Senin, 07 Mei 2012

Syok Obstruktif : Emboli Paru dan Tamponade Jantung


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan secara mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma. Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SYOK OBSTRUKTIF
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera.
Berikut ini ada empat tanda syok yang paling penting :
  1. Hipotensi terjadi akibat dari berkurangnnya curah jantung. Dikatakan hipotensi jika tekanan darah systole dibawah 80 mmHg atau tekanan nadi dibawah 20 mmHg.
  2. Takikardi terjadi akibat dari refleks simpatis terhadap keadaan hipotensi. Pada orang dewasa frekuensi nadi 60-100 kali/menit, jadi dikatakan takikardi jika frekuensi nadi diatas 100 kali/menit. Pada anak-anak dikatakan takikardi jika di atas 120 kali/menit.
  3. Takipnu terjadi akibat usaha tubuh untuk mengkompensasi hipoksia pada keadaan syok. Pernapasan di katakana takipneu, jika frekuensinya di atas 24 kali/menit.
  4. Penurunan kesadaran terjadi akibat aliran darah ke saraf pusat tidak memadai. Penurunan kesadaran ini bisa berupa kebingungan, letargia, agitasi dan koma.
Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri): (a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark; (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan (c) Gangguan irama jantung.
  1. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): (a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan; (b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar; dan (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
  2. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): (a) Tamponade jantung; (b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru.
  3. Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer): (a) Syok neurogenik; (b) Cedera medula spinalis atau batang otak; (c) Syok anafilaksis; (d) Obat-obatan; (e) Syok septik; serta (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya tahanan pembuluh darah perifer.
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan secara mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma. Gejalanya sulit dibedakan dengan syok kardiogenik, namun dari riwayat penyakit pasien, syok ini bisa didiagnosa. Berikut ini beberapa gejala-gejala syok, baik yang bersifat subyektif ataupun objektif :  

Gejala Obyektif
1.      Pernapasan cepat & dangkal
  1. Nadi capat dan lemah
  2. Akral pucat, dingin & lembab
  3. Sianosis : bibir, kuku, lidah & cuping hidung
  4. Pandangan hampa & pupil melebar
Gejala Subyektif
1.      Mual dan mungkin muntah
  1. Rasa haus
  2. Badan lemah
  3. Kepala terasa pusing
Penanganan
Penanganan Awal :
  1. segera bawa penderita ketempat teduh dan aman
  2. Tenangkan dan yakinkan penderita bahwa dia akan ditangani dengan baik
  3. Tidurkan penderita, dengan posisi terlentang, tungkai ditinggikan 20-30 cm(± 30°).
  4. Longgarkan pakaian penderita dan jangan diberikan makanan dan minuman.
  5. Kontrol ABC
  6. Segera rujuk ke fasilitas kesehatan.
Penanganan lanjut :
1. Syok Hipovolemik :
-          Pulihkan status volume
-          Koreksi gangguan elektrolit
-          Tangani penyebab
2. Syok kardiogenik
-          Perbaiki fungsi jantung (Dopamin)
3. Syok Obstruktif
-          Lakukan penanganan syok secara umum.
-          Penanganan sesuai dengan penyebab :
Tamponade :Pericardiosintesis
Emboli paru : Trombokinase
Atrial Myxoma, Pneumotoraks : Operasi
4. Syok Distributif
-          Dopamin, epinefrin, Antibiotik (sesuai penyebab), Kortikosteroid.

2.2 Emboli Paru (PULMONARY EMBOLISM)
Definisi
Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.
Etiologi
Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor. Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian. Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui, tetapi faktor predisposisinya (faktor pendukungnya) sangat jelas, yaitu:
-       Pembedahan
-       Tirah baring atau tidak melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti duduk selama perjalanan dengan mobil, pesawat terbang maupun kereta api)
-       Stroke
-       Serangan jantung
-       Obesitas (kegemukan)
-       Patah tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul
-       Meningkatnya kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker tertentu, pemakaian pil kontrasepsi, kekurangan faktor penghambat pembekuan darah bawaan)
-       Persalinan
-       Trauma berat
-       Luka bakar
-       DVT ada pada 50% pasien
-       Pembedahan sebelumnya
-       Trauma sebelumnya
-       Imobilisasi untuk berbagai alasan
-       Keganasan
-       Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral
-        Pasien mendapatkan terapi hormone
-       Kehamilan lama
-       Pasien mendapatkan Selective Estregen Receptor Modulator therapy (SERM)
-       Syndrome hyperviskositas
-       Nepritik sindrom
-        Defisiensi antitrombin III
-       Defisiensi protein C dan S
-       Antikoagulan lupus




Tanda dan Gejala
Pulmonary embolism (PE) biasanya secara klinis sulit ditemukan. Pasien dengan emboli paru biasanya dyspnea dan nyeri dada. Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak ditemukan adanya infark. Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau menyerupai gejala penyakit lainnya:
-       Batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)
-       sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika sedang melakukan aktivitas
-       nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya tajam atau menusuk)
-       nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau membungkuk
-       pernafasan cepat, denyut jantung cepat (takikardia).

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
-       wheezing/bengek
-        kulit lembab
-       kulit berwarna kebiruan
-       nyeri pinggul
-        nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)
-       pembengkakan tungkai
-       tekanan darah rendah
-       denyut nadi lemah atau tak teraba
-       pusing
-       pingsan
-       berkeringat
-       cemas

Tanda umum dari emboli paru adalah
a.       dyspnoea – tiba-tiba dan ada pada 90% kasus
  1. nyeri dada pleuritik
  2. haemoptisis
  3. pingsan
  4. tachikardia > 100/menit
  5. tachipnoe > 20/menit
  6. demam
Tanda Klinis
a.       Gejala DVT dengan tanda bengkak pada kaki dan nyeri pada perabaan vena
b.      Denyut jantung > 100 per menit
c.       Bedrest > 3 hari atau pembedahan dalam 4 minggu yang lalu
d.      Sebelumya menderita DVT atau PE
e.       Haemoptisis
f.       PE ditemukan pada pemeriksaan poto thorak dan EKG

Tanda Ancaman Kehidupan
Gejala PE:
a. Dyspnea berat
b. Nyeri dada
c. Peningkatan tekanan vena
d. Ada bukti gagal jantung kanan
e. Hipotensi
f. Shock

Diagnosis
Diagnosis emboli paru ditegakkan berdasarkan gejala dan faktor pendukungnya.
Pemeriksaan untuk menilai fungsi paru-paru:
- Gas darah arteri
- Oksimetri denyut nadi.
Pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan luasnya emboli:
- Rontgen dada
- Skening ventilasi/perfusi paru
- Angiogram paru.
Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering):
- USG Doppler pada aliran darah anggota gerak
- Venografi tungkai
- Pletsimografi tungkai.



Pengobatan
Pengobatan emboli paru dimulai dengan pemberian oksigen dan obat pereda nyeri.
Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal.
Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada.
Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian dilanjutkan dengan pemberian warfarin per-oral (melalui mulut). Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari, sampai pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan.
Lamanya pemberian antikoagulan (anti pembekuan darah) tergantung dari keadaan penderita. Jika emboli paru disebabkan oleh faktor predisposisi sementara, (misalnya pembedahan), pengobatan diteruskan selama 2-3 bulan. Jika penyebabnya adalah masalah jangka panjang, pengobatan diteruskan selama 3-6 bulan, tapi kadang diteruskan sampai batas yang tidak tentu. Pada saat menjalani terapi warfarin, darah harus diperiksa secara rutin untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian dosis warfarin atau tidak. Penderita dengan resiko meninggal karena emboli paru, bisa memperoleh manfaat dari 2 jenis terapi lainnya, yaitu terapi trombolitik dan pembedahan. Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bisa berupa streptokinase, urokinase atau aktivator plasminogen jaringan.
Tetapi obat-obatan ini tidak dapat diberikan kepada penderita yang:
- telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya
- wanita hamil
- menderita stroke
- mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat.
Pada emboli paru yang berat atau pada penderita yang memiliki resiko tinggi mengalami kekambuhan, mungkin perlu dilakukan pembedahan, yaitu biasanya dilakukan embolektomi paru (pemindahan embolus dari arteri pulmonalis). Jika tidak bisa diberikan terapi antikoagulan, maka dipasang penyaring pada vena kava inferior. Alat ini dipasang pada vena sentral utama di perut, yang dirancang untuk menghalangi bekuan yang besar agar tidak dapat masuk ke dalam pembuluh darah paru.


Prognosis
Sulit untuk menentukan prognosis dari emboli paru, karena banyak kasus yang tidak terdiagnosis. Prognosisnya seringkali berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya (misalnya kanker, pembedahan, trauma dan lain-lain). Pada emboli paru yang berat, dimana telah terjadi syok dan gagal jantung, maka angka kematiannya bisa mencapai lebih dari 50%.

Pencegahan dan Manajemen Keperawatan
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
-       menggunakan stoking elastis
-       melakukan latihan kaki
-        bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu:
-       penderita gagal jantung atau syok
-       penyakit paru menahun
-       kegemukan
-       sebelumnya sudah mempunyai gumpalan.
Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan.
Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan
Pencegahan emboli paru harus menjadi focus keperawatan utama tindakan keperawatan ditujukan untuk mencegah perkembangan DVT, betis nyeri atau kemerahan. Selain itu manajement keperawatan harus terfokus pada oksigenasi dan ventilasi yang optimal, monitor perdarahan,berikan kenyamanan dan support emosional, mempertahankan surveilen untuk komplikasi.

Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
a.       kaji dan pertahankan jalan napas
b.      lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c.       gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu
d.      pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas

Breathing
a.       kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%.
b.      Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c.       Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask ventilation
d.      Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e.       Kaji jumlah pernapasan
f.       Lakukan pemeriksan system pernapasan
g.      Dengarkan adanya bunyi pleura
h.      Lakukan pemeriksaan foto thorak – mungkin normal, tapi lihat untuk mendapatkan:
-       Bukti adanya wedge shaped shadow (infarct)
-       Atelektaksis linier
-       Effuse pleura
-       Hemidiaphragm meningkat
-       jika tanda klinis menunjukan adanya PE, lakukan ventilation perfusionscan (VQ) atau CT Pulmonary Angiogram (CTPA) sesuai kebijakan setempat

Circulation
a.       Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b.      Kaji peningkatan JVP
c.       Catat tekanan darah
d.      Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
-       Sinus tachikardi
-       Adanya S1 Q3 T3
-       right bundle branch block (RBBB)
-       right axis deviation (RAD)
-       P pulmonale
e.       Lakukan IV akses
f.       Lakukan pemeriksaan darah lengkap
g.      jika ada kemungkina PE berikan heparin
h.      Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan sebagai obat pilihan. Berikan 50 mg IV dengan bolus. Jika pasien tidak berespon terhadap trombolisis, segera dirujuk ke speialis untuk dilakukan thromboembolectomy.

Disability
a.       kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b.      penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.

Exposure
a.       selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE
b.      jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
c.       Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT

Perawatan PE
Sejak didiagnosa PE maka pasein harus mendapatkan antikoagulan. Heparin dengan berat molekul ringan harus diberikan sebagai prioritas. Walfarin diberikan dalam 2 hari.




2.3 Tamponade Jantung
1.        Defenisi
-            Yaitu pengumpulan cairan di dalam kantong jantung (kantong perikardium, kantong perikardial), yang menyebabkan penekanan terhadap jantung dan kemampuan memompa jantung. Pengumpulan cairan terjadi jika kanker menyusup ke dalam perikardium dan menyebabkan terjadinya iritasi. Kanker yang paling mungkin menyusup ke dalam perikardium adalah kanker paru-paru, payudara dan limfoma. Tamponade jantung terjadi secara mendadak jika begitu banyak cairan terkumpul sehingga jantung tidak dapat berdenyut secara normal. Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya merasakan nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang akan bertambah buruk jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak. Dasar kelainan : terkumpulnya banyak cairan dalam kavum perikard.
-            Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan berlebihan di rongga perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik (Dharma, 2009 : 67).
-            Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah tersebut (Muttaqin, 2009 : 137).
-            Jadi tamponade jantung adalah kompresi pada jantung yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam pericardium (250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat) yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik, dimana ini merupakan salah satu komplikasi yang paling fatal dan memerlukan tindakan darurat.

2.        Etiologi
Etiologinya bermacam-macam yang paling banyak maligna, perikarditis, uremia dan trauma (ENA, 2000: 128). Tamponade jantung bisa disebabkan karena neoplasma, perikarditis, uremia dan perdarahan ke dalam ruang pericardial akibat trauma, operasi, atau infeksi (Mansjoer, dkk. 2001 : 458). Penyebab tersering adalah neoplasma, idiopatik dan uremia.
-          Neoplasma
-          Infection – virus, bakteri (tuberculosis), jamur
-          Drugs – Hydralazine, procainamide, isoniazid, minoxidil
-          Postcoronary intervention (Coronary dissection / perforation)
-          Trauma – seringnya trauma tembus
-          Perikarditis
-          Cardiovaskular surgery (postoperative pericarditis)
-          Postmyocardial infarction (Dressler syndrome)
-          Connective tissue disease – SLE, rheumatoid dermatomyositis
-          Terapi Radiasi
-          Iatrogenic
-          Uremia
-          Pneumopericardium

3.        Manifestasi Klinis
·         Tanda : Dispnea, Trias Beck (Hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP>15
·         Peningkatan tekanan vena jugularis
·         Takikardi, takipnea
·         Pulsus paradoksus > 10 mm Hg
·         Gesekan perikard
·         Bunyi jantung melemah
·         Kusmaull sign : peningkatan distensi dan tekanan vena secara paradoksal selama inspirasi
·         Ewart sign : atau Pins sign, diobservasi pada pasien dengan efusi perikardial luas. Didapatkan area redup, suara bronkial dan bronchophony di bawah sudut skapula kiri.
·         Gelisah, cemas, dispnea
·         Nyeri dada : menjalar ke leher, bahu, punggung, atau abdomen, memburuk jika bernapas dalam
·         Kulit pucat, dingin, sianosis
Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Bila terjadi secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi seperti takikardi, peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume intravaskular. Bila cepat, maka dalam beberapa menit bisa fatal (Mansjoer, dkk. 2000: 298).

4.        Patofisiologi
Tamponade jantung terjadi bila jumlah efusi pericardium menyebabkan hambatan serius aliran darah ke jantung ( gangguan diastolik ventrikel ). Penyebab tersering adalah neoplasma, dan uremi. (Penggabean, 2006 : 364 ). Neoplasma menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel secara abnormal pada otot jantung. Sehingga terjadi hiperplasia sel yang tidak terkontrol, yang menyebabakan pembentukan massa (tumor). Hal ini yang dapat mengakibatnya ruang pada kantong jantung (perikardium) terdesak sehingga terjadi pergesekan antara kantong jantung (perikardium) dengan lapisan paling luar jantung (epikardium). Pergesekan ini dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada perikarditis sehingga terjadi penumpukan cairan pada pericardium yang dapat menyebakan tamponade jantung. Uremia juga dapat menyebabkan tamponade jantung (Price, 2005 : 954). Dimana orang yang mengalami uremia, di dalam darahnya terdapat toksik metabolik yang dapat menyebabkan inflamasi (dalam hal ini inflamasi terjadi pada perikardium). Selain itu , tamponade jantung juga dapat disebabkan akibat trauma tumpul/ tembus. Jika trauma ini mengenai ruang perikardium akan terjadi perdarahan sehingga darah banyak terkumpul di ruang perikardium. Hal ini mengakibatkan jantung terdesak oleh akumulasi cairan tersebut.

5.        Pemeriksaan Diagnostik
-          Pemeriksaan Doppler
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemeriksaan laboratorium dari pola hemodinamik pada tamponade (Nichols, 2006 : 257)
-          Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
-          EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude gelombang P dan QRS yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya.
Karakteristik tamponade jantung pada pemeriksaan EKG :
·         Amplitudo rendah pada semua sadapan (terjadi karena cairan akan meredam curah listrik jantung).
·         Fenomena elektrikal alternans (aksis listrik jantung berubah-ubah pada setiap denyutan). Tampak di EKG perubahan amplitudo tiap kompleks QRS, terjadi karena jantung berotasi secara bebas dalam kantung perikard yang berisi cairan (Dharma, 2009 : 67).
-          Echocardiografi adanya efusi pleura (Mansjoer, A., dkk. 2000: 298).
Menurut Braunwald (2001 : 167) hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade jantung menunjukkan :
-          Kolaps diastole pada atrium kanan
-          Kolaps diastole pada ventrikel kanan
-          Kolaps pada atrium kiri
-          Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan terjadi penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
-          Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan pemasukan dari ventrikel kiri
-          Penurunan pemasukan dari katup mitral
-          Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri

6.        Penatalaksanaan dan Terapi Pengobatan
-          Pada keadaan ini dapat dilakukan perikardiosintesis. Sebuah jarum berongga ukuran 16 sepanjang 6 inci ditusukkan di bawah prosesus xifoideus dan diarahkan ke apeks jantung. Jarum tersebut kemudian dihubungkan dengan alat EKG 12 sadapan melalui klem aligator untuk membantu menentukan apakah jarumnya mengenai jantung. Defleksi yang tajam akan terlihat pada pola EKG. Perikardiosintesis dapat disertai dengan denyut jantung false-positive yang signifikan karena klinisi bisa saja mengaspirasi darah yang berasal dari ventrikel kanan sendiri. Petunjuk yang akan mengarahkan pengambilan keputusan adalah bahwa darah yang bersal dari kantong perikardium biasanya tidak akan membeku. Yang paling baik, perikardiosistesis adalah prosedur yang bersifat sementara untuk memperbaiki fungsi jantung sambil menunggu pembedahan. Di beberapa rumah sakit, lubang atau jendela pada selaput perikardium dibuat secara darurat di UGD oleh dokter bedah atau dokter spesialis kardiotoraks (Oman, 2008 : 269).
-          Penatalaksanaan pra rumah sakit bagi temponade cardio pada tingkat EMP-A memerlukan transportasi cepat ke rumah sakit. Ini merupakan satu dari beberapa kedaruratan yang harus ditransport dengan sirine dan lampu merah.  Perhatian ketat harus dicurahkan untuk menghindari pemberian cairan berlebihan ke pasien. Sering sukar membedakan antara temponade pericardium dan “tension pneumotoraks” tanpa bantuan radiograph. EMT harus cermat mengamati penderita dan mengingatkan dokter di rumah sakit terhadap kemungkinan tamponade pericardium.
-          Pada tingkat paramedic EMT, setelah diagnostik dan konsultasi ke dokter rumah sakit, tamponade pericardium dapat diaspirasi. Aspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan jarum interkardiak untuk suntikan ephineprin, dengan hanya menarik penuh semprit yang kosong. Pendekatannya dari subxifoid, menuju scapula kiri tepat seperti suntikan intrakardia. Perbedaannya dalam memasukkan jarum selanjutnya. Pemasukan jarum harus dihentikan tepat setelah memasuki kantong pericardium, sebelum masuk ke ventrikel. Identifikasi lokasi ujung jarum dengan tepat dapat dibantu dengan menempatkan sadapan V elektrograf ke batang baja. Jarum ini dengan klem “alligator”. Sewaktu jarum dimasukkan, segera dapat diketahui arus luka sewaktu ujung jarum menyentuh miokardium. Dengan menarik mundur sedikit ke kantong pericardium, EMT kemudian dapat mengaspirasi darah tanpa mencederai myocardium.
-          Seratus lima puluh sampai 250 ml darah di kantong pericardium sudah cukup untuk menimbulkan tamponade berat. Pengambilan beberapa milliliter bisa mengurangi tekanan yang memungkinkan peningkatan curah jantung pasien, peningkatan tekanan darah distal dan penurunan tekanan di sisi kanannya. Prasat ini (mengeluarkan 50-75 ml darah) merupakan tindakan yang menyelamatkan nyawa pada tamponade berat. Harus diingat bahwa terapi ini bukan definitif melaikan hanya suatu tindakan sementara sampai penderita bisa dibawa ke kamar operasi, tempat dapat dilakukan perikardiotomi formal sebelum penatalaksanaan difinitive masalah jantung dengan anastesi lokal. Perlukaan pada pembuluh darah jantung dan struktur vaskuler intertoraks ditangani dalam masa pra rumah sakit seperti syok hemoragik lainnya dengan pakaian anti syok dan infus IV. (Boswick, 1997 : 80

7.        Komplikasi
-          Karena tindakan : laserasi dinding ventrikel, laserasi interna, Pneumothorak
-          Edema Pulmonal
-          Syok Kardiogenik
-          Kematian

Penatalaksanaan
a.        Primary Survey
1.      Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
-          Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
-          Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
-          Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasiB
-          Bersihkan airway dari benda asing.

2.      Breathing dan ventilasi
Penilaian:
-          Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in- line immobilisasi
-          Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
-          Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
-          Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
-          Auskultasi thoraks bilateral
Management:
-          Oksigenasi
-          Ventilasi mekanik tekanan positif sebaiknya dihindari karena dapat menurunkan venous return dan memperberat gejala tamponade.

3.      Circulation dengan kontol perdarahan
Penilaian:
-          Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
-          Mengetahui sumber perdarahan internal
-          Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera
-          Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
-          Periksa tekanan darah
Management:
-          Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
-          Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
-          Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat
-          Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os terhadap pemberian cairan awal.
-          Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
-          Perikardiosentesis:
·         Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila os dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan kemungkinan tamponade jantung.
·         Perikardiosentesis merupakan tindakan aspirasi efusi perikard atau pungsi perikard.
·         Monitoring EKG untuk menunjukkan tertusuknya miokard (↑ voltase gelombang T atau terjadi disritmia).
·         Lokasi : seringnya di subxyphoid
·         Teknik:
a.       Pasien disandarkan pada sandaran dengan sudut 45° à memungkinkan jantung ke posterior menjauhi dinding thorax.
b.      Lakukan tindakan aseptik dan anestesi lokal dengan prokain 2% atau xilokain 2%. c) Jarum nomer 18-16 dihubungkan dengan spuit 20-50 ml dihubungkan dengan pemantau EKG melalui aligator atau hemostat.
c.       Arahkan jarum ke posterosepalad, membentuk sudut 450 dengan permukaan dinding dada.
d.      Tusukan jarum 2-4 cm sampai terasa tahanan lapisan perikard
e.       Bila jarum pungsi menembus perikard dan kontak dengan otot jantung, akan timbul elevasi segmen ST (injury) dan ekstrasistol ventrikel dengan amplitude tinggi. Bila hal ini terjadi, maka jarum pungsi harus ditarik sedikit dan di arahkan ketempat lain.
f.       Apabila cairan perikard kental, dapat dipakai trokar yang lebih besar.
g.      Apabila tidak diperoleh cairan yang mengalir, jarum ditarik perlahan-lahan dan ditusuk kembali ke arah lain atau lebih dalam sedikit.
h.      Hindarkan tusukan yang tiba-tiba, kasar atau pemindahan arah tusukan secara kasar. Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan tepi konstan sambil diisap secara kontinyu.
i.        Kateter vena sentral dapat dipasangkan melalui jarum tersebut dan dibiarkan di tempat yang memungkinkan tindakan aspirasi periodik untuk mencegah pengumpulan cairan kembali.
j.        Setelah selesai, cabut jarum dan pasang perban di atas tempat pungsi.

4.    Disability
-          Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
-          Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.
5.      Exposure/environment
-          Buka pakaian penderita
-          Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup hangat.

b. Tambahan primary survey
-          Pasang monitor EKG
-          Kateter urin dan lambung
-          Monitor laju nafas, analisis gas darah
-          Pulse oksimetri
-          Pemeriksaan rontgen standar

c.    Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi
Re-evaluasi penderita
-          Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
-          Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi tanda-tanda syok.

d. Secondary survey
-          Anamnesis : AMPLE dan mekanisme trauma
-          Pemeriksaan fisik: Kepala dan maksilofasial, Perineum , Musculoskeletal, Vertebra servikal dan leher, Neurologis, Reevaluasi penderita, Thorax, dan Abdomene.

e.    Terapi definitif:
-          Torakotomi di ruang operasif.

f.     Rujuk
-          Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.
-          Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju.




















Trauma tembus/tajam pada area prekordial (perasternal kanan,sel iga II kiri, grs mid-klavikula kiri,arkus kosta kiri) atau trauma tumpul dada.

Kerusakan struktur dan jaringan termasuk pembuluh darah

Perembesan darah ke ruang perikardium (akumulasi darah progresif)

Menekan jantung (terjadi peningkatan kekakuan ventrikel)

Menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian ventrike


 

Distensi vena jugularis                                                   Gangguan kontraktilitas jantung

Venous return menurun                                                              Kontraksi Jantung menurun

Co menurun                                                                       Suara jantung menjauh

Tekanan arteri menurun

Hipotensi

Penurunan perfusi ke jaringan

Kulit pucat dan dingin



BAB III
PENUTUP
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan secara mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma.

Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Pencegahan emboli paru harus menjadi focus keperawatan utama tindakan keperawatan ditujukan untuk mencegah perkembangan DVT, betis nyeri atau kemerahan. Selain itu manajement keperawatan harus terfokus pada oksigenasi dan ventilasi yang optimal, monitor perdarahan,berikan kenyamanan dan support emosional, mempertahankan surveilen untuk komplikasi.

Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan berlebihan di rongga perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik (Dharma, 2009 : 67).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!