BABII
PEMBAHASAN
v DEFENISI
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang dapat diobati,
yang disebabkan oleh bakteri (kuman) Mycobacterium tuberculosis. TBC
merusakkan paru-paru atau bagian tubuh lain dan mengakibatkan penyakit parah.
Penyakit
Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman
Tuberkulosis :kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Penyakit
TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang
jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada
paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
TBC
menular melalui udara apabila orang yang membawa TBC dalam paru-paru atau
tenggorokan batuk, bersin atau berbicara, lalu kuman dilepaskan ke udara.
Apabila orang lain menghirup kuman ini mereka mungkin terinfeksi. Kebanyakan
orang mendapat kuman TBC dari orang yang sering berada dekat dengan mereka,
seperti anggota keluarga, teman atau rekan kerja.TBC tidak menular melalui
barang dan peralatan rumah, misalnya sendok garpu, periuk, gelas,
seprai,pakaian atau telepon, jadi barang dan peralatan baru untuk kegunaan
sendiri tidak diperlukan.
v ETIOLOGI
Infeksi
TBC berarti bahwa kuman TBC berada dalam tubuh meskipun tidak aktif. Seringkali, setelah kuman TBC memasuki
badan, kekebalan tubuh mengontrol kuman tersebut. Namun, kuman ini masih hidup
dalam tubuh bertahun-tahun lamanya dalam bentuk tidak aktif. Sewaktu kuman TBC tidak aktif,
kerusakan tidak bisa timbul, dan penyakit tidak dapat ditularkan kepada orang
lain. Orang sedemikian “terinfeksi“,
meskipun tidak sakit. Bagi kebanyakan orang (90%) kuman ini akan tetap tidak
aktif. Satu-satu caranya seseorang dapat mengetahui apakah telah terinfeksi
adalah jika ada hasil positif untuk tes kulit khusus.
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar
dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita
TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC
dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan
berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah
bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ
tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar
getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering
terkena yaitu paru-paru.
Penyebab infeksi adalah kompleks M.
tuberculosis. Kompleks ini termasuk M. tuberculosis dan M. africanum terutama
berasal dari manusia dan M. bovis yang berasal dari sapi. Mycobacteria lain
biasanya menimbulkan gejala klinis yang sulit dibedakan dengan tuberkulosis.
Etiologi penyakit dapat di identifikasi dengan kultur. Analisis genetic
sequence dengan menggunakan teknik PCR sangat membantu identifikasi non kultur
v MANIFESTASI
KLINIS
·
Tanda Umum
1) Batuk
selama lebih dari 3 minggu
2) Demam
3) Berat badan
menurun tanpa sebab
4) Berkeringat
pada waktu malam
5) selalu letih
6) Hilang nafsu
makan
·
Tanda Khusus
1) Tergantung dari organ tubuh mana
yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke
paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura
(pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala
seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4) Pada anak-anak dapat mengenai otak
(lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput
otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan
kejang-kejang.
Pada
pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak
dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin
positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
v PEMERIKSAAAN
DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium
1.Foto
dada
2.Pemeriksaa kuman tbC : Sputum, hapusan laring, kumbah
lambung (aspirasi cairan lambung), bronkoskopi.
3.Tes tuberculin
4.Biospi bleura
5.LED umumya meningkat
Pemeriksaan
Khusus
1. Tes Kulit Tuberkulin: (Tes Mantoux)
menunjukkan apakah seseorang mungkin terinfeksi.
2. Sinar X dada dapat menunjukkan apakah
ada kesan-kesan TBC pada paru-paru.
3. Tes dahak menunjukkan apakah
ada kuman TBC dalam dahak yang dibatukkan.
v KOMPLIKASI
1.TBC tulang
1.TBC tulang
2.Pott’s disease (rusaknya tulang belakang)
3.Destroyed lung (pulmonary destruction)
4.Efusi pleura
5.TBC milier
6.Meningitis
v PENCEGAHAN
Cara
Penularan :
Sumber
penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam
saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka
penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Resiko
Penularan :
Resiko
penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di
Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1/2 %. Pada daerah dengan
ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh)
orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan
menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah
dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus)
penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
. Cara-cara pencegahan
1). Temukan semua penderita TB dan berikan segera pengobatan yang tepat. Sediakan fasilitas untuk penemuan dan pengobatan penderita.
2). Sediakan fasilitas medis yang
memadai seperti laboratorium dan alat rontgen agar dapat melakukan diagnosa
dini terhadap penderita, kontak dan tersangka. Sediakan juga fasilitas
pengobatan terhadap penderita dan mereka dengan risiko tinggi terinfeksi;
sediakan fasilitas tempat tidur untuk mereka yang perlu mendapatkan perawatan.
3). Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang car-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.
3). Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang car-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.
4).
Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi risiko terjadinya
infeksi misalnya kepadatan hunian.
5). Program pemberantasan TB harus ada
di seluruh fasilitas kesehatan dan di fasilitas dimana penderita HIV/penderita
imunosupresi lainnya ditangani (di Rumah Sakit, tempat rehabilitasi, pemakai
Napza, panti asuhan anak terlantar).
6).
Pemberian INH sebagai pengobatan preventif.
7). Sediakan fasilitas perawatan
penderita dan fasilitas pelayanan di luar institusi untuk penderita yang
mendapatkan pengobatan dengan sistem (DOPT/DOTS) dan sediakan juga fasilitas
pemeriksaan dan pengobatan preventif untuk kontak.
8). Terhadap mereka yang diketahui terkena
infeksi HIV segara dilakukan tes Mantoux menggunakan PPD kekuatan sedang. Jika
tes Mantouxnya positif (indurasi ± 5mm) maka segera diberikan pengobatan
profilaktik, dengan catatan bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif.
Sebaliknya terhadap semua penderita TB aktif harus dilakukan pemeriksaan dan
dilakukan konseling jika fasilitas untuk itu tersedia.
9). Pemberian imunisasi BCG terhadap
mereka yang tidak terinfeksi TB (tes tuberkulin negatif), lebih dari 90% akan
memberikan hasil tes tuberkulin positif.
10). Lakukan eliminasi terhadap ternak
sapi yang menderita TB bovinum dengan cara menyembelih sapi-sapi yang tes
tuberkulinnya positif. Susu dipasteurisasi sebelum dikonsumsi.
11). Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan tambang.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
11). Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan tambang.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1). Laporkan segera kepada instansi
kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB atau yang diduga menderita TB.
2). Isolasi: Untuk penderita TB paru
untuk mencegah penularan dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik
sesegera mungkin.
3). Pencegahan infeksi: Cuci tangan dan
praktek menjaga kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin.
Tidak ada tindakan pencegahan khusus untuk barang-barang (piring, sprei,
pakaian dan lainnya). Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dan bisa
ditambahkan dengan sinar UV.
4). Penanganan kontak.
Investigasi
kontak, sumber penularan dan sumber infeksi: Tes PPD direkomendasikan untuk
seluruh anggota keluarga bila ada kontak. Bila hasil negatif harus diulang 2-3
bulan kemudian. Lakukan X-ray bila ada gejala yang positif. Terapi preventif
bila ada reaksi positif dan memiliki risiko tinggi terjadi TBC aktif (terutama
untuk anak usia 5 tahun atau lebih) dan mereka yang kontak dengan penderita HIV
(+), diberikan minimal sampai skin tes negatif.
5). Terapi spesifik: Pengawasan Minum
obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam pengobatan TBC (sistem DOPT
atau DOTS “Directly Observed Treatment Shortcourse”).
C. Tindakan penanggulangan wabah
C. Tindakan penanggulangan wabah
Tingkatkan kewasapadaan dini untuk
menemukan dan mengobati penderita TBC baru yang tertulari oleh penderita yang
tidak jelas. Lakukan penyelidikan intensif untuk menemukan dan mengobatai
sumber penularan.
D. Tindakan Internasional
Tindakan
yang dianjurkan bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan prevalensi
TBC tinggi adalah melakukan skrining dengan foto thorax, tes PPD, pemeriksaan
BTA dan kultur terhadap orang dengan tes PPD positif yang disertai gejala
klinis. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.
Tips berikut berguna untuk mencegah
Penularan penyakit TBC:
1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin
2. Meludah hendaknya pada tempat
tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun)
3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi
berumur 3-14 bulan
4. Menghindari udara dingin
5. Mengusahakan sinar matahari dan udara
segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur
6. Menjemur kasur, bantal,dan tempat
tidur terutama pagi hari
7. Semua barang yang digunakan penderita
harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain
8. Makanan harus tinggi karbohidrat dan
tinggi protein
v CARA
INFEKSI
Cara Penyebaran
Penularan terjadi
melalui udara yang mengandung basil TB dalam percikan ludah yang dikeluarkan oleh
penderita TB paru atau TB laring pada waktu mereka batuk, bersin atau pada
waktu bernyanyi. Petugas kesehatan dapat tertulari pada waktu mereka melakukan
otopsi, bronkoskopi atau pada waktu mereka melakukan intubasi. TB laring sangat
menular. Kontak jangka panjang dengan penderita TB menyebabkan risiko
tertulari, infeksi melalui selaput lendir atau kulit yang lecet bisa terjadi
namun sangat jarang. TB bovinum penularannya dapat tejadi jika orang terpajan
dengan sapi yang menderita TB, bisanya karena minum susu yang tidak
dipasteurisasi atau karena mengkonsumsi produk susu yang tidak diolah dengan
sempurna. Penularan lewat udara juga terjadi kepada petani dan perternak TB
ekstra pulmoner (selain TB laring) biasanya tidak menular, kecuali dari sinus
keluar discharge.
Masa inkubasi
Mulai saat masuknya
bibit penyakit sampai timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi tes
tuberkulosis positif kira-kira memakan waktu 2 – 10 minggu. Risiko menjadi TB
paru dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer biasanya terjadi
pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup.
Infeksi HIV meningkatkan risiko terhadap infeksi TB dan memperpendek masa
inkubasi.
Masa Penularan
Secara teoritis seorang penderita tetap
menular sepanjang ditemukan basil TB di dalam sputum mereka. Penderita yang
tidak diobati atau yang diobati tidak sempurna dahaknya akan tetap mengandung
basil TB selama bertahun tahun. Tingkat penularan sangat tergantung pada
hal-hal sebagai berikut :
- Jumlah basil TB yang dikeluarkan
- Virulensi dari basil
TB
- Terpajannya basil TB
dengan sinar ultra violet
- Terjadinya
aerosolisasi (batuk, bersin, bicara atau bernyanyi).
- Tindakan medis dengan risiko tinggi (otopsi,
intubasi atau bronkoskopi).
Kerentanan dan Kekebalan
Risiko terinfeksi
dengan basil TB berhubungan langsung dengan tingkat pajanan dan tidak ada
hubungan dengan faktor keturunan atau faktor lainnya pada pejamu. Periode yang
paling kritis timbulnya gejala klinis adalah 6–12 bulan setelah infeksi. Risiko
untuk menjadi sakit paling tinggi pada usia dibawah 3 tahun dan paling rendah
pada usia akhir masa kanak-kanak dan risiko meningkat lagi pada usia adolesen
dan dewasa muda, usia tua dan pada penderita dengan kelainan sistem imunitas.
Reaktivasi dari infeksi laten yang berlangsung lama sebagian besar terjadi pada
penderita TB usia lebih tua. Untuk mereka yang terinfeksi oleh basil TB
kemungkinan berkembang menjadi TB klinis meningkat pada penderita HIV/AIDS,
mereka dengan kelainan sistem imunitas, mereka dengan berat badan rendah dan
kekurangan gizi, penderita dengan penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis,
penderita kanker, silikosis, diabetes, postgastrektomi, pemakai NAPZA. Orang
dewasa dengan TB laten yang juga disertai dengan infeksi HIV kemungkinan untuk
menderita TB klinis selama hidupnya berkisar antara 10% sampai dengan 60–80%.
Interaksi kedua penyakit ini mengakibatkan terjadinya pandemi paralel dari
penyakit TB.
v SISTEM
TATA LAKSANA
Tujuan
pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah
kambuh
Obat
yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
·
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin,
Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
·
Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat,
Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin
Penatalaksanaan
A.Terapi Umum
A.Terapi Umum
1.Istirahat
(Tidak perlu dirawat inap)
2.Diet (Bebas,
tetapi TKTP)
3.Medikamentosa
(Dasar terapi medikamentosa TBC)
a.Kombinasi
: Minimal dua macam tuberkulostatika
b.Kontinyu
: Makan obat setiap hari
c.Lama :
Berbulan-bulan/tahun
d.Bila
obat pertama sudah diganti, di anggap sudah resisten terhadap obat tersebut.
e.Semua
obat sebaiknya di berikan dalam dosis tunggal (kecuali pirazinamid)
Obat
pertama : Tuberkolustatika yang di pakai adalah
:1.Firstline
drugs (obat-obat primer)
- INH (Isoniazid)
- Rifampisin
- Ethambutol
- Streptomisin
- Pirazinamide
Obat alternative :
2.Second line drugs (bila yang
pertama resisten)
- Kapreomisin
- Sikloserine
- Etnahionamide
- Viomisin
- Kanamisin
3.Alternative
drugs
- PAS (Para Amino Salicylic Acid)
- Thioasetazone
Sekarang banyak di anut tetapi
jangka pendek yaitu:
a.INH + Refampicin plus salah satu
dari :
- Streptomisin
- Ethamburol
- Pirazinamide
Di berikan
setiap hari selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan :
b.INH plus
salah satu dari :
- Rifampisin
- Ethambutol
- Strepyomisin
Di berikan
2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan.Dengan demikian lamanya pengobatan 6-9
bulan.
B.Terapi
Komplikasi
Tuberkulostatika di samping tindakan lain, seperti punksi
pleura, operasi pada pott’s disease.
v PENYELIDIKAN
DAN PENANGGULANGAN KLB
Kegiatan
penanggulangan KLB
1. Penetapan populasi rentan thd KLB berdasarkan
waktu, tempat pada kelompk masyarakat
2. Langkah-langkah penetapan populasi
rentan :
Memperkirakan adanya pop rentan KLB berdasar informasi dan
data serta mempelajari gambaran klinis (gejala,cara penularan,cara pengobatan)
dan gambaran epid (sumber&cara penularan, klp masy yg sering terserang, jml
kasus,kematian, faktor ling, budaya yg berpengaruh thd KLB)
3. Pengumpulan data (laporan rutin,
data penyelidikan epid, laporan rutin data kesakitan&kematian dr
puskesmas/RS yg teratur & lengkap, data lab yg memberikn infoms penyebab
peny, data faktor risiko
4. Pengolahan dan penyajian data
(tabel, grafk, peta)
5. Analisis dan interpretasi
6. Deseminasi informasi
Selain yang dsebut diatas juga yang perlu diperhatikan dalam
penanggulangan KLB adalah sebagai berikut:
• Melakukan upaya pencegahan melalui perbaikan faktor risiko
yg menyebabkan timbulnya kerentanan dlm suatu pop,Upaya penanggulangan
ditujukan pd:
Ø Kuman penyakit dr sumber penularan
Ø Memutus mata rantai penularan
Ø Memperkuat sistem pelayanan kesh
• Memantapkan pelaksanaan sistem kewaspadaan dini KLB
penyakit
• Memantapkan keadaan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan
tjd KLB
• Penyelidikan dan penanggulangan pd saat tjd KLB
Ada
juga beberapa tindakan yang bisa dilakukan:
1) Tindakan terhadap kasus
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik
Pengambilan sediaan utk pemeriksaan laboratorium
- Darah
- Tinja
- Contoh Makanan
Diagnosa
Terapi
Isolasi
Terapi
Isolasi
2) Tindakan terhadap masyarakat
a.Tindakan health promotion
b.Tindakan specific protection
c.Pencarian kasus
Cara telusur ke belakang (backward tracing)
Cara telusur ke depan (forward tracing)
3). Tindakan terhadap lingkungan
a. Lingkungan Fisik
Tindakan terhadap lingkungan fisik yang masih baik
Tindakan terhadap lingkungan fisik yang telah tercemar
Tindakan terhadap lingkungan fisik yang dipakai sebagai
sarang vector.
b. Lingkungan Biologik
Tindakan terhadap binatang yang sehat
Tindakan terhadap binatang yang sakit
Tindakan terhadap vector
Yang perlu digaris bawah ketika terjadi KLB langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam penyelidikan epidemiologi adalah sebagai berikut:
• Konfirmasi/menegakkan diagnosa (suspect cases, confirmed
cases)
• Memastikan adanya suatu KLB (dibandingkan periode
sebelumnya), pastikan surveilans berjln baik, informasi vektor,lingk,perilaku
pddk
• Rumusan hipotesis
• Pengumpulan data epid (primer & sekunder)
PRIMER :kuesioner berdasar variabel epid 5W 1 H, pengambilan
specimen
SEKUNDER:jumlah kasus periode sebelumnya ( min 1 th), pola
penyakit, vektor, data lingkungan
• Pengolahan data, analisis data dan interpretasi data
• Rumusan kesimpulan
• Tindakan penanggulangan
v PENGOBATAN
Obat
yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
- Obat
primer
: INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. - Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis obat
antituberkulosis (OAT)
Obat
|
Dosis harian
(mg/kgbb/hari) |
Dosis
2x/minggu
(mg/kgbb/hari) |
Dosis
3x/minggu
(mg/kgbb/hari) |
INH
|
5-15 (maks 300 mg)
|
15-40 (maks. 900 mg)
|
15-40 (maks. 900 mg)
|
Rifampisin
|
10-20 (maks. 600 mg)
|
10-20 (maks. 600 mg)
|
15-20 (maks. 600 mg)
|
Pirazinamid
|
15-40 (maks. 2 g)
|
50-70 (maks. 4 g)
|
15-30 (maks. 3 g)
|
Etambutol
|
15-25 (maks. 2,5 g)
|
50 (maks. 2,5 g)
|
15-25 (maks. 2,5 g)
|
Streptomisin
|
15-40 (maks. 1 g)
|
25-40 (maks. 1,5 g)
|
25-40 (maks. 1,5 g)
|
Pengobatan
TBC pada orang dewasa
- Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2
bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan
kepada:
- Penderita baru TBC paru BTA positif.
- Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
- Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan
kepada:
- Penderita kambuh.
- Penderita gagal terapi.
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
- Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan
kepada:
- Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan
TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC
jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
- 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
- 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
3. Pengobatan TBC pada anak-anak jika
INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb
dan rifampisin 15 mg/kgbb.
4. Dosis anak INH dan rifampisin yang
diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
|
||
INH
|
: 5 mg/kgbb/hari
|
|
Rifampisin
|
: 10 mg/kgbb/hari
|
|
TB berat (milier dan meningitis
TBC)
|
||
INH
|
: 10 mg/kgbb/hari
|
|
Rifampisin
|
: 15 mg/kgbb/hari
|
|
Dosis prednisone
|
: 1-2
mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
|
v PERTOLONGAN
PENDERITA
·
Rumah tangga dan
pengungsian
Terapi TBC
Karena
yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri,
pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang
tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan
imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka
pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga
tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan
pengawasan
langsung.
Deteksi
atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan
menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3
minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan
dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang
akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang
spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction
(PCR) belum bisa diterapkan.
Jika
pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan
komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang
biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin,
dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya
diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter
atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta
perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti
minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya
gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk
benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6
bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya
kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut
menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.
DOTS
adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan
tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991
dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia
sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen
pada tahun 2000, Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat
disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah.
Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh
di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru
perlu lebih ditingkatkan lagi.
·
Imunisasi
Pengontrolan
TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif
terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari
bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini
menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan
pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine),
karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus
antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak
berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di
Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.
Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS.
Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS.
Pendapat
yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80
persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC.
Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya
imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG
terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang
dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi
kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan
diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak
tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak
perlu lagi dilaksanakan.
Kedua
pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas TBC
dari Indonesia.
·
Puskesmas
Dalam
pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) yang
terdiri dari Puskesmas Rujukan.Mikroskopis (PRM) dengan dikelilingi oleh kurang
lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS) yang secara keseluruhan mencakup wilayah
kerja dengan jumlah penduduk 50.000–150.0000 jiwa. Pada keadaan geografis yang
sulit dapat dibentuk.
puskesmas
pelaksana Mandiri (PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum
BTA.
·
Rumah Sakit dan BP4
Rumah
Sakit dan BP4 dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana penderita TBC dalam
hal tertentu Rumah sakit dan BP4 dapat merujuk penderita kembali ke puskesmas
yang terdekat dengan tempat tinggal penderita untuk mendapatkan pengobatan dan
pengawasan selanjutnya. Dalam pengelolaan logistik dan pelaporan rumah sakit
dan BP4 berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
·
Klinik dan Dokter Proktek swata ( DPS )
Secara
umum konsep pelayanan di Klinik dan DPS sama dengan pelaksanaan pada Rumah
Sakit dan BP4 Dalam hal tertentu, klinik dan DPS dapat merujuk penderita dan
specimen ke puskesmas Rumah sakit atau BP4.
v ANGKA
AMBANG BATAS
WHO
memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Antara
tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi. Dengan
kata lain pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Biasanya
5-10 persen di antara infeksi berkembang menjadi penyakit, dan 40 persen di
antara yang berkembang menjadi penyakit berakhir dengan kematian.
Jika
dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar 2,8-5,6 juta
setiap tahun, dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena TBC.
Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa meninggal tiap tahun, adalah berdasarkan
perhitungan ini. Angka ini adalah angka yang besar, karena 2-4 orang terinfeksi
setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TBC ini.
Kecepatan penyebaran TBC bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan
penyebaran HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang resisten terhadap obat.
Selain itu
migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di Amerika Serikat, hampir 40
persen dari penderita TBC adalah orang yang lahir di luar negeri. Mereka
imigrasi ke Amerika dan menjadi sumber penyebaran TBC. Begitu juga dengan
meningkatnya jumlah pengungsi akibat perang dengan lingkungan yang tidak sehat
sehingga memudahkan penyebaran TBC. Diperkirakan sebanyak 50 persen dari pengungsi
di dunia berpeluang terinfeksi TBC.
Karena
itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat perlu
mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Karena bakteri mycobacterium
tuberculosis sangat mudah menular melalui udara pada saat pasien TBC batuk atau
bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa menyebarkan
bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun.
Berdasarkan
data Rumah Sakit “Prof DR Sulianti Saroso” di Indonesia tiap tahun terdapat 583
ribu kasus dan 140 ribu di antaranya meninggal dunia. Jika dihitung, setiap
hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kalau 1 orang pasien bisa
menularkan ke 10 orang, pada tahun berikutnya jumlah yang tertular adalah 5,8
juta orang. Karena itu, jelaslah bahwa TBC adalah pembunuh massal yang harus
diberantas.
Tiap tahun
terdapat 583.000 kasus TBC di Indonesia Secara nasional TBC membunuh kira-kira
140.000 orang setiap tahun. Setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia.
Indonesia merupakan penyumbang kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan India.
Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % – 4,4 % ( menurut data 1972-1987 ).
Indonesia merupakan penyumbang kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan India.
Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % – 4,4 % ( menurut data 1972-1987 ).
Sekitar ¾
pasien TBC di Indonesia tergolong dalam usia produktif.
Tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai mengadopsi starategi DOTS (Directly Observed Tratment Short-Course) untuk menanggulangi TBC.
Tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai mengadopsi starategi DOTS (Directly Observed Tratment Short-Course) untuk menanggulangi TBC.
Tahun 1996, obat TBC di Puskesmas
diberikan dalam bentuk Kombipak.
Tahun 1999 merupakan dimulainya era
penting dalam penanggulangan TBC di Indonesia, karena dibentuknya GERDUNAS-TBC
(Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TBC) yang merupakan wujut nyata
kemitraan dengan berbagai sektor yang terkait dalam penanggulangan TBC di
Indoensia.
Tiap
tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya.
TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan
penyakit menular lainnya.Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal
akibat TBC setiap tahun. Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC itu bisa
dihindari.
Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC.Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC.Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun) belum terjangkit oleh penyakitnya.Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan pentakit kepada sekitar 10 atau 15 orang dalam jangka waktu 1 tahun.
Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat
seseorang yang menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara.
KEMENTERIAN Kesehatan mencatat adanya penurunan insidens tuberkulosis
(TBC) sebesar 45 persen pada tahun 2010 dibandingkan tahun 1990 atau dari 343
per 100.000 penduduk menjadi 189 per 100.000 penduduk.
“Kita
juga mencatat adanya penurunan prevalens TBC sebesar 35 persen yaitu dari 443
per 100.000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk dan menurunkan
angka kematian TBC sebesar 71 persen yaitu dari 92 per 100.000 penduduk menjadi
27 per 100.000 penduduk,Tahun 2011, Indonesia telah mencapai angka penemuan
kasus 82.69 persen dan melampaui target global sebesar 70 persen, angka
keberhasilan pengobatan juga mencapai 90,29 persen dan melampaui target RPJMN
sebesar 86 persen. Selain itu, Pemerintah telah menyediakan sarana pemeriksaan
dan pengobatan TBC di seluruh tanah air, baik di puskesmas maupun di rumah
sakit dan seluruh biaya pengobatan TBC di fasilitas pelayanan kesehatan
Pemerintah dijamin oleh Pemerintah atau digratiskan.(ant/H-1)
v TARGET
GROUP
·
Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa
Penemuan
penderita TBC dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka penderita
dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.
Penemuan
secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas
kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka
penderita cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding ( penemuan penderita secara
pasif dengan promosi yang aktif ). Selain itu semua kontak penderita TBC
Paru BTA positif dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas
kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat
tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkakematian.Semua
tersangkas penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari
berturut-turut yaitu sewaktu pagi
·
Penemuan penderita tuberkulosis pada anak
Penemuan
penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit sebagian besar
diagnosis tiberkulosis anak didasarkan atas gambar klinis gambar radiologis dan
uji tuberculin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!