumlah dan jangka waktu yang lama yang dapat mengakibatkan reduksi dari volume hipokampus. Di dalam penelitian itu, disetujui bahwa penggunaan ganja yang meningkat juga dapat meningkatkan gejala psikotik.

4.      Amphetamine
Nama jalanan : seed, meth, crystal, whiz. Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan dan juga tablet. Cara penggunaan : dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet diminum dengan air.
Ada 2 jenis Amphetamine :
a.       MDMA ( methylene dioxy methamphetamine )
Nama jalanan : Inex, xtc. Dikemas dalam bentuk tablet dan capsul.
b.      Metamphetamine ice
Nama jalanan : SHABU, SS, ice. Cara pengunaan dibakar dengan mengunakan alumunium foil dan asapnya dihisap atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus ( boong ).
Pengaruh terhadap otak:
Ketika seseorang menggunakan “upper”, zat tersebut akan merangsang sistem saraf pusat penggunanya. Zat  bekerja pada sistem neurotransmiter  norepinefrin dan dopamin otak. Menggunakan amfetamin dapat menyebabkan otak untuk menghasilkan tingkat dopamin yang lebih tinggi. Jumlah dopamin yang berlebih di dalam otak akan menghasilkan perasaan euforia dan kesenangan yang biasa dikenal sebagai “high.”
Seiring berjalannya waktu, orang yang menggunakan shabu akan mengembangkan toleransi terhadap zat amfetamin yang terkandung di dalam Shabu. Toleransi artinya seseorang akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama. Jika sejumlah dosis yang dibutuhkan tidak terpenuhi maka pengguna zat amfetamin akan muncul perasaan craving/withdrawal atau dikenal dengan perasaan sakaw.

5.      Sedatif – Hipnotik
Termasuk golongan zat sedative ( obat penenang ) dan hipnotika ( obat tidur ).
Nama jalanan : Benzodiazepin : BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp.
Cara pemakaian : dengan diminum, disuntikan, atau dimasukan lewat anus.
Digunakan di bidang medis untuk pengobatan pada pasien yang mengalami kecemasan, kejang, stress, serta sebagai obat tidur.
a.       Benzodiazepin
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala).
b.      Barbiturat
Susunan Saraf Pusat efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antianseitas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.
c.       Nonbarbiturat-Nonbenzodiazepin
6.      Solvent / Inhalasi
Adalah uap gas yang digunakan dengan cara dihirup. Contohnya : Aerosol, Lem, Isi korek api gas, Tiner, Cairan untuk dry cleaning, Uap bensin.
Biasanya digunakan dengan cara coba – coba oleh anak di bawah umur, pada golongan yang kurang mampu.
Jenis ini adalah berbagai zat kimia yang dapat larut dalam lemak dan dengan cepat dapat memengaruhi kerja otak (menembus hambatan darah otak). Efeknya pada otak digolongkan kepada golongan depresan. Misalnya, tiner, pembersih kuku, berbagai jenis lem, aerosol, bensin.
Cara kerja di otak dengan memengaruhi berbagai neurotransmitter di selsel saraf otak. Gejala yang terjadi (high) cepat sekali, yaitu hanya dalam hitungan menit hingga seperempat jam. Jenis ini sangat potensial menimbulkan berbagai gejala kerusakan otak (organic brain syndrome).

7.      Alkohol
Merupakan zat psikoaktif yang sering digunakan manusia
Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi – umbian yang mengahasilkan kadar alkohol tidak lebih dari 15 %, setelah itu dilakukan proses penyulingan sehingga dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi, bahkan 100 %. Nama jalanan : booze, drink.
Efek yang ditimbulkan pada otak:
Penggunaan alkohol (minuman beralkohol) akan memengaruhi berbagai area di otak termasuk sistem neurotransmitter. Dopamin akan meningkat sehingga akan timbul efek euforia, tetapi pada dosis tertentu juga akan merangsang reseptor GABA, sehingga menurunkan kesadaran. Efek minuman alkohol dapat ditentukan dari jumlah kadar alkohol yang terdapat dalam darah (blood alcohol level/BAC). Sebagai gambaran, satu gelas anggur biasanya akan meningkatkan kadar BAC sebanyak 15-20 mg/100 ml darah (lihat tabel Kadar Alkohol dalam Darah).


2.3  Manifestasi Klinis Yang Timbul Akibat Gangguan Fungsi Otak Oleh NAPZA
Pengaruhnya pada Otak dan susunan saraf pusat secara umum
a.       gangguan daya ingat
b.      gangguan perhatian / konsentrasi
c.       gangguan bertindak rasional
d.      gangguan perserpsi sehingga menimbulkan halusinasi
e.       gangguan motivasi, sehingga malas sekolah atau bekerja
f.       gangguan pengendalian diri, sehingga sulit membedakan baik / buruk.



1.      Opioda
a.       Opioda alamiah ( Opiat ) : Morfin, Opium, Codein.
b.      Opioda semisintetik : Heroin / putauw, Hidromorfin.
Efek ke sistem Susunan saraf pusat
1.      Analgesia
Khasiat analgetik didasarkan atas 3 faktor:
a.       meningkatkan ambang rangsang nyeri
b.      mempengaruhi emosi, dalam arti bahwa morfin dapat mengubah reaksi yang timbul menyertai rasa nyeri pada waktu penderita merasakan rasa nyeri. Setelah pemberian obat penderita masih tetap merasakan (menyadari) adanya nyeri, tetapi reaksi khawatir takut tidaklagi timbul. Efek obat ini relatif lebih besar mempengaruhi komponen efektif (emosional) dibandingkan sensorik
c.       Memudahkan timbulnya tidur
2.      Eforia
Pemberian morfin pada penderita yang mengalami nyeri, akan menimbulkan perasaan eforia dimana penderita akan mengalami perasaan nyaman terbebas dari rasa cemas. Sebaliknya pada dosis yang sama besar bila diberikan kepada orang normal yang tidak mengalami nyeri, sering menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir disertai mual, muntah, apati, aktivitas fisik berkurang dan ekstrimitas terasa berat.
3.      Sedasi
Pemberian morfin dapat menimbulkan efek mengantuk dan lethargi. Kombinasi morfin dengan obat yang berefek depresi sentral seperti hipnotik sedatif akan menyebabkan tidur yang sangat dalam.
4.      Pernafasan
Pemberian morfin dapat menimbulkan depresi pernafasan, yang disebabkan oleh inhibisi langsung pada pusat respirasi di batang otak. Depresi pernafasan biasanya terjadi dalam 7 menit setelah ijeksi intravena atau 30 menit setelah injeksi subkutan atau intramuskular. Respirasi kembali ke normal dalam 2-3 jam
5.      Pupil
Pemberian morfin secara sistemik dapat menimbulkan miosis. Miosis terjadi akibat stimulasi pada nukleus Edinger Westphal N. III
6.      Mual dan muntah
Disebabkan oleh stimulasi langsung pada emetic chemoreceptor trigger zone di batang otak.

2.      Kokain
Efek pemakain kokain : pemakai akan merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah, dan kecanduan.

3.      Kanabis (ganja)
Efek ganja yang terberat adalah di otak. Kerusakan otak yang terjadi merupakan kerusakan yangirreversible atau tak dapat diubah. Efek ganja di otak tergantung dari lama, jumlah dan cara pemakaian. Efek yang terjadi ialah euforia, rasa santai, mengantuk dan berkurangnya interaksi sosial. Pada kasus-kasus keracunan (pemakaian dalam jumlah sangat banyak) dapat muncul perasaan curiga yang berlebihan (paranoid), halusinasi visual.
Pada penggunaan yang lebih dari tiga bulan maka akan terdapat kelainankelainan pada EEG dan perubahan pada struktur limbic system dan muncul gangguan-gangguan emosional yang menetap. Dampak ini akan menjadi sangat berat khususnya pada remaja yang perkembangan otaknya sedang bertumbuh.

4.      Amphetamine
Efek Jangka Pendek dari Amfetamin
·         Meningkatkan suhu tubuh
·         Kerusakan sistem kardiovaskular
·         Paranoia
·         Meningkatkan denyut jantung
·         Meningkatkan tekanan darah
·         Menjadi hiperaktif
·         Mengurangi rasa kantuk
·         Tremor
  • Menurunkan nafsu makan
  • Euforia
  • Mulut kering
  • Dilatasi pupil
  • Mual
  • Sakit kepala
  • Perubahan perilaku seksual

Efek Jangka Panjang dari Amfetamin
·         Pandangan kabur
·         Pusing
·         Peningkatan detak jantung
·         Sakit kepala
·         Tekanan darah tinggi
·         Kurang nafsu makan
·         Nafas cepat
·         Gelisah
Pada  penggunaan zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan gangguan gizi dan gangguan tidur. Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun karena kondisi kesehatan yang secara keseluruhannya buruk.

5.      Sedatif – Hipnotik
Pengaruh Pada Sistem Saraf Pusat (Pengaruh Barbiturat)
Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.

6.      Solvent / Inhalasi
Pusing, kepala berputar, halusinasi ringan, mual, muntah gangguan fungsi paru, jantung dan hati.
7.      Alkohol
Makin banyak alkohol diminum seseorang, semakin kecil volume otaknya. Kebiasaan buruk minum-minuman keras juga dapat mempengaruhi memori dan menurunkan kemampuan manusia untuk mengingat. Penggunaan alkohol (minuman beralkohol) akan memengaruhi berbagai area di otak termasuk sistem neurotransmitter. Dopamin akan meningkat sehingga akan timbul efek euforia, tetapi pada dosis tertentu juga akan merangsang reseptor GABA, sehingga menurunkan kesadaran. Efek minuman alkohol dapat ditentukan dari jumlah kadar alkohol yang terdapat dalam darah (blood alcohol level/BAC).
http://www.mediaindonesia.com/webtorial/ycab_old/data/ycab_micom/14_15des_img4.jpg












BAB III
PENUTUP

Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.  Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Pengaruhnya pada Otak dan susunan saraf pusat secara umum yaitu gangguan daya ingat, gangguan perhatian / konsentrasi, gangguan bertindak rasional, gangguan perserpsi sehingga menimbulkan halusinasi, gangguan motivasi, sehingga malas sekolah atau bekerja, gangguan pengendalian diri, sehingga sulit membedakan baik / buruk.
Di dalam masyarakat napza / narkoba yang sering disalahgunakan adalah opiada, kokain, kanabis, amphetamine, sedatif – hipnotik ( benzodiazepin ), solvent / inhalasi,  dan alkohol.



















DAFTAR PUSTAKA


Mike j. Neal. (2006). Farmakologi Medis. Jakarta : Erlangga
Schmitz, Gery dkk. (2009). Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta: EGC
Tjay TH, Rahardja K. (2002)Sedativa dan Hipnotika. In : Obat-obat Penting Edisi Ke-5. Jakarta : Gramedia
Wahyuningsih, Merry. (2011). Kerusakan Otak Akibat Ganja. Diakses tanggal 14 Mei 2012 dari http://health.detik.com/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!