Senin, 07 Mei 2012

PENATALAKSANAAN PENYAKIT DIARE PASCA BENCANA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Hingga saat ini penyakit Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun karena diare, sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang (Parashar, 2003). Menurut WHO, di negara berkembang pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena diare, 8 dari 10 kematian tersebut pada umur < 2 tahun. Rata-rata anak usia < 3 tahun di negara berkembang mengalami episode diare 3 kali dalam setahun. (WHO, 2005). Hasil survey Subdit diare angka kesakitan diare semua umur tahun 2000 adalah 301/1000 penduduk, tahun 2003 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah  423/1000 penduduk. Kematian diare pada balita 75,3 per 100.000 balita dan semua umur 23,2 per 100.000 penduduk semua umur (Hasil SKRT 2001). Diare merupakan penyebab kematian no 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Hasil Riskesdas 2007).


B.     TUJUAN
a.      Tujuan Umum
Tujuan umum laporan ini adalah untuk mengidentifikasi penatalaksanaan penyakit diare pada pasca bencana
a.      Tujuan khusus
1.      Mengidentifikasi pencegahan diare
2.      Mengidentifikasi sistem tata laksana diare
3.      Mengidentifikasi penyelidikan dan penganggulangan bencana
4.      Mengidentifikasi pertolongan penderita di rumah tangga, tempat pengungsian dan sarana kesehatan
5.      Mengidentifikasi Angka ambang batas
6.      Mengidentifikasi Target grup




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Diare

Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekwensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (DepkesRI, 2000). Sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama diIndonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Menurut Depkes (2010) diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume keenceran, serta frekwensi lebih dari 3 kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Menurut Mansjoer A (2003), diare adalah buang air besar dengan konsistensi encer atau cair dan lebih dari 3 kali sehari. Diare menurut Ngastiyah (2005) adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali sehari pada anak, konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.

B.     Epidemiologi
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut: Penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu yang kotor, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
1)      Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
2)      Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare
C.    Etiologi

Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis.
1.      Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
a.       Infeksi oleh bakteri: Escherichia colin, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas. Infeksi basil (disentri)
b.      Infeksi virus rotavirus.
c.       Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),
d.      Infeksi jamur (Candida albicans).
e.       Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis dan radang tenggorokan, dan
f.       Keracunan makanan
2.       Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
3.      Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak dan balita.
4.       Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

D.    Jenis diare
Penyakit diare menurut DepkesRI(2000), berdasarkan jenisnya dibagi menjadi empat yaitu :
1.      Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2.      Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3.      Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
4.      Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, tinja cair, warna tinja makin lama kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu, anus dan daerah sekitar lecet, ubun-ubun cekung, berat badan menurun, muntah, selaput lendir mulut dan kulit kering (Ngastiyah, 2005).

E.     Manifestasi klinis
Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :
1)      Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.
2)      Suhu badan meningkat,
3)      Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah
4)      Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,
5)      Lecet pada anus,
6)      Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
7)      Muntah sebelum dan sesudah diare,
8)      Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah),
9)      Dehidrasi (kekurangan cairan), dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.
Sebelum anak dibawa ke tempat fasilitas kesehatan untuk mengurangi resiko dehidrasi sebaiknya diberi oralit terlebih dahulu, bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga misalnya air tajin, kuah sayur, sari buah, air the, air matang dan lain-lain.

F.     Patofisiologi
Menurut Depkes (2010) proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan, diantaranya:
1.      Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroba atau kuman yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit atau juga dikatakan bakteri akan menyebabkan sistem transporaktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
2.      Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.
3.      Faktor makanan
Dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.
4.      Faktor psikologis
Keadaan psikologis seseorang dapat mempengaruhi kecepatan gerakan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.

G.    Pencegahan diare
Di bawah ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah agar anak-anak tidak terjangkit penyakit diare, hal-hal tersebut adalah:
1.      Memberikan ASI
ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare pada balita karena antibodi dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.
2.      Memperbaiki makanan pendamping ASI
Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan resiko terjadinya diare sehingga dalam pemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis makanan yang diberikan. Pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya dimulai dengan memberikan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat diteruskan pemberian ASI, setelah anak berumur 9 bulan atau lebih, tambahkan macam makanan lain dan frekwensi pemberikan makan lebih sering (4 kali sehari). Saat anak berumur 11 tahun berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, frekwensi pemberiannya 4-6 kali sehari.
3.      Menggunakan air bersih yang cukup
Resiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di rumah.
4.      Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
5.      Menggunakan jamban
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko penularan diare karena penularan kuman penyebab diare melalui tinja dapat dihindari.
6.      Membuang tinja bayi dengan benar
Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkin sehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapat dicegah.
7.      Memberikan imunisasi campak
Anak yang sakit campak sering disertai diare sehingga imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih parah lagi (Depkes, 2010).

H.    Sistem Tata Laksana Diare
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin , kuah sayur, air sup.
Macam Cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada :
·         Kebiasaan setempat dalam mengobati diare
·         Tersedianya cairan sari makanan yang cocok
·         Jangkauan pelayanan Kesehatan
·         Tersedianya oralit
Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang diajukan, berikan air matang.

b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapioral
c. Memberi makanan
Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan.
Anak yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
d. Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak ada Obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.

Prosedur tatalaksana penderita diare
a. Menilai derajat dehidrasi
Tabel Penilaian Derajat Dahidrasi
penilaian
A
B
C
1.lihat
Keadaan Umum

Mata
Air Mata
Mulut & Lidah
Rasa Haus

Baik , Sadar

Normal
Ada
Basah
Minun biasa
Tidak Hasus

Gelisa, Rewel

Cekung
Tidak ada
Kering
* Haus , Ingin
Minum Banyak

Lesu, lunglai atau tidak
Sadar
Sangat cekung dan kering
Tidak ada
Sangat Kering
Malas minun atau
Tidak bisa minum
2. Periksa
Turgor Kulit
Kembali cepat
* Kembali Lambat
Kembali Sangat Lambat

3.Derajat Dehidrasi
Tanpa Dehidrasi sedang
Dehidrasi ringan/
Bila ada 1 tanda *
Ditambah 1 atau
Lebih tanda lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda
Ditambah 1 atau
Lebih tanda lain
4. Terapi
Rencana terapi A
Rencana Terapi B
Tencana Terapi C


Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :

Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri ( C ke A )
Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci ( yang diberi tanda bintang ) ditambah minimal 1 gejala yang lain ( minimal 1 gejala ) pada kolom yang sama.

Dengan menggunakan Tabel penilaian Derajat Dehidrasi lihatlah :
Bagaimana keadaan umum anak tersebut ?
- Apakah dia baik dan sadar ?
- Apakah dis gelisah atau rewel ?
Apakah dia mengantuk . lesu,lunglai atau tidak sadar ?
Apakah anak mengeluarkan air mata waktu menangis?
Apakah matanya normal cekung atau sangat cekung dan kering ?
Apakah mulut dan lidahnya basah , kering atau sangat kering ?
(raba lidah dan bagian dalam mulut dengan jari yang basih dan kering untuk mengetahui keadaan mulut dan lidah anak)
Saat Saudara memberikan minum , apakah anak :
- Minum biasa atau tampak tidak haus ?
- Minun banyak dan tampak haus ?
- Minum sedikit atau tampak tidak bisa minum ?

I.       Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu.” (Peraturan Menteri Kesehatan No. 949/Menkes/SK/VIII/2004). Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar kebiasaan (base line condition) yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta memerlukan upaya penanggulangan secepat mungkin, karena dikhawatirkan akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun wilayah yang terkena persebaran penyakit tersebut. Kejadian luar biasa pertama di Indonesia dilaporkan oleh David Beylon di Batavia (Jakarta) pada tahun 1779. Namun, demam berdarah dengue baru dikenal pada tahun 1968 dalam KLB di Jakarta dan Surabaya dengan angka kematian sangattinggi sekitar 41,3 persen.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya (Depkes, 2000).
Hasil penyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Depkes, 2000).

Pengertian Heard immunity
Heard immunity adalah pertahanan kelompok / pertahanan sekelompok masyarakat terhadap masuknya dan menyebarnya agen infeksi, karena sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki daya tahan terhadap infeksi yang berbeda –beda. Kekebalan kelompok diakibatkan oleh menurunnya peluang penularan bibit penyakit dari penderita yang terinfeksi kepada orang sehat yang rentan bila sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki ketahanan yang tunggi terhadap penyakit itu. Herd Immunity bias dikatakan jika bahwa antara masyarkat yang kebal dan tidak kebal terhadap suatu penyakit tidak mengelompok sendiri-sendiri sehingga penyebaran penyakit bias menurun dalam suatu kelompok tertentu.
Teori Herd immunity menyatakan bahwa, dalam penyakit menular yang ditularkan dari individu ke individu, rantai infeksi mungkin akan terganggu ketika sejumlah besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar proporsi individu yang kebal, semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan akan datang ke dalam kontak dengan individu menular.

Penanggulangan KLB :
Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Depkes, 2000)

Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.
1.      Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkah lainnya :
1.      Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistic
2.      Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3.      Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
4.      Memperbaiki kerja laboratorium
5.      Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
Tim Gerak Cepat (TGC) :
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis.
Tugas /kegiatan : 
a.       Pengamatan : 
-          Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
-          Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga 
-          Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan. 
-          Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya
-          Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan. 
-          Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga 
-          Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap 
2.      Pembentukan Pusat Rehidrasi 
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi : 
-          Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung. 
-          Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb. 
-          Memberikan data penderita ke Petugas TGC 
-          Mengatur logistik 
-          Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi. 
-          Penyuluhan bagi penderita dan keluarga 
-          Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi). 
-          Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.

J.      Pertolongan penderita di rumah tangga/tempat pengungsian dan sarana kesehatan
a.       Di rumah tangga/ tempat pengungsian
Upaya-upaya yang yang dapat dilakukan antara lain agar para pengungsi dapat ditempatkan pada tempat pengungsian yang layak. Perlu selimut dan alas tidur yang memadai agar para pengungsi terutama bayi,anak dan orang tua terhindar dari paparan udara dingin. Perlu adanya dapur umum  agar para pengungsi mendapatkan makanan secara teratur. Sarana air bersih harus segera diadakan. Jika tidak memungkinkan pengadaaan air bersih untuk minum, pemberian bantuan air minum mineral harus secara terus menerus dilakukan di tempat-tempat pengungsian. Masyarakat yang manjadi korban banjir harus mendapatkan minum dari air bersih.
Bagaimana dengan obat-obatan, mengingat begitu luasnya daerah pengungsian, oralit dan obat anti diare sederhana dapat segera didistribusikan pada tempat-tempat pengungsian. Bantuan-bantuan medis yang diberikan juga tetap berorientasi pada kasus yang banyak ditemukan ditempat pengungsian seperti obat anti diare dan oralit. Pemberian oralit dapat langsung diberikan kepada masyarakat yang menjadi korban banjir.
Diare dapat dicegah dan diantisipasi agar tidak bertambah parah, minum oralit sebagai pertolongan pertama dan kita semua harus mencegah agar jangan sampai terjadi wabah (Kejadian Luar Biasa/ KLB) diare paska bencana
b.      Sarana Kesehatan
Rehidrasi
1.      jenis cairan
1)      Cara rehidrasi oral
o   Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap kali diare.
o   Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2)      Cara parenteral
o  Cairan I  : RL dan NS
o  Cairan II : D¼ salin,nabic. KCL
      D5 : RL = 4 : 1  + KCL
      D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
o  HSD (half strengh darrow) D ½  2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan.
2.      Jalan pemberian
1)      Oral  (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2)      Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
3.      Jumlah Cairan ; tergantung pada :
1)      Defisit ( derajat dehidrasi)
2)      Kehilangan sesaat (concurrent less)
3)      Rumatan (maintenance).
4.      Jadwal / kecepatan cairan
1)      Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o   BB (kg) x 50 cc
o   BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2)      Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam  atau 5 tetes/kg/mnt
Terapi
1.      obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
2.      onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3.      antibiotik :  bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta
Dietetik
a.         Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan  padat / makanan cair atau susu
b.         Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen atau semi elemental formula.
Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

K.    Angka Ambang Batas
Suatu penyakit diare dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.      Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
2.      Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
3.      Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun).
4.      Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5.      Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6.      Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7.      Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB:
·         Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
·         Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
·         Mempunyai masa inkubasi yang cepat.

L.    Target grup
1.      Umur
Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan.
2.      Jenis Kelamin
Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.
3.      Musim
Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
4.      Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
5.      Lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
6.      Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Diare merupakan salah satu penyakit yang timbul pasca bencana. Banyak faktor-faktor timbulnya diare seperti segi umur, jenis kelamin, musim, status gizi, lingkungan dan status sosial ekonomi. Untuk itu perawat sebagai petugas kesehatan dalam penanggulangan pasca bencana berperan penting dalam pencegahan dan pengobatan pada masyarakat di daerah pengungsian maupun sarana kesehatan. Seperti yang telah disinggung, Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah.
            Dalam memberikan pertolongan pada penderita diare dibedakan berdasarkan tempat pengungsian maupun sarana kesehatan. Pada daerah pengungsian hal yang dilakukan untuk penanganan penderita diare yaitu minum oralit sebagai pertolongan pertama. Sedangkan pada sarana kesehatan dilakukan rehidrasi, terapi, dan dieretik.
B.     Saran
Adapun saran untuk para perawat yang mengaplikasikannya di lingkungan pengungsian berupa selalu siap siaga dalam pencegahan diare agar penyakit diare tidak mewabah pada lingkungan masyarakat baik dalam rumah tangga maupun pada pengungsian.







DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2000. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Jakarta : Kepmenkes RI
Depkes RI, 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh. Kembang Anak. Jakarta. Dinas Kesehatan provinsi Sumtara Utara
Widjaja, M.C. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!