http://www.ziddu.com/download/16477913/infusdantransfusidarah.docx.html
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMASANGAN INFUS
1. KONSEP TEORI
a) Pengertian
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan ke dalam kompartemen intravaskuler. Terapi intravena dilakukan berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia, riwayat kesehatan dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi intravena dibutuhkan dan diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus mengidentifikasi larutan yang benar, peralatan dan prosedur yang dibutuhkan serta mengatur dan mempertahankan system (Maria Susiati,2008)
b) Anatomi
· Permukaan dorsal tangan
- Vena Sevalika
- Vena supervisial dorsalis
- Ramus Vena Dorsalis
- Vena Basilika
· Pemukaan lengan bagian dalam
- Vena Basilika
- Vena Sevalika
- Vena kubital median
- Vena Median lengan bawah
- Vena radialis
· Permukaan Dorsal kaki
- Vena Savenamagna
- Fleksus Dorsalis
- Ramus Dorsalis
(Potter & Perry.2006)
· Sifat pembuluh darah
Pembuluh darah dapat diibaratkan sebagai selang yang bersifat elastis, yaitu diameternya dapat membesar atau mengecil. Sifat elastis ini sangat bermanfaat untuk mempertahankan tekanan darah yang stabil. Sebagai contoh, apabila tekanan di dalam pembuluh darah meningkat, maka diamater pembuluh darah akan melebar sebagai bentuk adaptasi untuk menurunkan tekanan yang berlebih agar menjadi normal. Bila pembuluh darah mengalami kekakuan maka ia menjadi kurang fleksibel sehingga tidak dapat mengantisipasi terhadap kenaikan/penurunan tekanan darah.
Elastisitas pembuluh darah tidak tetap, pembuluh darah akan menjadi kaku seiring bertambahnya usia (misal oleh karena terjadi pengapuran pada dindingnya) oleh karena itu tekanan darah pada orang lanjut usia cenderung sedikit lebih tinggi dari pada orang muda,. Penyebab lain dari kekakuan pembuluh darah adalah karena adanya tumpukan kolesterol pada dinding sebelah dalam pembuluh darah, kolesterol juga menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pembuluh darah yang kaku akan menyebabkan hipertensi (penyakit darah tinggi), walau sebenarnya tidak semua penyakit darah tinggi disebabkan karena kekakuan pembuluh darah. Apabila pembuluh darah menjadi kaku dan disertai penyempitan pada sebagian besar pembuluh darah dalam tubuh seseorang, maka tekanan darahnya dapat menjadi sangat tinggi (hipertensi berat) (UNICORE,2010).
2. TUJUAN
· Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral.
· Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit.
· Memperbaiki keseimbangan asam basa.
· Memberikan tranfusi darah.
· Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena.
· Membantu pemberian nutrisi parenteral (Erfandi.2008)
3. MANFAAT
· Dapat menggantikan cairan elektrolit tubuh yang hilang
· Dapat menyalurkan obat ke dalam tubuh
4. INDIKASI
· Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam IV.
· Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian obat.
· Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus melalui IV.
· Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral atau intramuskuler
· Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan gangguan cairan dan elektrolit.
· Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan
· Klien yang mendapatkan tranfusi darah
· Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)9.Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
· Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.(Yuda Handaya,2010)
5. KONTRAINDIKASI
· Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau thrombosis
· Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh
· Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis
· Vena yang sklerotik atau bertrombus
· Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
· Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit
· Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu)
· Lengan yang mengalami luka bakar (Asta Qauliyah,2006)
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:
- Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
- Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
- Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
- Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:
• Rasa perih/sakit
• Reaksi alergi
6. PERSIAPAN PERALATAN
1. Larutan yang benar
· Jenis Cairan Infus:
1. Cairan hipotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik.
Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
1.ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
· Na 130 mEq
· K 4 mEq
· Cl 109 mEq
· Ca 3 mEq
· Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
· Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
· Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
· Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
· Mempunyai efek vasodilator
· Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral.
2.KA-EN 1B
Indikasi:
· Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
· Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
· Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
3.KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:
· Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan supan oral terbatas
· Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
· Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
· Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
4.KA-EN MG3
Indikasi :
· Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
· Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
· Mensuplai kalium 20 mEq/L
· Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
5.KA-EN 4A
Indikasi :
· Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
· Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
· Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
· Na 30 mEq/L
· K 0 mEq/L
· Cl 20 mEq/L
· Laktat 10 mEq/L
· Glukosa 40 gr/L
6.KA-EN 4B
Indikasi:
· Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
· Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
· Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
· Na 30 mEq/L
· K 8 mEq/L
· Cl 28 mEq/L
· Laktat 10 mEq/L
· Glukosa 37,5 gr/L
7.Otsu-NS
Indikasi:
· Untuk resusitasi
· Kehilangan Na > Cl, misal diare
· Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
8.Otsu-RL
Indikasi:
· Resusitasi
· Suplai ion bikarbonat
· Asidosis metabolik
9.MARTOS-10
Indikasi:
· Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
· Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
· Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
· Mengandung 400 kcal/L
10.AMIPAREN
Indikasi:
· Stres metabolik berat
· Luka bakar
· Infeksi berat
· Kwasiokor
· Pasca operasi
· Total Parenteral Nutrition
· Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
11.AMINOVEL-600
Indikasi:
· Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
· Penderita GI yang dipuasakan
· Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
· Stres metabolik sedang
· Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
12.PAN-AMIN G
Indikasi:
· Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
· Nutrisi dini pasca operasi
· Tifoid
2. Jarum yang sesuai (abbocath, wing needle/butterfly)
Berikut adalah ukuran jarum yang digunakan dalam pemasangan infuse
1. Nomor 16 : digunakan untuk bedah mayor atau trauma
2. Nomor 18 : digunakan untuk darah dan produk darah,pemberian obat-obat yang kental
3. Nomor 20 : digunakan pada kebanyakan pasien dewasa
4. Nomor 22 : digunakan pada anak-anak dan orang tua
5 Nomor 24 : digunakan pada pasien pediatric dan neonatus
3. Set infuse
4. Selang intravena
5. Alkohol dan swab pembersih yodium—povidon
6. Torniket
7. Sarung tangan sekali pakai
8. Kasa atau balutan trasparan dan larutan atau salep yodium—povidon
9. Plester
10. Handuk/pengalas tangan
11. Tiang penyangga IV
12. Bengkok (tempat pembuangan jarum)
13. Gunting (Potter & Perry.2006)
7. PROSEDUR
1. Baca status dan data klien untuk memastikan program terapi IV.
2. Cek alat-alat yang akan digunakan
3. Cuci tangan
4. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
5. Perkenalkan nama perawat
6. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
7. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
8. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
9. Tanyakan keluhan klien saat ini
10. Jaga privasi klien
11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12. Tinggikan tempat tidur sampai ketingian kerja yang nyaman
13. Letakkan klien dalam posisi semifowler atau supine jika tidak memungkinkan (buat klien senyaman mungkin)
14. Buka kemasan steril dengan meanggunakan tehnik steril
15. Periksa larutan dengan menggunakan lima benar dalam pemberian obat
16. Buka set infus, pertahankan sterilitas kedua ujungnya
17. Letakkan klem yang dapat digeser tepat di bawah ruang drip dan gerakkan klem pada posisi off
18. Lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastik tanpa menyentuh ujung tempat masuknya alat set infuse
19. Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol cairan (untuk kantong, lepaskan penutup protektor dari jarum insersi selang, jangan menyentuh jarumnya, dan tusukkan jarum ke lubang kantong IV. Untuk botol, bersihkan stopper pada botol dengan menggunakan antiseptik dan tusukkan jarum ke karet hitam stopper botol IV.
20. Gantungkan botol infus yang telah dihubungkan dengan set infus pada tempat yang telah disediakan (pertahankan kesterilan set infus)
21. Isi selang infus dengan cairan, pastikan tidak ada udara dalam selang (terlebih dulu lakukan pengisian pada ruang tetesan/the drip chamber). Setelah selang terisi, klem dioffkan dan penutup ujung selang infus ditutup
22. Beri label pada IV dengan nama pasien, obat tambahan, kecepatan pemberian.
23. Pasang perlak kecil/pengalas di bawah lengan/tangan yang akan diinsersi
24. Kenakan sarung tangan sekali pakai
25. Identifikasi aksesibilitas vena untuk pemasangan kateter IV atau jarum
26. Posisikan tangan yang akan diinsersi lebih rendah dari jantung, pasang torniket mengitari lengan, di atas fossa antekubital atau 10-15 cm di atas tempat insersi yang dipilih (jangan memasang torniket terlalu keras untuk menghindari adanya cidera atau memar pada kulit). Pastikan torniket bisa menghambat aliran IV. Periksa nadi distal.
27. Pilih vena yang berdilatasi baik, dimulai dari bagian distal, minta klien untuk mengepal dan membuka tangan (apabila belum menemukan vena yang cocok, lepaskan dulu torniket, dan ulangi lagi setelah beberapa menit).
28. Bersihkan tempat insersi dengan kuat, terkonsentrasi, dengan gerakan sirkuler dari tempat insersi ke daerah luar dengan larutan yodium—povidon, biarkan sampai kering. (klien yang alergi terhadap yodium, gunakan alkohol 70 % selama 30 detik)
29. Lakukan pungsi vena, fiksasi vena dengan menempatkan ibu jari tangan yang tidak memegang alat infus di atas vena dengan cara meregangkan kulit. Lakukan penusukan dengan sudut 20-30°, tusuk perlahan dengan pasti
30. Jika tampak aliran darah balik, mengindikasikan jarum telah masuk vena.
31. Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan tarik jarum sedikit lalu teruskan plastik IV kateter ke dalam vena
32. Stabilkan kateter IV dengan satu tangan dan lepaskan torniket dengan tangan yang lain
33. Tekan dengan jari ujung plastik IV karteter, lalu tarik jarum infus keluar
34. Sambungkan plastic IV kateter dengan ujung selang infus dengan gerakan cepat, jangan menyentuh titik masuk selang infuse
35. Buka klem untuk memulai aliran infus sampai cairan mengalir lancer
36. Fiksasi sambungan kateter infus (apabila sekitar area insersi kotor, bersihkan terlebih dulu)
37. Oleskan dengan salep betadin di atas area penusukan, kemudian tutup dengan kasa steril, pasang plester
38. .Atur tetesan infus sesuai ketentuan
1. MACRO = 1 cc = 20 tts/mnt
々Tetes Infus Macro
tts/mnt = jmlh cairan X 20 / lama infus X 60
々Lama Infus Macro
lama infus = (jmlh cairan X 20) / (tts/mnt X 60)
2. MICRO = 1 cc = 60 tts/mnt
々Tetes Infus Micro
tts/mnt = (jmlh cairan X 60) / (lama Infus X 60)
々Lama Infus Micro
lama infus = (jmlh cairan X 60) / (tts/mnt X 60)
々Tetes Infus Macro
tts/mnt = jmlh cairan X 20 / lama infus X 60
々Lama Infus Macro
lama infus = (jmlh cairan X 20) / (tts/mnt X 60)
2. MICRO = 1 cc = 60 tts/mnt
々Tetes Infus Micro
tts/mnt = (jmlh cairan X 60) / (lama Infus X 60)
々Lama Infus Micro
lama infus = (jmlh cairan X 60) / (tts/mnt X 60)
39. Beri label pada tempat pungsi vena dengan tanggal, ukuran kateter, panjang kateter, dan inisial perawat.
40. Buang sarung tangan dan persediaan yang digunakan
41. .Cuci tangan
42. Berikan reinforcement positif
43. .Buat kontrak pertemuan selanjutnya
44. Akhiri kegiatan dengan baik
45. Observasi klien setiap jam untuk menentukan respon terhadap terapi cairan (jumlah cairan benar sesuai program yang ditetapkan, kecepatan aliran benar, kepatenan vena, tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi)
46. Dokumentasikan di catatan perawatan (tipe cairan, tempat insersi, kecepatanaliran, ukuran dan tipe kateter atau jarum, waktu infus dimulai, respon terhadap cairan IV, jumlah yang diinfuskan, integritas serta kepatenan sistem IV.( Potter & Perry.2006)
8. EVALUASI
Perawat mengevaluasi keefektifan perawatan yang telah diberikan kepada klien yang menderita ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa berdasarkan hasil akhir yang diharapkan. Perhatikan kelancaran infus, dan perhatikian juga respon klien terhadap pemberian tindakan.( Potter & Perry.2006).
9. DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi / respon klien terhadap pemasangan infus, cairan dan tetesan yang diberikan, nomor abocath, vena yang dipasang, dan perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan.( Potter & Perry.2006)
B. TRANSFUSI DARAH
1. KONSEP TEORI
a) Pengertian
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.( A. Harryanto Reksodiputro,1994)
Jenis Transfusi darah
1. Transfusi PRC
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah :
· Kenaikan Hb dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.
· Mengurangi kemungkinan penularan penyakit.
· Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
· Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload berkurang
· Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.
2. Transfusi suspensi trombosit
Tujuan transfusi suspensi trombosit adalah menaikkan kadar trombosit darah. Dosis suspensi trombosit yang diperlukan dapat dihitung kira-kira sebagai berikut : 50 ml suspensi trombosit menaikkan kadar trombosit 7500-10.000/mm pada resipien yang beratnya 50 kg.
Suspensi trombosit diberikan pada penderita trombositopeni bila :1) didapat perdarahan 2)untuk mencegah perdarahan pada keadaan dimana ada erosi yang dapat berdarah bila kadar < 35.000/mm. 3) untuk mencegah perdarahan spontan bila kadar trombosit < 15.000/mm
3. Transfusi dengan suspensi plasma beku (Fresh Frozen Plasma)
Plasma segar yang dibekukan mengandung sebagian besar faktor pembekuan di samping berbagai protein yang terdapat didalamnya; karena itu selain untuk mengganti plasma yang hilang dengan perdarahan dapat dipakai sebagai pengobatan simptomatis kekurangan faktor pembekuan darah.
Fresh Frozen Plasma (PIT) tidak digunakan untuk mengobati kebutuhan faktor VIII dan faktor IX (Hemofilia); untuk ini digunakan plasma Cryoprecipitate.
Pada transfusi dengan FFP biasanya diberikan 48 kantong (175225 ml) tiap 68 jam bergantung kebutuhan.
4. Transfusi dengan darah penuh (Whole Blood)
Transfusi dengan darah penuh diperlukan untuk mengembalikan dan mempertahankan volume darah dalam sirkulasi atau mengatasi renjatan.
b) Anatomi dan Fisiologi
· Sel Darah Merah (SDM) :
Sel Darah Merah Pekat : Diberikan pada kasus kehilangan darah yang tidak terlalu berat, transfusi darah pra operatif atau anemia kronik dimana volume plasmanya normal.
Sel Darah Merah Pekat Cuci : Untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma.Sel Darah Merah Miskin Leukosit : Untuk penderita yang tergantung pada transfusi darah.
Sel Darah Merah Pekat Beku yang Dicuci : Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah yang menetap.
Sel Darah Merah Diradiasi : Untuk penderita transplantasi organ atau sumsum tulang.
Sel Darah Merah Pekat Cuci : Untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma.Sel Darah Merah Miskin Leukosit : Untuk penderita yang tergantung pada transfusi darah.
Sel Darah Merah Pekat Beku yang Dicuci : Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah yang menetap.
Sel Darah Merah Diradiasi : Untuk penderita transplantasi organ atau sumsum tulang.
·
LEUKOSIT/ GRANULOSIT KONSENTRAT : Diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun berat, infeksi yang tidak membaik/ berat yang tidak sembuh dengan pemberian Antibiotik, kualitas Leukosit menurun.
· TROMBOSIT : Diberikan pada penderita yang mengalami gangguan jumlah atau fungsi trombosit.
· PLASMA dan PRODUKSI PLASMA : Untuk mengganti faktor pembekuan, penggantian cairan yang hilang.
Contoh : Plasma Segar Beku untuk prnderita Hemofili.Krio Presipitat untuk penderita Hemofili dan Von Willebrand.
MACAM-MACAM KOMPONEN DARAH
1. Darah lengkap (whole blood)
Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Infuskan selama 2 sampai 3 jam, maksimum 4 jam/unit. Dosis pada pediatrik rata-rata 20 ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi. Bisanya tersedia dalam volume 400-500 ml dengan masa hidup 21 hari. Hindari memberikan tranfusi saat klien tidak dapat menoleransi masalah sirkulasi. Hangatkan darah jika akan diberikan dalam jumlah besar.
Indikasi:
a) Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar
b) Klien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25 persen dari volume darah total
Indikasi:
a) Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar
b) Klien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25 persen dari volume darah total
2. Packed Red Blood cells (RBCs)
Komponen ini mengandung sel darah merah, SDP, dan trombosit karena sebagian plasma telah dihilangkan (80 %). Tersedia volume 250 ml. Diberikan selama 2 sampai 4 jam, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui. Hindari menggunakan komponen ini untuk anemia yang mendapat terapi nutrisi dan obat. Masa hidup komponen ini 21 hari.
Indikasi :
a) Pasien dengan kadar Hb rendah
b) Pasien anemia karena kehilangan darah saat pembedahan
c) Pasien dengan massa sel darah merah rendah
3. White Blood Cells (WBC atau leukosit)
Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti RBCs, plasma dihilangkan 80 % , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu diketahui golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi, berikan tranfusi dan disambung dengan antibiotik.
Indikasi :
Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan kultur darah positif, demam persisten /38,3° C dan granulositopenia)
4. Leukosit –poor RBCs
Komponen ini sama dengan RBCs, tapi leukosit dihilangkan sampai 95 %, digunakan bila kelebihan plasma dan antibody tidak dibutuhkan. Komponen ini tersedia dalam volume 200 ml, waktu pemberian 1 ½ sampai 4 jam.
Indikasi:
Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)
5. Platelet/trombosit
Komponen ini biasanya digunakan untuk mengobati kelainan perdarahan atau jumlah trombosit yang rendah. Volume bervariasi biasanya 35-50 ml/unit, untuk pemberian biasanya memerlukan beberapa kantong. Komponen ini diberikan secara cepat. Hindari pemberian trombosit jika klien sedang demam.Klien dengan riwayat reaksi tranfusi trombosit, berikan premedikasi antipiretik dan antihistamin. Shelf life umumnya 6 sampai 72 jam tergantung pada kebijakanpusat di mana trombosit tersebut didapatkan. Periksa hitung trombosit pada 1 dan 24 jam setelah pemberian.
Indikasi:
a)Pasien dengan trombositopenia (karena penurunan trombosit, peningkatan pemecahan trombosit
b)Pasien dengan leukemia dan marrow aplasia
6. Fresh Frozen Plasma (FFP)
Komponen ini digunakan untuk memperbaiki dan menjaga volume akibat kehilangan darah akut. Komponen ini mengandung semua faktor pembekuan darah (factor V, VIII, dan IX). Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Shelf life 12 bulan jika dibekukan dan 6 jam jika sudah mencair. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.
Indikasi:
Indikasi:
a)Pencegahan perdarahan postoperasi dan syok
b)Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan
c)Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.
7. Albumin 5 % dan albumin 25 %
Komponen ini terdiri dari plasma protein, digunakan sebagai ekspander darah dan pengganti protein. Komponen ini dapat diberikan melalui piggybag. Volume yang diberikan bervariasi tergantung kebutuhan pasien.Hindarkan untuk mencampur albumin dengan protein hydrolysate dan larutan alkohol.
Indikasi :
a) Pasien yang mengalami syok karena luka bakar, trauma, pembedahan atau infeksi
b) Terapi hyponatremi
b) Terapi hyponatremi
2. TUJUAN
· Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
· Memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap bermanfaat.
· Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah).
· Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
· Meningkatkan oksigenasi jaringan.
· Memperbaiki fungsi Hemostatis.
· Tindakan terapi kasus tertentu.
3. MANFAAT
· Dapat mengetahui golongan darah
· Dapat menambah cairan darah yang hilang di dalam tubuh
· Dapat menyelamatkan jiwa pasien
4.INDIKASI
· Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit kelainan darah).
· Pasien dengan syok hemoragi.
· Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan kultur darah positif, demam persisten /38,3° C dan granulositopenia)
· Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise).
· Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan
· Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan
5.KONTRAINDIKASI
· Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal.
· Pasien yang bertekanan darah rendah.
· Transfusi darah dengan golongan darah yang berbeda.
· Transfusi darah dengan darah yang mengandung penyakit, seperti HIV/AIDS, Hepatitis
B. EFEK TRANFUSI
1. Alergi
a. Penyebab:
1. Alergen di dalam darah yang didonorkan
2. Darah hipersensitif terhadap obat tertentu
b. Gejala:
Anaphilaksis (dingin, bengkak pada wajah, edema laring, pruritus, urtikaria, wheezing), demam, nausea dan vomit, dyspnea, nyeri dada, cardiac arrest, kolaps sirkulasi
c. Intervensi:
1. Lambatkan atau hentikan tranfusi
2. Berikkan normal saline
3. Monitor vital sign dan lakukan RJP jika diperlukan
4. Berikan oksigenasi jika diperlukan
5. Monitor reaksi anafilaksis dan jika diindikasikan berikan epineprin dan kortikosteroid
6. Apabila diresepkan, sebelum pemberian tranfusi berikan diphenhidramin
1. Alergi
a. Penyebab:
1. Alergen di dalam darah yang didonorkan
2. Darah hipersensitif terhadap obat tertentu
b. Gejala:
Anaphilaksis (dingin, bengkak pada wajah, edema laring, pruritus, urtikaria, wheezing), demam, nausea dan vomit, dyspnea, nyeri dada, cardiac arrest, kolaps sirkulasi
c. Intervensi:
1. Lambatkan atau hentikan tranfusi
2. Berikkan normal saline
3. Monitor vital sign dan lakukan RJP jika diperlukan
4. Berikan oksigenasi jika diperlukan
5. Monitor reaksi anafilaksis dan jika diindikasikan berikan epineprin dan kortikosteroid
6. Apabila diresepkan, sebelum pemberian tranfusi berikan diphenhidramin
2. Anafilaksis
a. Penyebab:
Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah membentuk antibodi IgA
b. Gejala:
Tidak ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram abdomen, terjadi dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa milliliter darah atau plasma.
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Lanjutkan pemberian infus normal saline
3. Beritahu dokter dan bank darah
4. Ukur tanda vital tiap 15 menit
5. Berikan ephineprine jika diprogramkan
6. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) jika diperlukan
d. Pencegahan:
Tranfusikan sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan memisahkan plasma dari SDM tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita defesiensi IgA.
a. Penyebab:
Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah membentuk antibodi IgA
b. Gejala:
Tidak ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram abdomen, terjadi dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa milliliter darah atau plasma.
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Lanjutkan pemberian infus normal saline
3. Beritahu dokter dan bank darah
4. Ukur tanda vital tiap 15 menit
5. Berikan ephineprine jika diprogramkan
6. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) jika diperlukan
d. Pencegahan:
Tranfusikan sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan memisahkan plasma dari SDM tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita defesiensi IgA.
3. Sepsis
a. Penyebab:
Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau endotoksin.
b. Gejala:
Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok, syok
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ambil kultur darah pasien
3. Pantau tanda vital setiap 15 menit
4. Berikan antibiotik, cairan IV, vasoreseptor dan steroid sesuai program
d. Pencegahan:
Jaga darah sejak dari donasi sampai pemberian
a. Penyebab:
Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau endotoksin.
b. Gejala:
Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok, syok
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ambil kultur darah pasien
3. Pantau tanda vital setiap 15 menit
4. Berikan antibiotik, cairan IV, vasoreseptor dan steroid sesuai program
d. Pencegahan:
Jaga darah sejak dari donasi sampai pemberian
4. Urtikaria
a. Penyebab:
Alergi terhadap produk yang dapat larut dalam plasma donor
b. Gejala:
Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demam
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ukur vital sign tiap 15 menit
3. Berikan antihistamin sesuai program
4. Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi
d. Pencegahan:
Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian tranfusi
a. Penyebab:
Alergi terhadap produk yang dapat larut dalam plasma donor
b. Gejala:
Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demam
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ukur vital sign tiap 15 menit
3. Berikan antihistamin sesuai program
4. Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi
d. Pencegahan:
Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian tranfusi
5. Kelebihan sirkulasi
a. Penyebab:
Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepat
b. Gejala:
Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat, nadi, tekanan darah dan pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena jugularis meningkat
c. Intervensi:
1. Tinggikan kepala klien
2. Monitor vital sign
3. Perlambat atau hentikan aliran tranfusi sesuai program
4. Berikan morfin, diuretik, dan oksigen sesuai program
d. Pencegahan:
Kecepatan pemberian darah atau komponen darah disesuaikan dengan kondisi klien, berikan komponen SDM bukan darah lengkap, apabila diprogramkan minimalkan pemberian normal saline yang dipergunakan untuk menjaga kepatenan IV
6. Hemolitik
a. Penyebab:
Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor, resipien menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam system ABO
b. Gejala:
Cemas, nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun, dyspnea, mual dan muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan abnormal, oliguria, nyeri punggung, syok, ikterus ringan. Hemolitik akut terjadi bila sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak kompatibel telah diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik lambat dapat terjadi 2 hari ataulebih setelah tranfusi.
c. Intervensi:
1. Monitor tekanan darah dan pantau adanya syok
2. Hentikan tranfusi
3. Lanjutkan infus normal saline
4. Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria
5. Ambil sample darah dan urine
6. Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan darah untuk anemia yang berlanjut
d. Pencegahan:
Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan golongannya dan saat darah diberikan untuk tranfusi (penyebab paling sering karena salah mengidentifikasi).
7. Demam Non-Hemolitik
a. Penyebab:
Antibody anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit yang ditranfusikan.
b. Gejala:
Demam, flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise, sakit kepala
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Lanjutkan pemberian normal saline
3. Berikan antipiretik sesuai program
4. Pantau suhu tiap 4 jam
d. Pencegahan:
Gunakan darah yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi)
8. Hiperkalemia
a. Penyebab:
Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel
b. Gejala:
Serangan dalam beberapa menit, EKG berubah, gelombang T meninggi dan QRS melebar, kelemahan ekstremitas, nyeri abdominal
9. Hipokalemia
a. Penyebab:
Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi dapat dipengaruhi oleh alkalosis respiratorik
b. Gejala:
Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi, poliuria, kelemahan otot, bising usus menurun
10. Hipotermia
a. Penyebab:
Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin diberikan melalui kateter vena sentral.
b. Gejala:
Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Hangatkan pasien dengan selimut
3. Ciptakan lingkungan yang hangat untuk pasien
4. Hangatkan darah sebelum ditranfusikan
5. Periksa EKG
a. Penyebab:
Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepat
b. Gejala:
Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat, nadi, tekanan darah dan pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena jugularis meningkat
c. Intervensi:
1. Tinggikan kepala klien
2. Monitor vital sign
3. Perlambat atau hentikan aliran tranfusi sesuai program
4. Berikan morfin, diuretik, dan oksigen sesuai program
d. Pencegahan:
Kecepatan pemberian darah atau komponen darah disesuaikan dengan kondisi klien, berikan komponen SDM bukan darah lengkap, apabila diprogramkan minimalkan pemberian normal saline yang dipergunakan untuk menjaga kepatenan IV
6. Hemolitik
a. Penyebab:
Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor, resipien menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam system ABO
b. Gejala:
Cemas, nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun, dyspnea, mual dan muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan abnormal, oliguria, nyeri punggung, syok, ikterus ringan. Hemolitik akut terjadi bila sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak kompatibel telah diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik lambat dapat terjadi 2 hari ataulebih setelah tranfusi.
c. Intervensi:
1. Monitor tekanan darah dan pantau adanya syok
2. Hentikan tranfusi
3. Lanjutkan infus normal saline
4. Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria
5. Ambil sample darah dan urine
6. Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan darah untuk anemia yang berlanjut
d. Pencegahan:
Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan golongannya dan saat darah diberikan untuk tranfusi (penyebab paling sering karena salah mengidentifikasi).
7. Demam Non-Hemolitik
a. Penyebab:
Antibody anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit yang ditranfusikan.
b. Gejala:
Demam, flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise, sakit kepala
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Lanjutkan pemberian normal saline
3. Berikan antipiretik sesuai program
4. Pantau suhu tiap 4 jam
d. Pencegahan:
Gunakan darah yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi)
8. Hiperkalemia
a. Penyebab:
Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel
b. Gejala:
Serangan dalam beberapa menit, EKG berubah, gelombang T meninggi dan QRS melebar, kelemahan ekstremitas, nyeri abdominal
9. Hipokalemia
a. Penyebab:
Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi dapat dipengaruhi oleh alkalosis respiratorik
b. Gejala:
Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi, poliuria, kelemahan otot, bising usus menurun
10. Hipotermia
a. Penyebab:
Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin diberikan melalui kateter vena sentral.
b. Gejala:
Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest
c. Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Hangatkan pasien dengan selimut
3. Ciptakan lingkungan yang hangat untuk pasien
4. Hangatkan darah sebelum ditranfusikan
5. Periksa EKG
6.PERSIAPAN PERALATAN
· Set pemberian darah
· Kateter besar (18G atau 19G)
· Cairan IV salin normal (Nacl 0.9%)
· Set infuse darah dengan filter
· Produk darah yang tepat
· Sarung tangan sekali pakai
· Kapas alcohol
· Plester
· Manset tekanan darah
· Stetoskop
· Thermometer
· Format persetujuan pemberian transfusi yang ditandatangani
7. PROSEDUR
· Jelaskan prosedur kepada klien.kaji pernah tidaknyaklien menerima transfusi sebelumnya dan catat reaksi yang timbul
· Minta klien untuk melaporkan adanya menggigil,sakit kepala,gatal-gatal atau ruam dengan segera
· Pastikan bahwa klien telah menandatangani surat persetujuan
· Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
· Pasang selang IV dengan menggunakan kateter berukuran besar
· Gunakan selang infuse yang memiliki filter didalam selang
· Gantungkan botol larutan salin normal 0.9% untuk diberikan setelah pemberian infuse darah selesai
· Ikuti protokol lembaga dalam mendapatkan produk darah dari bank darah
· Identifikasi produk darah dank lien dengan benar
· Ukur tanda fital dasar klien
· Berikan dahulu larutan salin normal
· Mulai berikan transfuse secara perlahan diawali dengan pengisian filter didalam selang
· Atur kecepatan sampai 2ml/menit untuk 15 menit pertama dan tetaplah bersama klien.
· Monitor tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit pertama transfuse,selanjutnya ukur setiap jam dengan kebijakan lembaga.
· Pertahankan kecepatan infuse yang di programkan dengan menggunakan pompa infuse.
· Lepas dan buang sarung tangan, cuci tangan.
· Observasi timbulnya reaksi yang merugikan secara berkelanjutan, catat pemberian darah atau produk darah.
· Setelah pemberian infuse selesai, kembalikan kantung darah serta selang ke bank darah.
8. EVALUASI
· Observasi reaksi : kedinginan, kemerahan, gatal, dispnoe, kram dan bengkak.
· Observasi klien dan kaji hasil laboratorium untuk dapat mencatat hasil pemberian komponen darah.
· Monitor tempat pemasangan infus dan kaji keadaan fisiologis setiap pengukuran tanda vital.
· Hasil yang tidak diharapkan bisa terjadi seperti:
ü klien menunjukkan tanda kedinginan, panas, urtuikaria, dispnue, sakitkepala, nyeri dada.
ü Gejala anafilaktik shock: hipertensi takikardi, kemerahan, kesdran menurun kardiak ares.
ü Tanda overload cairan : Dispnoe, takikardi, takipnoe, cracless.
ü Infiltarsi dan flebitis terjadi pada vena.
9. DOKUMENTASI
Mencatat tipe dan jumlah pemberian darah serta respon klien terhadap trenfusi darah biasanya pencatatan tranfusi dibuat terpisah.
Folow up:
· Reaksi tranfusi
ü Stop darah segera dan ikuti anjuran
ü Pelihara keadaan infus dengan NaCL
ü Kembalikan darah ke bank darah
· Anaphilatic Shock
ü Ketidaklancaran tranfusi
ü Panggil petugas imergensi
ü Bila perlu CPR
ü Pelihara keadaan IV
· Overload cairan
ü Lambatkan atau stop cairan
ü Turunkan kepala klien
ü Berikan deuritik, morfin, O2 sesuai anjuran
· Infiltrasi atau infeksi pada lokasi infus
ü Pasang infus kembali pada tempat lain
ü Mengadakan penilain untuk menurunkan infiltrasi atau inflamasi
· Secara perlahan atau menggoyang bagian bagian infus dapat mencegah timbulnya kepadatan cairan. Pemberian NaCL secara bersamaan dengan infus darah dapat mencairkan darah yang terlalu kental
BAB III
PENUTUP
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan ke dalam kompartemen intravaskuler. Terapi intravena dilakukan berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi yang dilakukan.
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.
DAFTAR PUSTAKA
La Rocca,Joanne C.1998.Terapi Intravena.edisi 2.Jakarta:EGC
Potter & Perry.2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Vol 2.Jakarta:EGC
Perry.dkk.2005.Keterampilan dan Prosedur dasar.Edisi 5.Jakarta:EGC
Susiati,Maria.2008.Keterampilan Keperawatan Dasar.Jakarta:Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!