Download makalah DISINI atau klik:
http://www.ziddu.com/download/16490818/pembahasanetnografi.doc.html
BAB I
PENDAHULUAN
Etnografi sebagai perkembangan penelitian keperawatan, begitu juga metode yang tersedia untuk menemukan arti kesehatan dan penyakit yang ada pada individu, keluarga, dan kelompok. Etnografi adalah contoh dari salah satu metode yang telah menerima banyak perhatian, khususnya yang berkaitan dengan budaya individu dan bagaimana mereka mendapat pengalaman budaya pada saat kesehatan dan penyakit. Perawat telah menggunakan etnografi untuk mempelajari berbagai topik penting untuk keperawatan, termasuk pola yang mempromosikan menyusui dalam satu komunitas asli Amerika, Kekhawatiran gejala wanita dengan kanker ovarium, dan pengalaman pelayanan kesehatan bagi pengungsi Bosnia dan Uni Soviet. Ini hanya beberapa contoh tentang bagaimana perawat menggunakan etnografi untuk perawatan yang lebih baik bagi orang-orang yang dipercaya untuk mengurus.
Untuk sepenuhnya memahami mengapa ada komitmen pada penelitian etnografi, penting untuk melihat pondasi etnografi sebagai metode penelitian. Ilmuwan sosial berbagi minat dan komitmen untuk penemuan. Antropolog sebagai kelompok tertentu dari ilmuwan sosial berkomitmen untuk penemuan pengetahuan budaya. Pada awal sejarah ilmu-ilmu sosial, individu yang tertarik dalam budaya menemukan bahwa cara ilmu pengetahuan tradisional tidak cukup untuk menemukan nuansa orang yang hidup bersama dan berbagi pengalaman yang serupa. ketidakcukupan ini menyebabkan awal dari etnografi, sarana belajar kelompok jalan kehidupan individu atau pola. Sanday melaporkan bahwa metode etnografi bukanlah hal baru. The Herodotus Yunani kuno adalah etnographer yang dicatat variasi dalam budaya di mana dia telah terkena. Menurut Sanday, pemeriksaan etnografi Franz Boas tentang budaya Eskimo menandai awal studi etnografi kontemporer.
Antropologi ini identik dengan istilah etnografi. Hasil kerja antropolog adalah etnografi. Pada awal tahun 1960-an, referensi dapat ditemukan mengenai nilai dari sebuah pendekatan etnografi sebagai alat untuk belajar budaya keperawatan. Awal ahli etnografi perawat mencari metode antropologi untuk mempelajari fenomena yang mereka dianggap telah tereduksi. Leininger melampaui peminjaman metode etnografi untuk mengembangkan apa yang disebutnya "penelitian etnologi keperawatan".
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Etnhography
Menurut Spradley (1980:3) bahwa etnografi adalah pekerjaan menggambarkan kebudayaan. Tujuan utama dari etnografi adalah untuk memahami cara-cara kehidupan lain dari sudut pandang masyarakat. Membuat suatu etnografi tidak saja berarti kita mempelajari suatu masyarakat, etnografi berarti belajar dari masyarakat.
Untuk melakukan itu, Malinowski percaya bahwa peneliti harus belajar "titik asli pandang" tersebut. Spradley, bagaimanapun, memperingatkan etnografi belajar yang lebih dari rakyat, bukan "etnografi berarti belajar dari orang-orang". Spradley juga menunjukkan bahwa "inti gaya etnografi ini perhatian dengan makna dari tindakan dan peristiwa kepada masyarakat berusaha untuk mengerti.
Selain diskusi tentang etnografi Spradley, adalah perdebatan lama tentang apa yang merupakan etnografi. Muecke menyarankan, "tidak ada bentuk standar tunggal pada etnografi". Boyle mengusulkan bahwa "gaya dan metode etnografi adalah fungsi dari etnograf, yang membawa dia atau tradisi ilmiahnya sendiri, Pelatihan, dan sosialisasi kepada proyek penelitian". Perdebatan ini telah menyebabkan kebingungan tentang etnografi sebagai metode dan telah lebih jauh memicu argumen tentang nilai relatif etnografi sebagai ilmu ketat. Baru-baru ini, Brink dan Edgecombe menunjukkan bahwa telah terjadi "perpindahan desain penelitian". Secara khusus, etnografi, terlepas dari perbedaan pendapat dan kontroversi sekitar metode, etnografi telah dan akan terus memberikan informasi penting tentang makna, organisasi, dan interpretasi budaya. Menurut Muecke, empat sekolah etnografi utama pemikiran yang
1. Klasik
2. Sistematis
3. Interpretif atau hermeneutik
4. Kritis
Etnografi klasik mengharuskan bahwa penelitian mencakup baik deskripsi perilaku dan menunjukkan mengapa dan dalam keadaan apa perilaku tersebut terjadi. Terlepas dari aliran pemikiran atau jenis penggunaan metode etnografi memerlukan waktu yang cukup lama di lapangan, terus-menerus mengamati dan membuat rasa perilaku.
Asal mula Etnografi
Awal abad ke-19
Etnografi mula-mula dilakukan untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai muncul di permukaan bumi sampai ke masa terkini. Tak ubahnya analisis wacana, mereka ilmuwan antropologi pada waktu itu melakukan kajian etnografi melalui tulisan-tulisan dan referensi dari perpustakaan yang telah ada tanpa terjun ke lapangan. Namun pada akhir abad ke-19 legalitas penelitian semacam ini mulai dipertanyakan karena tidak ada fakta yang mendukung interpretasi para peneliti. Oleh karena hal tersebut, akhirnya muncul pemikiran baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri alias berada dalam kelompok masyarakat yang menjadi obyek kajiannya.
Etnografi Modern (1915-1925)
Etnografi modern dipelopori oleh antropolog sosial Inggris, Radclifffe-Brown dan B. Malinowski. Etnografi modern dibedakan dengan etnografi mula-mula berdasarkan ciri penting, yaitu mereka tidak terlalu mamandang hal-ikhwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan suatu kelompok masyarakat (Spradley, 1997). Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa kini, yaitu tentang the way of life masayarakat tersebut. Menurut pandangan dua antropolog ini tujuan etnografi adalah untuk mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat. Untuk itu peneliti tidak cukup hanya melakukan wawancara, namun hendaknya berada bersama informan sambil melakukan observasi.
Ethnografi Baru Generasi Pertama (1960-an)
Berakar dari ranah antropologi kognitif, etnografi baru memusatkan usahanya untuk menemukan bagaimana masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Analisis dalam penelitian ini tidak didasarkan semata-mata pada interpretasi peneliti tetapi merupakan susunan pikiran dari anggota masyarakat yang dikorek keluar oleh peneliti. Karena tujuannya adalah untuk menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran dari suatu masyarakat, maka pemahaman peneliti akan studi bahasa menjadi sangat penting dalam metode penelitian ini. “Pengumpulan riwayat hidup atau suatu strategi campuran, bahasa akan muncul dalam setiap fase dalam proses penelitian ini.
Ethnografi Baru Generasi Kedua
Inilah metode penelitian hasil sintesis pemikiran Spardley yang dipaparkan dalam buku Metode Etnografi ini, Spardley (1999) mendefinisikan budaya sebagai yang diamati dalam etnografi. Selain itu juga sebagai proses belajar yang mereka gunakan untuk megintepretasikan dunia sekeliling mereka dan menyusun strategi perilaku untuk menghadapinya. Dalam pandangannya ini, Spardley tidak lagi menganggap etnografi sebagai metode untuk meneliti Other culture (masyarakat kecil) yang terisolasi, namun juga masyarakat kita sendiri, masyarakat multicultural di seluruh dunia. Pemikiran ini kemudian dia rangkum dalam “Alur Penelitian Maju Bertahap” yang terdiri atas lima prinsip, yaitu: (1) Peneliti dianjurkan hanya menggunakan satu teknik pengumpulan data; (2) Mengenali langkah-langkah pokok dalam teknik tersebut, misalnya 12 langkah pokok dalam wawancara etnografi dari Spardley; (3) Setiap langkah pokok dijalankakn secra berurutan; (4) Praktik dan latihan harus selalu dilakukan; (5) Memberikan problem solving sebagai tanggung jawab sosialnya, bukan lagi ilmu untuk ilmu.
Inti dari “Etnografi Baru” Spardley ini adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami melalui kebudayaan mereka. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya manusia dari tiga sumber: (1) dari hal yang dikatakan orang; (2) dari cara orang bertidak; (3) dari berbagai artefak yang digunakan. Namun dalam buku ini Spradley memfokuskan secara khusus pembuatan keksimpulan dari apa yang dikatakan orang. Wawancara etnografi dianggap lebih mampu menjelajah susunan pemikiran masyarakat yang sedang diamati.
Karakteristik pokok etnologi
Mengingat begitu beragamnya ciri-ciri khas yang dimiliki masing-masing jenis etnografi seperti terlihat pada etnografi realis, studi kasus, dan etnografi kritis, sulit menentukan karakteristik umum yang terdapat dalam semua jenis itu. Akan tetapi, untuk tujuan mengenal penelitian etnografi sehingga penelitian ini dapat dibedakan dari penelitian kualitatif lainnya, pemahaman terhadap ketujuh karakteristik berikut sudah sangat memadai.
1. Tema-Tema Kultural
Etnografer pada umumnya meneliti tema-tema budaya yang diadopsi dari bidang antropologi kultural. Dalam etnografi tema kultural didefinisikan sebagai sebuah pandangan umum yang didukung oleh sebuah masyarakat, baik secara langsung atau tersirat (Creswell, 2008: 480). Tujuan etnografer bukanlah mencari pola-pola tingkah laku, keyakinan yang mungkin sudah terlihat tetapi menambah pengetahuan tentang bagian-bagian dari kebudayaan dan meneliti tema-tema kebudayaan yang spesifik
2. Sebuah Kelompok Kultural
Etnografers pada umumnya meneliti suatu unsur budaya yang secara bersama-sama dimiliki sekelompok individu pada sebuah lapangan penelitian (seperti guru-guru bahasa Inggris SD di sebuah kecamatan, siswa sebuah kelas, sekelompok mahasiswa yang sedang melaksanakan PPL). Dengan demikian, partisipan yang diteliti biasanya terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh satu atau lebih unsur kebudayaan. Meskipun demikian, etnografi—khususnya studi kasus—bisa juga diterapkan kepada seorang individu (seperti seorang kepala sekolah, seorang penterjemah profesional, dan lain-lain).
3. Kepemilikan Bersama atas Pola-Pola Tingkah laku, Keyakinan, dan Bahasa
Etnografer bertujuan menemukan pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa yang dimiliki/diadopsi secara bersama-sama oleh sekelompok individu dalam kurun waktu tertentu. Yang dimaksud dengan tingkah laku dalam etnografi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dalam sebuah latar kultural. Sedangkan keyakinan berhubungan dengan bagaimana individu berpikir ataumemahami sesuatu dalam sebuah latar kultural. Bahasa dalam etnogafi merujuk pada bagaimana individu berbicara dengan orang lain dalam sebuah latar kultural. Tujuan untuk menemukan pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa yang dimiliki bersama ini mengimplikasikan dua poin penting. Pertama, kelompok yang diteliti harus memiliki/menganut pola-pola bersama yang dapat dideteksi oleh peneliti. Kedua, setiap anggota kelompok yang diteliti sama-sama mengadopsi setiap tingkah laku, keyakinan, dan bahasa maupun kombinasi ketiga unsur itu.
4. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dalam konteks etnografi berarti peneliti menjaring data di lokasi tempat partisipan dan pola-pola kultural yang diteliti berada. Etnografer menjaring data dengan cara tinggal bersama dengan para partisipan untuk mengamati bagaimana mereka pola-pola yang mereka gunakan ketika bekerja, bersantai, beribadah, dan lain-lain. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, peneliti bisa turut serta bekerja, bermain, atau beribadah dengan para partisipan. Bukan tidak mungkin seorang etnografer yang sedang meneliti sistem pernikahan di sebuah komunitas juga menikahi salah seorang partisipan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam.
Data-data yang dijaring etnografer dibedakan ke dalam tiga jenis: data emik, data etik, dan data negosiasi. Data emik merupakan informasi yang diberikan langsung oleh para partisipan. Data ini sering disebut sebagai konsep-konsep tingkat pertama, yang berbentuk bahasa lokal, pemikiran-pemikiran, cara-cara berekspresi yang dimiliki/digunakan secara bersama-sama oleh para partisipan. Data etik merupakan informasi berbentuk interpretasi peneliti yang dibuat sesuai dengan perspektif para partisipan. Data ini sering disebut sebagai konsep-konsep tingkat kedua, yaitu ungkapan-ungkapan atau terminologi yang dibuat peneliti untuk menyatakan fenomena yang sama dengan yang diungkapkan para partisipan. Data negoisasi merupakan informasi yang disetujui bersama oleh para partisipan dan peneliti untuk digunakan dalam penelitian. Negoisasi dapat terjadi dalam tahapan yang berbeda-beda selama pelaksanaan penelitian. Di awal penelitian, misalnya, para partisipan dan peneliti meyepakati bidang-bidang apa saja yang akan digali oleh peneliti, bagaimana memperlakukan setiap individu di lapangan penelitian, dan lain sebagainya, dan sebagainya. Pada saat penelitian berlangsung, peneliti dapat mengklaifikasi makna, penggunaan,dan ruang lingkup sebuah ungkapan.
5. Deskripsi, Tema-Tema, dan Interpretasi
Tujuan penelitian etnografi adalah menggambarkan dan menganalisis budaya yang dimiliki bersama oleh sekelompok individu serta membuat interpretasi tentang pola-pola yang terlihat maupun didengar. Sewaktu mengumpulkan data, etnografer pada hakikatnya sudah mulai mengerjakan penelitiannya karena pada saat itu dia telah melakukan analisis data untuk mendeskripsikan para partisipan dan lapangan tempat budaya yang dimiliki bersama itu berada. Pada saat yang sama peneliti juga secara simultan menganalisis pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa serta menarik kesimpulan tentang makna yang diperoleh dari pengamatan terhadap partisipan dan lapangan penelitia.
Dalam etnografi deskripsi diartikan sebagai uraian terperinci tentang individu-individu atau lapangan penelitian yang digunakan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi pada kelompok yang diteliti. Deskripsi tersebut harus terperinci dan menyeluruh. Deskripsi harus mampu menggugah seluruh indera pembaca sehingga mereka merasa seolah-olah hadir di lapangan penelitian dan berinteraksi dengan para partisipan.
Perbedaan antara deskripsi dan tema kadang kadang sulit dibuat. Yang dapat dijadikan untuk menentukan tema adalah bahwa tema dihasilkan dari interpretasi atas fakta-fakta tentang orang dan aktivitas. Fungsi tema adalah untuk membuat informasi atau fakta bermakna. Dalam etnografi, tema-tema yang dihasilkan selalu mengungkapkan pola-pola tingkah laku, pikiran, atau bahasa yang dimiliki secara bersama-sama oleh para partisipan.
6. Konteks atau Latar
Dalam etnografi, konteks berarti latar, situasi, atau lingkungan yang menaungi kelompok individu yang diteliti. Konteks ini dibentuk oleh berbagai unsur yang saling berhubungan, seperti sejarah, agama, politik, ekonomi, dan lingkungan sekitar. Konteks bisa berbentuk sebuah lokasi fisik (seperti wilayah sebuah desa, gedung-gedung sebuah sekolah, warna tembok sebuah ruangan kelas, dan sebagainya), konteks historis para individu dalam kelompok dimaksud (seperti pengalaman sekelompok prajurit selama menjalani latihan perang di sebuah hutan), kondisi sosial (seperti mobilitas perpindahan antar provinsi, status profesionalisme, dan lain sebagaimya, atau kondisi ekonomi (seperti tingkatan penghasilan atau sistem distribusi penghasilan yang tidak dapat merubah nasib kaum miskin.
7. Refleksivitas Peneliti
Dalam etnografi, refleksivitas merujuk pada kesadaran dan keterbukaan peneliti untuk membahas bagaimana dia dapat menjalankan perannya sambil tetap menghargai dan menghormati lapangan dan para partisipan. Karena penelitian etnografi menuntut peneliti tinggal dalam jangka waktu yang relatif lama di lapangan, peneliti harus memikirkan dampaknya terhadap lapangan dan para partisipan. Itulah sebabnya mengapa peneliti harus bernegoisasi dengan orang-orang penting di lapangan ketika akan memasuki lapangan itu. Dalam penulisan laporan, peneliti juga menyadari bahwa interpretasi yang dibuatnya dipengaruhi oleh latar belakang budayanya sendiri sehingga interpretasi dan kesimpulannya bersifat tentatif sehingga tetap terbuka untuk didiskusikan kembali. Oleh karena itu, dalam laporan itu peneliti perlu menunjukkan posisi dan sudut pandang yang digunakannya dalam menginterpretasi. Sebagai contoh, seorang etnografer yang meneliti majalah-majalah remaja untuk mempelajari perkembagan identitas remaja-remaja wanita menyatakan posisinya sebagai berikut: “Saya tidak mau dipandang sebagai guru atau orang yang memiliki otoritas, … Mereka mempercayai saya dan kami menegoisasikan sejenis hubungan yang menunjukkan kesenjangan antara pola identitas mereka dengan wanita dewasa (Creswell, 2008: 480).
Langkah-langkah Etnografer
Sebagai sebuah model, tentu saja etnografi memiliki karakteristik dan langkah-langkah tersendiri. Langkah yang dimaksud sebagai berikut:
1. Menetapkan informan.
Ada lima syarat minimal untuk memilih informan, yaitu:
(a) enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik,
(b) keterlibatan langsung
(c) suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basabasi,
(d) memiliki waktu yang cukup
(e) non-analitis.
Tentu saja, lima syarat ini merupakan idealisme, sehingga kalau peneliti kebetulan hanya mampu memenuhi dua sampai tiga syarat pun juga sah-sah saja. Apalagi, ketika memasuki lapangan, peneliti juga masih menduga-duga siapa yang pantas menjadi informan yang tepat sesuai penelitiannya.
2. Melakukan wawancara kepada informan.
Sebaiknya dilakukan dengan wawancara yang penuh persahabatan. Pada saat awal wawancara perlu menginformasikan tujuan, penjelasan etnografis (meliputi perekaman, model wawancara, waktu dan dalam suasana bahasa asli), penjelasan pertanyaan (meliputi pertanyaan deskriptif, struktural, dan kontras). Wawancara hendaknya jangan sampai menimbulkan kecurigaan yang berarti pada informan.
3. Membuat catatan etnografis.
Catatan dapat berupa laporan ringkas, laporan yang diperluas, jurnal lapangan, dan perlu diberikan analisis atau interpretasi. Catatan ini juga sangat fleksibel, tidak harus menggunakan kertas ini itu atau buku ini itu, melainkan cukup sederhana saja. Yang penting, peneliti bisa mencatat jelas tentang identitas informan.
4. Mengajukan pertanyaan deskriptif
Pertanyaan ini digunakan untuk merefleksikan setempat. Pada saat mengajukan pertanyaan, bisa dimulai dari keprihatinan, penjajagan, kerja sama, dan partispasi. Penjajagan bisa dilakukan dengan prinsip: membuat penjelasan berulang, menegaskan kembali yang dikatakan informan, dan jangan mencari makna melainkan kegunaannya.
5. Melakukan analisis wawancara etnografis.
Analisis dikaitkan dengan simbol dan makna yang disampaikan informan. Tugas peneliti adalah memberi sandi simbol-simbol budaya serta mengidentifikasikan aturan-aturan penyandian dan mendasar.
6. Membuat analisis domain.
Peneliti membuat istilah pencakup dari apa yang dinyatakan informan. Istilah tersebut seharusnya memiliki hubungan semantis yang jelas. Contoh domain, cara-cara untuk melakukan pendekatan yang berasal dari pertanyaan: “apa saja cara untuk melakukan pendekatan”.
7. Mengajukan pertanyaan struktural.
Yakni, pertanyaan untuk melengkapi pertanyaan deskriptif. Misalkan, orang tuli menggunakan beberapa cara berkomunikasi, apa saja itu?
8. Membuat analisis taksonomik.
Taksonomi adalah upaya pemfokusan pertanyaan yang telah diajukan. Ada lima langkah penting membuat taksonomi, yaitu:
(a) pilih sebuah domain analisis taksonomi, misalkan jenis penghuni penjara (tukang peluru, tukang sapu, pemabuk, petugas elevator dll.),
(b) identifikasi kerangka substitusi yang tepat untuk analisis,
(c) cari subset di antara beberapa istilah tercakup, misalkan kepala tukang kunci: tukang kunci,
(d) cari domain yang lebih besar,
(e) buatlah taksonomi sementara.
9. Mengajukan pertanyaan kontras.
Kita bisa mengajukan pertanyaan yang kontras untuk mencari makna yang berbeda, seperti wanita, gadis, perempuan, orang dewasa, simpanan, dan sebagainya.
10. Membuat analisis komponen.
Analisis komponen sebaiknya dilakukan ketika dan setelah di lapangan. Hal ini untuk menghindari manakala ada hal-hal yang masih perlu ditambah, segera dilakukan wawancara ulang kepada informan.
11. Menemukan tema-tema budaya.
Penentuan tema budaya ini boleh dikatakan merupakan puncak analisis etnografi. Keberhasilan seorang peneltii dalam menciptakan tema budaya, berarti keberhasilan dalam penelitian. Tentu saja, akan lebih baik justru peneliti mampu mengungkap tema-tema yang orisinal, dan bukan tema-tema yang telah banyak dikemukakan peneliti sebelumnya.
12. Menulis etnografi.
Menulis etnografi sebaiknya dilakukan secara deskriftif, dengan bahasa yang cair dan lancar. Jika kemungkinan harus berceritera tentang suatu fenomena, sebaliknya dilukiskan yang enak dan tidak membosankan pembaca. Penentuan informan kunci juga penting dalam penelitian etnografi. Informan kunci dapat ditentukan menurut konsep Benard (1994:166) yaitu orang yang dapat berceritera secara mudah, paham terhadap informasi yang dibutuhkan, dan dengan gembira memberikan informasi kepada peneliti.
Informan kunci adalah orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan terhormat dan berpengetahuan dalam langkah awal penelitian. Orang semacam ini sangat dibutuhkan bagi peneliti etnografi. Orang tersebut diperlukan untuk membukan jalan (gate keeper) peneliti berhubungan dengan responden, dapat juga berfungsi sebagai pemberi ijin, pemberi data, penyebar ide, dan perantara. Bahkan akan lebih baik apabila informan kunci mau memperkenalkan peneliti kepada responden agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Bagi peneliti memang tidak mudah menentukan informan kunci. Karena itu, berbagai hal perlu dipertimbangkan agar jendela dan pintu masuk peneliti semakin terbuka dan peneliti mudah dipercaya oleli responden. Pertimbangan yang harus dilakukan dalam menentukan informan kunci, antara lain:
(a) orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi tentang masalah yang diteliti; (b) usia telah dewasa;
(c) sehat jasmani rohani;
(d) bersikap netral, tidak memiliki kepentingan pribadi; dan
(e) berpengetahuan luas.
Pada saat etnografer ke lapangan, mengambil data, mereka akan mendengarkan dan mengamati langsung maupun berperan serta, lalu mengambil keksimpulan. Setiap langkah pengambilan data akan disertai pengambilan kesimpulan sementara. Pemilihan informan kunci ada strategi khusus, antara lain dapat melalui empat macam cara, sebagai berikut:
(a) secara insidental, artinya peneliti menemui seseorang yang sama sekali belum diketahui pada salah satu wilayah penelitian. Tentu cara semacam ini kurang begitu menguntungkan, tetapi tetap strategis dilakukan. Peneliti bisa menyamar sebagai pembeli atau penjual tertentu ke suatu wilayah. Yang penting, sikap dan perilaku peneliti tidak menimbulkan kecurigaan;
(b) menggunakan modal orang-orang yang telah dikenal sebelumnya. Peneliti berusaha menghubungi beberapa orang, mungkin melalui orang terdekat. Cara ini dipandang lebih efektif, karena peneliti bisa mengemukakan maksudnya lebih leluasa. Melalui orang dekat tersebut, peneliti bisa meyakinkan bahwa penelitiannya akan dihargai.
(c) sistem quota, artinya innforman kunci telah dirumuskan kriterianya, misalkan ketua organisasi, ketua RT, dukun dan sebagainya.
(d) secara snowball, artinya informan kunci dimulai dengan jumlah kecil (satu orang), kemudian atas rekomendasi orang tersebut, informan kunci menjajdi semakin besar sampai jumlah tertentu. Informan akan berkembang terus, sampai memperoleh data jenuh. Dari cara-cara tersebut, peneliti dapat memilih salah satu yang paling cocok. Pemilihan didasarkan pada aspek kemudahan peneliti memasuki setting dan pengumpulan data. Jika cara yang telah ditempuh gagal, peneliti boleh juga menggunakan cara yang lain sampai diperoleh data yang mantap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!