Sabtu, 02 Juni 2012

ANALISA KASUS TERKAIT DENGAN TINDAKAN MEDIS YANGTIDAK BERDASARKAN KONSEP PATIENT SAFETY


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai. Menurut Wijono (1999), mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu dalam pelayanan di rumah sakit berguna untuk mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan. Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900, institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan outcome dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya. Namun harus diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak Diduga (KTD) (Dep Kes R.I 2006).    
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan analisis accident, kemampuan belajar dari accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Dep Kes R.I, 2006).

B.     TUJUAN
a.          Tujuan umum
Tujuan umum laporan ini adalah untuk mengidentifikasi Tindakan Medis yang Tidak Berkaitan dengan Konsep Patient Safety.
b.         Tujuan khusus
·         Mengidentifikasi Tindakan Medis yang Tidak Berkaitan dengan Konsep Patient Safety.
·         Mengidentifikasi tindakan medis yang seharusnya dilakukan terkait dengan kasus


BAB II
PEMBAHASAN
A.       Kasus
Kasus An. Az. di Rumah Sakit S (padang)  umur 3 tahun pada tanggal 14 februari 2012, pasien di rawat di ruangan melati Rs. S padang dengan diagnosa Demam kejang . Sesuai order dokter infus pasien harus diganti dengan didrip obat penitoin namun  perawat yang tidak mengikuti operan jaga langsung mengganti infuse pasien tanpa melihat bahwa terapi pasien tersebut infusnya harus didrip obat penitoin. Beberapa menit kemudian pasien mengalami kejang-kejang, untung keluarga pasien cepat melaporkan kejadian ini sehingga tidak menjadi tambah parah dan infusnya langsung diganti dan ditambah penitoin.

B.        Analisis
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa  kelalaian perawat dapat membahayakan keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam dinas semua perawat memiliki tanggung jawab untuk mengikuti operan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang akan dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan sesuai dengan kondisi pasien.
Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam pemberian obat. Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan kepada pasien sesuai order, namun dalam hal ini perawat tidak menjalankan prinsip benar obat.
Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan konsep patient safety dengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.

C.       Pengembangan Dan Penerapan Solusi Serta Monitoring Atau Evaluasi
Berdasarkan kasus diatas solusi untuk pemecahan masalah mengenai perawat yang tidak mengikuti operan pergantian jam dinas. Perawat harus mengetahui standar keselamatan pasien sesuai dengan uraian DepKes, sebagai berikut :
Standar Keselamatan Pasien RS (KARS – DepKes)
1.         Hak pasien
2.         Mendidik pasien dan keluarga
3.         Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan
4.         Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan keselamatan pasien
5.         Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6.         Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7.         Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Standar I. Hak pasien
Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga
Standar: RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga, mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, memahami dan menerima konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS, memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dan emenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
Standar : RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari RS, terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar, terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
Standar : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria : Setiap RS harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS", setiap RS harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan, setiap RS harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi, setiap RS harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”, pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan oordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan menigkatkan kinerja rumah sait serta meningkatkan keselamatan pasien dan pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas konribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien, tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (Near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (Adverse event), Tersedia mekanisme kerja untuk menjmin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan berpatisipasi dalam program keselamatan pasien, tersedia prosedure “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

Standar VI: mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
Standar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria: Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing, setiap rumah sakit harus megintregasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

Standar VII: Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keelamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria: Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien, tesedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
Sesuai dengan defenisi patient safety, menurut Cooper et al (2000) bahwa “patient safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from the processes of healthcare.” Pengertian ini maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan. Jika perawat mengetahui dan mengaplikasikan dengan benar konsep patient safety, perawat akan sebisa mungkin meminimalisir kesalahan atau mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan.
Perawat seharusnya menerapkan prinsip 6 benar dalam pemberian obat, sebagai berikut :
 1.   Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang didiapkan diri sendiri.
2.  Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.
3.    Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.
4.   Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien
5.  Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.
6.   Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat (Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997).
Sebagai seorang kepala ruangan hal yang harus dilakukan dalam pemecahan masalah ini adalah menegur perawat yang bersangkutan terhadap kelalaian tindakan yang dilakukan. Selalu mengobservasi berjalannya operan pergantian jam dinas dilaksananakan dengan tepat agar tidak terjadi kesalahan lagi.
Sebagai seorang kepala ruangan menjelaskan kepada keluarga tindakan yang akan dilakukan yaitu pemberian peritoin untuk mengatasi kejang.

D.    STANDAR OPERATIONAL PROCEDURE PENANGANAN KEJANG
Definisi
·         Tindakan Untuk Mengatasi Kejang.
Tujuan
·          Agar Demam Kejang Teratasi
·          Agar Tidak Terjadi Kejang Berulang
Petugas
·         Perawat
Peralatan
1.    Medis

·         Diazepam Injeksi 2 Ml : 5 Ampul
·         Diazepam Supp 5 Mg Dan 10 Mg : 5 Buah
·         Phenobarbital Injeksi : 5 Ampul
·         Phenitoin Injeksi : 5 Ampul
·         Diazepam 2 Mg Tablet : 1 Botol
·         Parasetamol Tablet : 1 Botol
·         Parasetamol Sirup : 3 Botol
·         Ibuprofen 200 Mg Tablet : 1 Botol
·         Ibuprofen Sirup : 3 Botol
·         Termometer Oral : 1 Buah
·         Termometer Rectal : 1 Buah
·         Infus Set : 5 Buah
·         Abbocath No.22 Dan 24 : 5 Buah
·         Wing Needle : 5 Buah
·         Cairan Nacl : 5 Kolf
·         Cairan D 5% : 5 Kolf
·         Cairan Rl : 5 Kolf
·         Spuit Injeksi Disposable  1 Cc, 2.5 Cc, 3 Cc Dan 5 Cc :
       Masing-Masing 2 Buah
·         Kapas : 1 Toples
·         Alkohol 70 % : 250 Cc
·         Bengkok : 2 Buah
·         Handscoon : 1 Box
·         Reflex Hammer : 1 Buah
·         Stetoskop : 2 Buah
·         Tabung O2 Dengan Face Mask : 1 Buah
·         Tounge Spatle Dengan Balutan Kassa Steril : 3 Buah
·         Kassa Steril : 3 Pak



2.    Non Medis

·         Ruangan 3 X 4 M, Dengan Ventilasi Dan Penerangan Yang Cukup : 1 Buah
·         Bed Pemeriksaan Sesuai Standar ( Tinggi 70 Cm, Lebar 70 Cm, Panjang 2 M ) : 1 Buah
·         Bantal, Sprei, Perlak, Selimut : Masing-Masing 1 Buah
·         Meja Kursi : 1 Set , Meja Alat : 1 Buah
·         Lampu Bohlam 18 W : 1 Buah
·         Kantong Obat Emergency
·         Bolpoint, Pensil, Penghapus, Penggaris : Masing-Masing 2 Buah
·         Buku Resep : 1 Buah
·         Rekam Medik  : 10 Set
·         Lembar Rujukan : 10 Lembar
·         Inform Concent : 10 Lembar
·         Standar Infus : 1 Buah
·         Timbangan Injak : 1 Buah
·         Timbangan Badan Bayi : 1 Buah
·         Jam Dinding Dengan Jarum Detik : 1 Buah
·         Senter : 1 Buah
·         Wastafel Dengan Air Mengalir : 1 Buah
·         Sabun (Batang Atau Cair, Yang Antiseptik Maupun Non Antiseptik)
·         Wadah Sabun Yang Berlubang Supaya Air Bisa Terbuang Keluar
·         Handuk / Lap Sekali Pakai (Tisu, Atau Kain Yang Dicuci Setelah Sekali Pakai) Untuk Mengeringkan Tangan
·         Tempat Sampah Medik  Beralas Plastik Dan Tertutup, Tutup Dapat Di Buka Dengan Menginjak Pembuka Tutup Di Bagian Bawah Tempat Sampah : 1 Buah
·         Tempat Sampah  Non Medik Beralas Plastik :1 Buah

Prosedur Pelaksanaan
Tahap Prainteraksi :
·         Melakukan Verifikasi Program Pengobatan Klien
·         Mencuci Tangan
·         Menyiapkan Alat
Tahap Orientasi :
·         Memberikan Salam Kepada Klien
·         Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada klien/ kleuarga
·         Bila anak datang dalam keadaan masih kejang lakukan penanganan darurat kejang
Tahap Kerja penanganan gawat darurat kejang :
1.      Meminta ibu membaringkan klien ke atas tempat tidur  pemeriksaan
2.      Memberitahu keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi kejang dan membuat inform concent
3.      Memperbaiki sirkulasi udara ruangan dengan mempersilakan selain petugas untuk keluar ruangan dan membaringkan anak terlentang di tempat tidur membuka baju anak dan meletakkan posisi leher sedikit ekstensi (mendongak ke atas) dengan cara meminta bantuan petugas lain / pengantar untuk memegang dagu anak
4.      Memakai handscoon pada kedua tangan petugas
5.      Menjelaskan kepada pengantar bahwa akan dimasukan spatel ke dalam mulut anak untuk mencegah gigitan pada lidah dan membaringkan anak terlentang di atas tempat tidur sambil mengambil spatel lidah dan membungkusnya dengan kasa steril, lalu membuka mulut anak dengan cara menekan kedua belah pipi dan meletakan spatel di atas lidah
6.      Membaringkan anak di tempat tidur yang datar dengan posisi miring, kaki bagian atas ditekuk untuk mencegah bahaya tersedak ludah atau muntahan
7.      Membebaskan jalan nafas dengan cara melonggarkan pakaian
8.      Menjelaskan kepada pengantar / keluarga bahwa akan dilakukan tindakan pemberian obat melalui dubur untuk mengobati kejangnya, dengan mengucapkan, “Bu / pak, kami akan memasukkan obat melalui dubur anak bapak / ibu untuk mengobati kejangnya “
9.      Memberikan diazepam melalui dubur untuk mengatasi kejangnya dengan cara sebagai berikut :
a.    Mengambil diazepam suppositoria ( dosis sebanyak 5 mg untuk BB < 10 kg atau 10 mg untuk BB > 10 kg atau 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun  dan 7,5 mg untuk anak di atas 3 tahun )
b.    Petugas membuka celana dalam anak  dengan posisi bokong anak menghadap ke petugas
c.    Memposisikan anak di tempat tidur yang datar dibantu oleh seorang paramedis dengan posisi miring, kaki bagian atas dibengkokkan pada bagian pangkal paha anak dan kaki bagian bawah lurus
d.    Membuka dubur penderita dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri sampai tampak lubang dubur
e.    Membersihkan dubur anak dengan betadin yang dilarutkan dengan air  dengan sekali usap dari atas ke bawah
f.     Membuka tutup kemasan diazepam suppositoria dengan memutar tutup berlawanan arah jarum jam
g.    Memasukkan ujung kemasan diazepam suppositoria ke dalam dubur anak  dengan arah sejajar tulang belakang anak sampai seluruh leher kemasan masuk ke dalam dubur anak
h.    Menekan tube kemasan diazepam suppositoria bagian luar sampai seluruh isi kemasan masuk ke dalam dubur anak
i.      Dan dalam keadaan tube kemasan bagian luar masih tertekan mencabut tube kemasan dengan tangan kanan, sementara tangan kiri merapatkan lipatan bokong anak selama beberapa saat sampai diazepam tidak mengalir keluar
j.      Setelah diazepam tidak mengalir keluar, melepaskan tangan kiri yang merapatkan lipatan bokong anak
10.  Apabila tidak tersedia diazepam suppositoria maka bisa diberikan diazepam injeksi secara intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg per kg BB, dengan cara sebagai berikut :
a.    Menjelaskan kepada pengantar / keluarga bahwa akan dilakukan tindakan pemberian obat melalui pembuluh darah anaknya untuk mengobati kejangnya : “Bu / pak, kami akan memasukkan obat melalui pembuluh darah anak bapak / ibu untuk mengobati kejangnya “
b.    Menyiapkan diazepam injeksi, spuit 3 cc, kapas alkohol, tourniquet, wing needle ukuran 20 atau 24 atau 26 ( sesuai dengan besar kecilnya vena )
c.    Mengambil diazepam injeksi kemudian mematahkan leher ampulnya lalu dihisap dengan spuit 3 cc, mengeluarkan gelembung udara dari dalam spuit dengan cara menghadapkan jarum spuit ke atas lalu piston di tarik ke bawah kemudian didorong ke atas sehingga semua udara keluar dari spuit
d.    Mencari vena anak yang paling tampak jelas pada tangan atau kaki
e.    Setelah menemukan pembuluh darah vena dipasang tourniquet di atas lokasi vena ± 5–10 cm (tergantung usia anak)
f.     Melakukan desinfeksi lokasi yang akan di pasang wing needle dengan cara mengusapkan kapas alkohol, melingkar dari dalam ke luar
g.    Membuka penutup wing needle lalu menusukkannya ke pembuluh darah vena yang telah dipilih dengan lubang jarum menghadap ke atas
h.    Mengamati apakah tampak darah mengalir keluar dari wing needle, apabila tidak keluar darah dari wing needle maka dilakukan pemasangan wing needle di bagian pembuluh darah vena yang lain, apabila sudah keluar darahnya maka wing needle di tutup kembali.
i.      Segera membuka kembali tourniquet
j.      Memfiksasi wing needle ke tangan anak dengan plester dengan cara melekatkan plester di batas wing needle yang masuk ke dalam vena
11.  Menunggu selama 5 menit sambil memastikan jalan napas tidak tersumbat
12.  Memberikan oksigen melalui face mask 2 ml/menit
13.  Menurunkan suhu tubuh dengan melepaskan pakaian anak lalu mengompres memakai air biasa atau hangat, dengan cara :
a.      Mengisi air dalam waskom kemudian mencelupkan handuk ke dalam waskom lalu di peras
b.      Mengompreskan handuk basah di seluruh tubuh terutama pelipatan ketiak kanan-kiri, pelipatan paha dan dahi
c.      Memberikan antipiretik parasetamol sirup dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari atau obat antipiretik lain seperti ibuprofen dosis 5 – 20 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari, bila anak sudah tidak kejang .
14.  Mengawasi tanda-tanda gangguan pernafasan dengan menghitung jumlah pernafasan dalam satu menit, melihat ada tidaknya tarikan dinding dada, melihat ada tidaknya pernafasan cuping hidung
15.  Apabila kejang teratasi maka dilanjutkan pemberian fenobarbital  secara IV langsung setelah kejang berhenti dengan dosis awal :
a.      bayi 1 bln - 1 thn       : 50 mg
b.      > 1 tahun                  : 75 mg
c.      Dilanjutkan dengan dosis rumatan diberikan 4 jam kemudian :
         1) Dua hari pertama 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
         2) Hari berikutnya 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
16.  Apabila kejang belum teratasi maka ulangi pemberian diazepam perektal atau IV seperti prosedur sebelumnya
17.  Menunggu selama 5 menit sambil diulangi observasi pada point 3 di atas
18.  Apabila kejang belum teratasi juga maka diberikan phenitoin dosis awal 10 – 20 mg/kgBB IV secara pelan-pelan 1 mg/kgBB/menit
19.  Apabila kejang berhenti dengan phenitoin maka dilanjutkan pemberian phenitoin dengan dosis 4 – 8 mg/kgBB/hari,           12 – 24 jam setelah dosis awal
20.  Apabila kejang tidak teratasi dengan pemberian phenitoin, merujuk rumah sakit dengan cara :
a.    Membuatkan surat rujukan ke RS sambil memberitahukan kepada keluarga penderita bahwa anak akan di rujuk ke rumah sakit oleh karena pertolongan pertama yang dilakukan di puskesmas belum berhasil : “ Bu / pak, anak bapak / ibu harus dirujuk ke RS..............., karena keadaannya semakin memburuk dan untuk menanganinya dibutuhkan peralatan serta obat-obatan yang belum tersedia disini, apakah bapak / ibu setuju?” Bila setuju, kami akan membuatkan surat rujukan ke RS yang dituju.”Anak bapak / ibu akan kami antarkan ke RS dengan menggunakan pusling”
b.    Memasang infus NaCl dengan cara :
1.      Menyiapkan cairan NaCl dan infus set kemudian robek pembungkus infus set dan buka penutup NaCl lalu tusukkan infus set ke ujung botol cairan dalam posisi tegak lurus lalu kaitkan cairan ke tiang infus
2.      Membuka klem infus dengan memutar rel klem ke arah bawah secara perlahan agar cairan masuk ke dalam slang infus sementara ujung slang infus di pegang dengan tangan yang lain sehingga cairan infus keluar kemudian memutar rel klem ke atas agar cairan tidak lagi keluar
3.      Memasang ujung slang infus pada ujung wing needle
4.      Mengatur tetesan cairan :
-             BB 10 kg pertama  4ml/kgBB/jam
-             BB 10 kg kedua 2ml/kgBB/jam
-             BB 10 kg selanjutnya 1ml/kgBB/jam
-             Misalnya berat badan 15 kg maka kebutuhan cairan rumatan adalah (10x4) + (5x2) = 40+10 = 50 ml/jam
Tahap terminasi
·         Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan
·         Berpamitan dengan klien
·         Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula
·         Mencuci tangan
·         Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman.
Peran-peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan antara lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan; menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan; memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan; menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan; menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya, peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan; serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.

B.     SARAN

Adapun saran untuk para perawat yang mengaplikasikannya di lingkungan rumah sakit agar selalu mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan procedure yang telah di tentukan.












DAFTAR PUSTAKA

Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.(2006). Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.

Knudsen FU. Rectal Administration of Diazepamin Solution in The Acute Treatment of Convulsion in Infants and Children.

Soetomenggolo TS. (1999). Buku Ajar Neurologi Anak.

Fukuyama Y, dkk. Practical Guidelines for Fhysician in The Management of Febrile Seizures.

Depkes RI. Prosedur Perawatan Dasar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!