BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Hingga saat ini
penyakit Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal
ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke
tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun karena diare,
sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang (Parashar, 2003). Menurut
WHO, di negara berkembang pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak balita
meninggal karena diare, 8 dari 10 kematian tersebut pada umur < 2 tahun.
Rata-rata anak usia < 3 tahun di negara berkembang mengalami episode diare 3
kali dalam setahun. (WHO, 2005). Hasil survey Subdit diare angka kesakitan
diare semua umur tahun 2000 adalah 301/1000 penduduk, tahun 2003 adalah
374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000 penduduk. Kematian diare
pada balita 75,3 per 100.000 balita dan semua umur 23,2 per 100.000 penduduk
semua umur (Hasil SKRT 2001). Diare merupakan penyebab kematian no 4 (13,2%)
pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai
penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita
(25,2%) (Hasil Riskesdas 2007).
B.
TUJUAN
a.
Tujuan
Umum
Tujuan
umum laporan ini adalah untuk mengidentifikasi penatalaksanaan penyakit diare
pada pasca bencana
a.
Tujuan
khusus
1. Mengidentifikasi
pencegahan diare
2. Mengidentifikasi
sistem tata laksana diare
3. Mengidentifikasi
penyelidikan dan penganggulangan bencana
4. Mengidentifikasi
pertolongan penderita di rumah tangga, tempat pengungsian dan sarana kesehatan
5. Mengidentifikasi
Angka ambang batas
6. Mengidentifikasi
Target grup
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Diare
Diare adalah buang air besar
lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekwensinya lebih sering dari
biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (DepkesRI, 2000).
Sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih
dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga
kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama diIndonesia. Semua kelompok
usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Menurut
Depkes (2010) diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume keenceran,
serta frekwensi lebih dari 3 kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari 4
kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Menurut Mansjoer A (2003), diare
adalah buang air besar dengan konsistensi encer atau cair dan lebih dari 3 kali
sehari. Diare menurut Ngastiyah (2005) adalah keadaan frekwensi buang air besar
lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali sehari pada anak,
konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir
dan darah atau lendir saja.
B.
Epidemiologi
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit
diare adalah sebagai berikut: Penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Kuman
penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal
oral antara lain
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung
dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan
ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu yang
kotor, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang
tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang
tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja
dengan benar.
1) Faktor pejamu yang
meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa
penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI
sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan
secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
2) Faktor lingkungan dan
perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi
dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka
dapat menimbulkan kejadian diare
C.
Etiologi
Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi
(gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis.
1.
Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak.
Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
a.
Infeksi oleh bakteri: Escherichia
colin, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae(kolera), dan serangan bakteri
lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas. Infeksi basil
(disentri)
b.
Infeksi virus rotavirus.
c.
Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris
lumbricoides),
d.
Infeksi jamur (Candida albicans).
e.
Infeksi akibat organ lain, seperti radang
tonsil, bronchitis dan radang tenggorokan, dan
f.
Keracunan makanan
2.
Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan
lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam
susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja
berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak,
terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida.
Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles
yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa
usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
3.
Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang
terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak dan balita.
4.
Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan
diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada balita, umumnya terjadi pada anak yang
lebih besar.
D. Jenis diare
Penyakit diare menurut DepkesRI(2000), berdasarkan jenisnya
dibagi menjadi empat yaitu :
1.
Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14
hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2.
Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya.
Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan
kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3.
Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14
hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan
dan gangguan metabolisme.
4.
Diare dengan masalah
lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten)
mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau
penyakit lainnya.
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, tinja cair, warna tinja makin
lama kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu, anus dan daerah sekitar
lecet, ubun-ubun cekung, berat badan menurun, muntah, selaput lendir mulut dan
kulit kering (Ngastiyah, 2005).
E.
Manifestasi
klinis
Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare adalah sebagai
berikut :
1) Bayi atau anak menjadi
cengeng dan gelisah.
2) Suhu badan meningkat,
3) Tinja bayi encer,
berlendir atau berdarah
4) Warna tinja kehijauan
akibat bercampur dengan cairan empedu,
5) Lecet pada anus,
6) Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
7) Muntah sebelum dan sesudah
diare,
8) Hipoglikemia (penurunan
kadar gula darah),
9) Dehidrasi (kekurangan
cairan), dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.
Sebelum anak dibawa ke tempat fasilitas
kesehatan untuk mengurangi resiko dehidrasi sebaiknya diberi oralit terlebih
dahulu, bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga misalnya air tajin,
kuah sayur, sari buah, air the, air matang dan lain-lain.
F.
Patofisiologi
Menurut Depkes (2010)
proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan,
diantaranya:
1.
Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali
adanya mikroba atau kuman yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian
berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit atau
juga dikatakan bakteri akan menyebabkan sistem transporaktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit meningkat.
2.
Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan
dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan
isi rongga usus sehingga terjadi diare.
3.
Faktor makanan
Dapat terjadi
peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.
4.
Faktor psikologis
Keadaan psikologis
seseorang dapat mempengaruhi kecepatan gerakan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.
G.
Pencegahan
diare
Di bawah ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan untuk
mencegah agar anak-anak tidak terjangkit penyakit diare, hal-hal tersebut
adalah:
1.
Memberikan ASI
ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare
pada balita karena antibodi dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya
memberikan perlindungan secara imunologi.
2.
Memperbaiki makanan
pendamping ASI
Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping ASI
dapat menyebabkan resiko terjadinya diare sehingga dalam pemberiannya harus memperhatikan
waktu dan jenis makanan yang diberikan. Pemberian makanan pendamping ASI
sebaiknya dimulai dengan memberikan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan
dan dapat diteruskan pemberian ASI, setelah anak berumur 9 bulan atau lebih,
tambahkan macam makanan lain dan frekwensi pemberikan makan lebih sering (4
kali sehari). Saat anak berumur 11 tahun berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, frekwensi pemberiannya 4-6 kali sehari.
3.
Menggunakan air bersih
yang cukup
Resiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanannya di rumah.
4.
Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan
yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
5.
Menggunakan jamban
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penurunan resiko penularan diare karena penularan kuman penyebab diare melalui
tinja dapat dihindari.
6.
Membuang tinja bayi
dengan benar
Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkin
sehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapat dicegah.
7.
Memberikan imunisasi
campak
Anak yang sakit campak sering disertai diare sehingga
imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih parah lagi (Depkes,
2010).
H.
Sistem
Tata Laksana Diare
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya
dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minum lebih banyak
dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin , kuah sayur, air
sup.
Macam Cairan yang dapat
digunakan akan tergantung pada :
·
Kebiasaan setempat dalam mengobati diare
·
Tersedianya cairan sari makanan yang
cocok
·
Jangkauan pelayanan Kesehatan
·
Tersedianya oralit
Bila tidak mungkin
memberikan cairan rumah tangga yang diajukan, berikan air matang.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi
(terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas atau sarana
kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan
oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan
intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapioral
c. Memberi makanan
Berikan makanan selama
diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh
serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan
makanan sesuai yang dianjurkan.
Anak yang masih mimun
ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih
sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit
sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
d. Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan
penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai
indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak ada Obat yang aman dan
efektif untuk menghentikan diare.
Prosedur tatalaksana penderita diare
a. Menilai derajat dehidrasi
Tabel Penilaian Derajat Dahidrasi
penilaian
|
A
|
B
|
C
|
1.lihat
Keadaan
Umum
Mata
Air
Mata
Mulut
& Lidah
Rasa
Haus
|
Baik
, Sadar
Normal
Ada
Basah
Minun
biasa
Tidak
Hasus
|
Gelisa,
Rewel
Cekung
Tidak
ada
Kering
*
Haus , Ingin
Minum
Banyak
|
Lesu,
lunglai atau tidak
Sadar
Sangat
cekung dan kering
Tidak
ada
Sangat
Kering
Malas
minun atau
Tidak
bisa minum
|
2.
Periksa
Turgor
Kulit
|
Kembali
cepat
|
*
Kembali Lambat
|
Kembali
Sangat Lambat
|
3.Derajat
Dehidrasi
|
Tanpa
Dehidrasi sedang
|
Dehidrasi
ringan/
Bila
ada 1 tanda *
Ditambah
1 atau
Lebih
tanda lain
|
Dehidrasi
berat
Bila
ada 1 tanda
Ditambah
1 atau
Lebih
tanda lain
|
4.
Terapi
|
Rencana
terapi A
|
Rencana
Terapi B
|
Tencana
Terapi C
|
Cara membaca tabel
untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :
Baca tabel penilaian
derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri ( C ke A )
Kesimpulan derajat
dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci ( yang diberi tanda
bintang ) ditambah minimal 1 gejala yang lain ( minimal 1 gejala ) pada kolom
yang sama.
Dengan menggunakan
Tabel penilaian Derajat Dehidrasi lihatlah :
Bagaimana keadaan umum
anak tersebut ?
- Apakah dia baik dan
sadar ?
- Apakah dis gelisah
atau rewel ?
Apakah dia mengantuk .
lesu,lunglai atau tidak sadar ?
Apakah anak
mengeluarkan air mata waktu menangis?
Apakah matanya normal
cekung atau sangat cekung dan kering ?
Apakah mulut dan
lidahnya basah , kering atau sangat kering ?
(raba lidah dan bagian
dalam mulut dengan jari yang basih dan kering untuk mengetahui keadaan mulut
dan lidah anak)
Saat Saudara memberikan
minum , apakah anak :
- Minum biasa atau
tampak tidak haus ?
- Minun banyak dan
tampak haus ?
-
Minum sedikit atau tampak tidak bisa minum ?
I.
Penyelidikan
dan penanggulangan kejadian luar biasa
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah suatu
kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok
penduduk dalam kurun waktu tertentu.” (Peraturan Menteri Kesehatan No.
949/Menkes/SK/VIII/2004). Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di
luar kebiasaan (base line condition) yang terjadi dalam waktu relatif singkat
serta memerlukan upaya penanggulangan secepat mungkin, karena dikhawatirkan
akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun wilayah yang terkena persebaran
penyakit tersebut. Kejadian luar biasa pertama di Indonesia dilaporkan oleh
David Beylon di Batavia (Jakarta) pada tahun 1779. Namun, demam berdarah dengue
baru dikenal pada tahun 1968 dalam KLB di Jakarta dan Surabaya dengan angka
kematian sangattinggi sekitar 41,3 persen.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang
disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat
merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah
itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB),
sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang
dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan
keracunan lainnya. Penderita atau tersangka penderita penyakit yang dapat
menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan pengamatan yang merupakan semua
kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-menerus, meliputi
pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan.
Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan
penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal
sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan
penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya
(Depkes, 2000).
Hasil penyelidikan epidemiologis mengarahkan
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya
penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan
usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan
KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang
terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan
KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Depkes, 2000).
Pengertian Heard immunity
Heard immunity adalah pertahanan kelompok / pertahanan
sekelompok masyarakat terhadap masuknya dan menyebarnya agen infeksi, karena
sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki daya tahan terhadap infeksi
yang berbeda –beda. Kekebalan kelompok diakibatkan oleh menurunnya peluang
penularan bibit penyakit dari penderita yang terinfeksi kepada orang sehat yang
rentan bila sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki ketahanan yang
tunggi terhadap penyakit itu. Herd Immunity bias dikatakan jika bahwa antara
masyarkat yang kebal dan tidak kebal terhadap suatu penyakit tidak mengelompok
sendiri-sendiri sehingga penyebaran penyakit bias menurun dalam suatu kelompok
tertentu.
Teori Herd immunity menyatakan bahwa, dalam penyakit
menular yang ditularkan dari individu ke individu, rantai infeksi mungkin akan
terganggu ketika sejumlah besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar
proporsi individu yang kebal, semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan
akan datang ke dalam kontak dengan individu menular.
Penanggulangan KLB :
Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan
penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan
penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan
dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat
menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang
menjadi suatu wabah (Depkes, 2000)
Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.
1.
Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah
adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu
melakukakukan langkah-langkah lainnya :
1.
Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas
baik SKD, tenaga dan logistic
2.
Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat
puskesmas.
3.
Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada
masyarakat
4.
Memperbaiki kerja laboratorium
5.
Meningkatkan kerjasama dengan instansi
lain
Tim Gerak Cepat (TGC) :
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan
pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas
atau data penyelidikan epideomologis.
Tugas /kegiatan :
a.
Pengamatan :
-
Pencarian penderita lain
yang tidak datang berobat.
-
Pengambilan usap dubur
terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
-
Pengambilan contoh air
sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber
penularan.
-
Pelacakan kasus untuk
mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya
-
Pencegahan dehidrasi
dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan.
-
Penyuluhahn baik
perorang maupun keluarga
-
Membuat laporan
tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap
2.
Pembentukan Pusat
Rehidrasi
Untuk
menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
Tugas pusat rehidrasi :
-
Merawat dan memberikan
pengobatan penderita diare yang berkunjung.
-
Melakukan pencatatan
nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb.
-
Memberikan data
penderita ke Petugas TGC
-
Mengatur
logistik
-
Mengambil usap dubur
penderita sebelum diterapi.
-
Penyuluhan bagi
penderita dan keluarga
-
Menjaga pusat
rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
-
Membuat laporan
harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat
jalan, obat yang digunakan dsb.
J.
Pertolongan
penderita di rumah tangga/tempat pengungsian dan sarana kesehatan
a. Di rumah tangga/ tempat pengungsian
Upaya-upaya yang yang dapat
dilakukan antara lain agar para pengungsi dapat ditempatkan pada tempat
pengungsian yang layak. Perlu selimut dan alas tidur yang memadai agar para
pengungsi terutama bayi,anak dan orang tua terhindar dari paparan udara dingin.
Perlu adanya dapur umum agar para pengungsi mendapatkan makanan secara
teratur. Sarana air bersih harus segera diadakan. Jika tidak memungkinkan
pengadaaan air bersih untuk minum, pemberian bantuan air minum mineral harus
secara terus menerus dilakukan di tempat-tempat pengungsian. Masyarakat yang
manjadi korban banjir harus mendapatkan minum dari air bersih.
Bagaimana dengan obat-obatan,
mengingat begitu luasnya daerah pengungsian, oralit dan obat anti diare
sederhana dapat segera didistribusikan pada tempat-tempat pengungsian.
Bantuan-bantuan medis yang diberikan juga tetap berorientasi pada kasus yang
banyak ditemukan ditempat pengungsian seperti obat anti diare dan oralit.
Pemberian oralit dapat langsung diberikan kepada masyarakat yang menjadi korban
banjir.
Diare dapat dicegah dan
diantisipasi agar tidak bertambah parah, minum oralit sebagai pertolongan
pertama dan kita semua harus mencegah agar jangan sampai terjadi wabah
(Kejadian Luar Biasa/ KLB) diare paska bencana
b. Sarana Kesehatan
Rehidrasi
1. jenis cairan
1) Cara rehidrasi oral
o
Formula
lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit
setiap kali diare.
o
Formula
sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
o
Cairan
I : RL dan NS
o
Cairan
II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % +
Nabic (7 mEq/lt) + KCL
o
HSD (half
strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus
pada diare usia > 3 bulan.
2. Jalan pemberian
1) Oral
(dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan,
kesadran menurun)
3. Jumlah
Cairan ; tergantung pada :
1) Defisit
( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan
sesaat (concurrent less)
3) Rumatan
(maintenance).
4. Jadwal
/ kecepatan cairan
1) Pada
anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih
13 kg : maka pemberianya adalah :
o
BB (kg) x 50 cc
o
BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap
diare = 1 gls.
2) Terapi
standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt
Terapi
1. obat
anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1
mg / kg BB/hari
2. onat
anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3. antibiotik
: bila penyebab jelas, ada penyakit
penyerta
Dietetik
a.
Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg,
makanan padat / makanan cair atau susu
b.
Dalam keadaan malbasorbsi berat serta
alergi protein susu sapi dapat diberi elemen atau semi elemental formula.
Supportif
Vitamin A 200.000.
IU/IM, usia 1 – 5 tahun
K.
Angka
Ambang Batas
Suatu penyakit diare dapat dikatakan KLB apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.
Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular
yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
2.
Peningkatan kejadian penyakit/kematian
terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
(jam, hari, minggu, bulan, tahun).
3.
Peningkatan kejadian penyakit/kematian,
dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (hari, minggu,
bulan, tahun).
4.
Jumlah penderita baru dalam satu bulan
menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka
rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5.
Angka rata-rata per bulan selama satu
tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka
rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6.
Case Fatality Rate (CFR) dari suatu
penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih
dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7.
Propotional rate (PR) penderita baru dari
suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding
periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
Karakteristik Penyakit yang berpotensi
KLB:
·
Penyakit yang terindikasi mengalami
peningkatan kasus secara cepat.
·
Merupakan penyakit menular dan termasuk
juga kejadian keracunan.
·
Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
L.
Target
grup
1.
Umur
Kebanyakan episode diare terjadi pada
dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan umur 6-11
bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena belum
terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan.
2.
Jenis Kelamin
Resiko kesakitan diare pada golongan
perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki
dengan lingkungan lebih tinggi.
3.
Musim
Variasi pola musim di daerah tropik
memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada
peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
4.
Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada
diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode
diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan
terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko
meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah
kurang gizi.
5.
Lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk,
kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit mudah menular. Pada
beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit
endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak
yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
6.
Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan
mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan
ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak
balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi
buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus
ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Diare merupakan salah satu penyakit yang timbul
pasca bencana. Banyak faktor-faktor timbulnya diare seperti segi umur, jenis kelamin, musim, status gizi, lingkungan dan status sosial ekonomi. Untuk itu perawat sebagai petugas kesehatan
dalam penanggulangan pasca bencana berperan penting dalam pencegahan dan
pengobatan pada masyarakat di daerah pengungsian maupun sarana kesehatan.
Seperti yang telah disinggung, Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk
pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya
penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua
pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi
penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah.
Dalam memberikan
pertolongan pada penderita diare dibedakan berdasarkan tempat pengungsian
maupun sarana kesehatan. Pada daerah pengungsian hal yang dilakukan untuk penanganan
penderita diare yaitu minum oralit sebagai pertolongan pertama. Sedangkan pada sarana
kesehatan dilakukan rehidrasi, terapi, dan dieretik.
B.
Saran
Adapun saran untuk para perawat yang
mengaplikasikannya di lingkungan pengungsian berupa selalu siap siaga dalam
pencegahan diare agar penyakit diare tidak mewabah pada lingkungan masyarakat
baik dalam rumah tangga maupun pada pengungsian.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2000. Diare Akut Disebabkan Bakteri.
Jakarta : Kepmenkes RI
Depkes RI, 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh. Kembang Anak.
Jakarta. Dinas Kesehatan provinsi Sumtara Utara
Mansjoer Arif M, et,al. 2003. Kapita Selekta Kedokteran, ilmu penyakit Anak, Edisi 3,. Jakarta:
Media Aesculapius
Widjaja, M.C. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita.
Jakarta: Kawan Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!