atau klik download link:
LAPORAN PREKLINIK
Asuhan Keperawatan diabetes melitus
Pada Tn S Ruang hcu RS M. Djamil Padang
Nama: Cicilia Anita
BP : 0910321001
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2010
A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT
1. Defenisi
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
2. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association 2005 (ADA 2005) klasifikasi diabetes melitus, yaitu :
a. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
1) Melalui proses imunologik
Bentuk diabetes ini merupakan diabetes tergantung insulin, biasanya disebut sebagai juvenile onset diabetes. Hal ini disebabkan karena adanya destruksi sel beta pankreas karena autoimun. Kerusakan sel beta pankreas bervariasi, kadang-kadang cepat pada suatu individu dan kadang-kadang lambat pada individu yang lain. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah terjadi ketoasidosis. Pada diabetes tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali.
Sebagai marker terjadinya destruksi sel beta pankreas adalah autoantibodi sel pulau langerhans dan atau aoutoantibodi insulin dan autoantibodi asam glutamate dekarboksilase sekitar 85-90 % terdeteksi pada diabet tipe ini. Diabetes melitus autoimun ini terjadi akibat pengaruh genetik dan faktor lingkungan.
Sebagai marker terjadinya destruksi sel beta pankreas adalah autoantibodi sel pulau langerhans dan atau aoutoantibodi insulin dan autoantibodi asam glutamate dekarboksilase sekitar 85-90 % terdeteksi pada diabet tipe ini. Diabetes melitus autoimun ini terjadi akibat pengaruh genetik dan faktor lingkungan.
2) Idiopatik
Terdapat beberapa diabetes tipe 1 yang etiologinya tidak diketahui. Hanya beberapa pasien yang diketahui mengalami insulinopenia dan cenderung untuk terjadinya ketoasidosis tetapi bukan dikarenakan autoimun. Diabetes tipe ini biasanya dialami oleh individu asal afrika dan asia.
b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Melitus
(bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
Pada penderita Diabet Mellitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glikosa masuk kedalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin ( reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah ) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin.
Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Onset diabetes mellitus tipe ini perlahan lahan karena itu gejalanya tidak terlihat ( asimtomatik ). Adanya resistensi yang terjadi perlahan lahan akan mengakibatkan pula kesensitifan akan glukosa perlahan-lahan berkurang. Oleh karena itu, diabetes tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi. Komplikasi yang terjadi karena ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat antibiotik oral.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
1) Defek genetik fungsi sel beta :
o Kromosom 12, HNF-1α
o Kromosom 7, glukokinase
o Kromosom 20,HNF-4 α
o Kromosom 13, insulin promoter factor
o Kromosom `17, HNF-1β
o Kromosom 2, Neuro D1
o DNA Mitokondria
2) Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A, leprechaunism, Sindrom Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik
3) Penyakit Eksokrin Pankreas (suatu kelenjar yang mengeluarkan hasil produksinya melalui pembuluh), yaitu :
o Pankreatitis (radang pada pankreas)
o Trauma/pankreatektomi (pankreas telah diangkat)
o Neoplasma
o Fibrosis kistik
o Hemokromatosis
o Pankreatopati
o Fibro kalkulus (adanya jaringan ikat dan batu pada pankreas)
4) Endokrinopati :
o Akromegali (terlampau banyak hormon pertumbuhan)
o Sindrom cushing (terlampau banyak produksi kortikosteroid dalam tubuh)
o Feokromositma (tumor anbak ginjal)
o Hipertiroidisme
o Somasostatinoma
o Aldostreroma
5) Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa
6) Infeksi : Rubella Kongenital
7) Sebab imunologi yang jarang : antibodi, antiiinsulin (tubuh menhasilkan zat anti terhadap insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja memasukkan glugosa ke dalam sel)
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolfram’s.
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolfram’s.
d. Diabete Melitus Gestasional
Pada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara selama masa kehamilan. Artinya kondisi intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada semester kedua dan ketiga. Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (sekitar waktu melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk menderita penyakit DM yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. Diabetes tipe ini merupakan intoleransi karbohidrat akibat terjadinya hiperglikemia dengan berbagai keparahan dengan serangan atau pengenalan awal selama masa kehamilan.
Pada wanita hamil, jumlah hormon estrogen yang dimiliki lebih banyak daripada wanita normal karena plasenta juga menghasilkan estrogen yang bekerja secara simpatis sehingga secara tidak langsung menghambat pengeluaran insulin, mengakibatkan aktivasi glukagon untuk memecah glikogen yang menyebabakan kadar gula darah pada wanita hamil meningkat.
3. Etiologi
Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
a. Faktor genetic
Riwayat keluarga dengan diabetes :
Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.
b. Faktor non genetic
1) Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus.
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus.
2) Nutrisi
o Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
o Malnutrisi protein
o Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
3) Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
4) Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat
4. Patofisiologi Diabetes Melitus (Brunner & Suddarth, 2002)
a. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
b. Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
c. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.
5. Manifestasi Klinik
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f. Impoteni pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati visceral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut.
Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
o Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
o Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
o Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
c. Tes toleransi glukosa
Cara pemeriksaan TTGO (WHO, 1985) adalah:
o Tiga hari sebelum pemerksaan pasien makan seperti biasa.
o Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
o Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
o Perikasa glukosa darah puasa.
o Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit.
o Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
o Selama pemeriksaan, pasien yang diperisa tetap istirahat dan tidak merokok.
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaaan TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang alain atau TTGO yang abnormal.
7. Penatalaksanaan
Pengobatan diabetes melitus pada setiap tipe bertujuan untuk mempertahankan kadar gula darah dalam rentang normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
a. EDUKASI
o Pendekatan tim (perawat edukator diabetes, dokter, ahli gizi, podiatris, psikiatris dan pekerja sosial)
o Komunikasi tim yang baik diperlukan untuk mencegah kebingungan pasien
o Salah satu metode edukasi tim: Burger
o Materi Edukasi:
- Pengetahuan tentang patofisiologi DM
- Komplikasi dan pencegahan komplikasi
- Diet
- Olah raga
- OHO dan insulin (termasuk cara penyuntikan insulin)
- Perawatan kaki
- Follow up care
- Penanganan hipo dan hiperglikemi
- PGDM (Pemeriksaan Gula Darah Mandiri)
- Perawatan diri dikala sakit
- Melakukan perjalanan jauh
b. PERENCANAAN MAKAN
Tujuan penatalaksanan diet pada penderita diabetes adalah:
o Memberikan semua unsur makanan esensial (mis. Vitamin dan mineral)
o Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
o Memenuhi kebutuhan energy
o Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
o Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
o Mencegah komplikasi akut dan kronik
o Meningkatkan kualitas hidup
Prinsip dasar diet diabetes (Perencanaan Makan Penderita Diabetes Dengan Sistem Unit, 1997)
o Pemberian kalori sesuai dengan kebutuhan.
Cara sederhana untuk mengetahui kebutuhan dasar adalah sebagai berikut:
Untuk wanita : (Berat Badan Ideal x 25 kalori) ditambah 20 % untuk aktifitas
Untuk pria : (Berat Badan Ideal x 30 kalori) ditambah 20 % untuk aktifitas
o Menghindari konsumsi gula dan makanan yang mengandung gula didalamnya. Sebaiknya juga menghindari konsumsi hidrat arang hasil dari pabrik yang berupa tepung dengan segala produknya. Hidrat arang olahan ini akan lebih cepat diubah menjadi gula di dalam darah.
o Mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari. Tubuh penderita diabetes akan lebih mengalami kelebihan lemak darah, kelebihan lemak ini berasal dari gula darah yang tidak terpakai sebagai energi.
o Memperbanyak konsumsi serat dalam makanan. Yang terbaik adalah serat yang larut air seperti pectin (ada dalam buah apel), segala jenis kacang-kacangan dan biji-bijian (asal tidak digoreng!). serat larut air ini terbukti dapat menurunkan kadar gula darah. Semua jenis serat akan memperbaiki pencernaan, mempercepat masa transit usus, serta memperlambat penyerapan gula dan lemak.
Perencanaan makan bagi penderita diabetes sesuai standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%.makanan dengan komposisi KH sampai 70-75% masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid) dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25 gr/hari, diutamakan serat larut. Pemanis buatan yang tidak bergizi, yang aman dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium dan sucralose (PERKENI, 2002). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.
c. LATIHAN JASMANI
Manfaat olah raga bagi pasien DM:
o Meningkatkan kontrol GD
o Menurunkan resiko penyakit KV, jika dilakukan minimal 30 menit,3-4kali/minggu sampai HR mencapai 220-umur/menit
o Menurunkan BB
o Menimbulkan kegembiraan
Sebelum melakukan olah raga, pasien DM:
o Melakukan evaluasi medis
o Diidentifikasi kemungkinan adanya masalah mikro dan makroangiopati yang akan bertambah buruk dengan olah raga
Jenis olah raga:
Rekreasional maupun profesional sport boleh dilakukan oleh pasien DM
o Hindari olah raga dengan kontak tubuh
o Informasi yang perlu disampaikan pada pasien
o Cek gula darah sebelum olah raga, cek apakah butuh tambahan glukosa
o Hindari dehidarasi, minum 500cc
o Diperlukan teman selama berolah raga
o Pakai selalu tanda pengenal sebagai diabetisi
Selalu bawa makanan sumber glukosa cepat:permen, jelly
Selalu bawa makanan sumber glukosa cepat:permen, jelly
o Makan snack sebelum mulai
o Jangan olah raga jika merasa ‘tak enak badan’
o Gunakan alas kaki yang baik
d. INTERVENSI FARMAKOLOGIS
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
Intervensi Farmakologis meliputi:
Intervensi Farmakologis meliputi:
1. OHO (Obat Hipoglikemik Oral)
2. Insulin
Pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya serta meningkatkan respon tubuh terhadap insulin. Obat hipoglikemik oral biasanya diberikan pada penderita diabetes melitus tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup. OHO bisa diberikan satu kali per hari sampai tiga kali per hari. Jika OHO tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik perlu diberikan suntikan insulin.
Terapi insulin diberikan karena pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin dapat dilakukan melalui suntikan subkutan didaerah lengan, paha dan dinding perut. Insulin berdasarkan kecepatan dan lama kerja dibedakan menjadi tiga :
o Insulin kerja cepat.
Insulin kerja cepat contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dengan menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2 jam sampai 4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani terapi insulin setiap hari dan disutikkan 20 menit sampai 30 menit sebelum makan.
o Insulin kerja sedang.
Insulin kerja sedang contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan, yang bekerja dalam waktu 1 jam sampai 3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6 jam sampai 10 jam dan bekerja selama 18 jam sampai 26 jam. Insulin kerja sedang bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
o Insulin kerja lambat.
Insulin kerja lambat contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efek dari insulin kerja lambat setelah 6 jam dan bekerja selama 28 jam sampai 36 jam.
8. komplikasi
Komplikasi Diabetes Melitus dapat dibagi 2
a. Komplikasi metabolik akut
Komplikasi metabolik diabetes merupakan akibat perubahan yang relatif akut dari kadar glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius adalah ketoadosis diabetik. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipognesis, peningkatan liposis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetosetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal.
b. Komplikasi vaskular jangka panjang
Yang termasuk komplikasi vaskular jangka panjang adalah:
o Nefropati Diabetik
Keluhan yang tersering adalah rasa kesemutan, rasa lemah dan baal. Manifertasi lain dari nenropati diabetik adalah adanya hiportensi aotostatik serta gangguan pengeluaran keringat. Terkadang dapat pula terjadi inkontinensia fekal dan urin
o Retinopati Diabetik
Manifestasi diri metinupati berupa mikronenrisma dari areriola retina. Akibatnya terjadi perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan pant retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Selain itu katarak pada pasien diabetes melitus dapat terjadi lebih dini.
o Nefrotika Diabetik
Pasien dengan nefrotik diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak nafas akibat penimbungan cairan. Menifertasi dini dari nefrotik diabetik juga berupa hipertensi dan proteinia.
o Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah terjadinya kekurangan glukosa dalam tubuh sehingga kan menimbulkan gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan atau mungkin kematian apabila berkepanjangan. Hipoglikemia pada pasien Diabetes Melitus kadang dihubungkan dengan gangguan pengguanaan obat-obatan sulfonslurea dan insulin. Hipomerupakan salah satu komplikasi Diabetes Melitus yang sering terjadi.
Hipoglikemia adalah terjadinya kekurangan glukosa dalam tubuh sehingga kan menimbulkan gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan atau mungkin kematian apabila berkepanjangan. Hipoglikemia pada pasien Diabetes Melitus kadang dihubungkan dengan gangguan pengguanaan obat-obatan sulfonslurea dan insulin. Hipomerupakan salah satu komplikasi Diabetes Melitus yang sering terjadi.
B. LAPORAN KASUS
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
· Pasien (diisi lengkap)
Nama :Ny Y
Umur :50 tahun
Jenis Kelamin :perempuan
Agama :islam
Pekerjaan :PNS
Tgl Masuk RS :16 November 2010 (16.15 WIB)
Tanggal pengkajian:18 November 2010 (11.35 WIB)
a. Riwayat kesehatan
· Riwayat kesehatan sekarang
(riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit)
Pasien merasa nyeri dikaki yang luka karena terinjak kaca dan belum sembuh-sembuh. Selain itu adanya rasa kesemutan di kaki dan rasa raba yang menurun.
· Riwayat kesehatan yang lalu
(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)
Pasien sudah menderita DM semenjak 26 tahun yang lalu. Pada awalnya pasien mengalami obesitas dan semenjak menderita DM, berat badan pasien menurun.
· Riwayat kesehatan keluarga
(adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak)
Keluarga pasien tidak ada riwayat penyakit DM.
b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a. Keadaan umum : sedang
b. Kesadaran : compos mentis
Tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (setengah koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
2. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan darah : 140/90 mmHg
b. Nadi : 58x/menit
c. Suhu : 370 C
d. Pernapasan : 25x/menit
3. Pemeriksaan kulit dan rambut
Kulit agak pucat dan berkeringat, rambut agak kasar dan tegang.
4. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala
Simetris, tidak ada oedema, tidak ada lesi.
b. Mata
Simetris, konjungtiva anemis, kadang-kadang mata perih dan agak kabur.
c. Hidung
Simetris, tidak ada sumbatan atau secret, tidak ada polip, fungsi pemciuman normal.
d. Telinga
Simetris, tidak ada sumbatan, tidak ada lesi, kadang-kadang telinga berdenging.
e. Mulut
Mukosa bibir kering dan pucat, gusi mudah bengkak dan berdarah.
f. Leher
Simetris, palpasi vena jugularis (-), tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
5. Pemeriksaan dada
a. Paru-paru
Inspeksi : dada simetris, tidak ada benjolan, tidak ada lesi
Palpasi : taktil fremitus kanan=kiri, tidak teraba benjolan/massa
Perkusi : suara paru sonor (normal)
Auskultasi: tidak ada ronkhi dan wheezing
Suara napas:
1. Suara napas dasar/normal
Vesikuler
Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps.
Bronkovesikuler
Kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gaps
Bronkial
Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/ silent gaps.
Trakeal
Tracheal adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati glottis, lokasi di atas trachea. Inspirasi = ekspirasi.
2. Suara napas tambahan/abnormal
Rales (crekles)
Adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas yang penuh eksudat, biasanya terdengar saat inspirasi, tidak hilang saat dibatukkan, terjadi pada pneumonia, TBC.
Ronchi
Adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas yang penuh cairan / mukus, terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi.
Ronki dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara terputus- putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus.
Wheezing
Adalah bunyi “ngiik. . .” terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi karena penyempitan bronkus eksudat yang lengket pada pasien asma dan bronkitis.
Pleara Friction Rub
Adalah suara kering yang terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi pada peradangan pleura.
b. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpalsi : iktus cordis teraba di SIC V LMCS
Perkusi : batas-batas jantung normal
Batas normal jantung yaitu:
Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II LSB, kanan bawah: SIC IV RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS
Auskultasi :tidak ada murmur, bising (-)
6. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : perut tidak membuncit
Palpasi : hati tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, lien tidak teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : frekuensi bising usus 8x/menit (N=8-12x/menit)
7. Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas atas : tidak ada edema maupun sianosis
Ekstremitas bawah : terdapat luka ditelapak kaki kanan dan bernanah
c. Pola fungsional Gordon
1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat
Pasien kurang mengetahui tentang dampak gangren kaki diabetuk dan bagaimana cara perawatan lukanya sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama.
2. Pola nutrisi – metabolik
Nafsu makan pasien tidak berkurang, malah pasien sering merasa lapar dan haus. Untuk mengatasi rasa laparnya, pasien memakan apa saja yang dibawakan keluarganya. Biasanya setelah makan nasi, pasien akan makan buah.
3. Pola eliminasi
Pasien lebih sering BAK dab BAB tidak mengalami gangguan.
4. Pola aktivitas – latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan pasien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal dan mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur pasien terganggu karena adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai.
6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori
Penglihatan dan pendengaran pasien normal. Pasien juga masih bisa mengenali keadaan disekitar. Pasien mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
7. Pola persepsi-konsep diri
Pasien merasa cemas melihat lukanya yang memburuk dan sukar sembuh. Selain itu, pasien juga cemas karena terlalu lama dirawat di rumah sakit sehingga semakin banyaknya biaya perawatan dan pengobatan.
8. Pola peran dan hubungan
Pasien malu jika orang melihat lukanya sehingga pasien berusaha menarik diri.
9. Pola seksual – reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10. Pola koping dan toleransi stress
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan pasien mudah tersinggung dan cepat marah.namun Anak-anak dan keluarganya juga selalu ada disana untuk mrnghiburnya.
11. Pola nilai dan keyakinan
Pasien beragama islam. Selama sakit pasien sulit untuk beribadah karena luka di kaki dan terasa nyeri.
2. Rencana Asuhan Keperawatan (NANDA, NOC, NOC)
NANDA 1
Diagnosa: impaired comfort / gangguan rasa nyaman (nyeri) p. 352
Defenisi: merasakan kurang, bantuan, dan kelebihan fisik, psikospiritual, lingkungan dan dimensi social.
Batasan karakteristik:
· Gejala penyakit yang berhubungan
· Gangguan pola tidur
· Melaporkan ketidaknyamanan
· Melaporkan gelisah
Data objektif:
· Pasien berkeringat dingin
· Gelisah
· Meringis
Data subjektif:
· Pasien mengatakan nyeri di kakinya
· Pasien mengatakan sulit tidur
NOC 1
Comfort level (tingkat kenyamanan) p. 173
Indicator:
§ Melaporkan kecewa dengan control gejala
§ Melaporkan kecewa dengan control nyeri
§ Menyatakan kecewa dengan tingkat kenyamanan
NIC 1
Pain management (Manajemen nyeri) p. 412
Aktivitas:
o Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
o Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
o Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
o Kaji budaya yang mempengaruhi respion nyeri
o Determinasi akibat nyeri terhadap kualitas hidup
o Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
o Control ruangan yang dapat mempengaruhi nyeri
o Kurangi factor presipitasi nyeri
o Pilih dan lakukan penanganan nyeri
o Ajarkan pasien untuk memonitor nyeri
o Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
o Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
o Evaluasi keefektifan control nyeri
o Tingkatkan istirahat
o Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
o Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
NANDA 2
Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh p.73
Defenisi :asupan gizi yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
Batasan karakteristik:
· Berat badan 20 % atau lebih dibawah ideal
· Melaporkan intake makanan yang kurang dari RDA
· Tidak nafsu makan
Data objektif:
· Adanya kelemahan umum
· Tidak menghabiskan makanan yang diberikan
· Mukosa bibir kering dan pucat
· Berat badan menurun
Data subjektif:
· Pasien mengatakan tidak nafsu makan
NOC 2
Status nutrisi
Indikator:
§ Pemasukan nutrisi yang adekuat
§ Pasien mampu menghabiskan diet DM yang dihidangkan
§ Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
§ Nilai laboratorim, protein total 8-8 gr%, Albumin 3.5-5.4 gr%, Globulin 1.8-3.6 gr%, HB tidak kurang dari 10 gr %
§ Membran mukosa dan konjungtiva tidak pucat
§ Menunjukkan tingkat energi biasa
§ Mendemontrasikan BB normal dengan nilai laboratorium terutama glokosa normal Gula darah puasa < 120 mg%, post prandial < 140 mg%
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!