PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok
adalah harus bisa mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa
mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik
tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Langkah kedua dalam
menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui kemungkinan penyebab syok. Pada
pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya
trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering
adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi
pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik
dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis.
Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang
terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
Syok obstruktif terjadi
akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan secara mekanik, diakibatkan
oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan
berat bisa menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi pada
obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium
(misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma. Penanggulangan
syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi
jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan
ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan
sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
SYOK OBSTRUKTIF
Syok dapat didefinisikan
sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan
oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan
atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan
oksigen dan bisa cedera.
Berikut ini ada empat tanda syok yang paling
penting :
- Hipotensi terjadi akibat dari berkurangnnya curah jantung. Dikatakan hipotensi jika tekanan darah systole dibawah 80 mmHg atau tekanan nadi dibawah 20 mmHg.
- Takikardi terjadi akibat dari refleks simpatis terhadap keadaan hipotensi. Pada orang dewasa frekuensi nadi 60-100 kali/menit, jadi dikatakan takikardi jika frekuensi nadi diatas 100 kali/menit. Pada anak-anak dikatakan takikardi jika di atas 120 kali/menit.
- Takipnu terjadi akibat usaha tubuh untuk mengkompensasi hipoksia pada keadaan syok. Pernapasan di katakana takipneu, jika frekuensinya di atas 24 kali/menit.
- Penurunan kesadaran terjadi akibat aliran darah ke saraf pusat tidak memadai. Penurunan kesadaran ini bisa berupa kebingungan, letargia, agitasi dan koma.
Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Syok kardiogenik
(kegagalan kerja jantungnya sendiri): (a) Penyakit jantung iskemik, seperti
infark; (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan (c) Gangguan irama jantung.
- Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): (a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan; (b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar; dan (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
- Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): (a) Tamponade jantung; (b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru.
- Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer): (a) Syok neurogenik; (b) Cedera medula spinalis atau batang otak; (c) Syok anafilaksis; (d) Obat-obatan; (e) Syok septik; serta (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya tahanan pembuluh darah perifer.
Syok
obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan secara
mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri
yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini
biasa terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan
pada pericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma. Gejalanya
sulit dibedakan dengan syok kardiogenik, namun dari riwayat penyakit pasien,
syok ini bisa didiagnosa. Berikut
ini beberapa gejala-gejala syok, baik yang bersifat subyektif ataupun objektif
:
Gejala
Obyektif
1.
Pernapasan cepat & dangkal
- Nadi capat dan lemah
- Akral pucat, dingin & lembab
- Sianosis : bibir, kuku, lidah & cuping hidung
- Pandangan hampa & pupil melebar
Gejala
Subyektif
1.
Mual dan mungkin muntah
- Rasa haus
- Badan lemah
- Kepala terasa pusing
Penanganan
Penanganan
Awal :
- segera bawa penderita ketempat teduh dan aman
- Tenangkan dan yakinkan penderita bahwa dia akan ditangani dengan baik
- Tidurkan penderita, dengan posisi terlentang, tungkai ditinggikan 20-30 cm(± 30°).
- Longgarkan pakaian penderita dan jangan diberikan makanan dan minuman.
- Kontrol ABC
- Segera rujuk ke fasilitas kesehatan.
Penanganan lanjut :
1. Syok Hipovolemik
:
-
Pulihkan status volume
-
Koreksi gangguan elektrolit
-
Tangani penyebab
2.
Syok kardiogenik
-
Perbaiki fungsi jantung (Dopamin)
3.
Syok Obstruktif
-
Lakukan
penanganan syok secara umum.
-
Penanganan
sesuai dengan penyebab :
Tamponade :Pericardiosintesis
Emboli paru : Trombokinase
Atrial Myxoma, Pneumotoraks :
Operasi
4.
Syok Distributif
-
Dopamin,
epinefrin, Antibiotik (sesuai penyebab), Kortikosteroid.
2.2
Emboli Paru (PULMONARY EMBOLISM)
Definisi
Emboli Paru adalah penyumbatan arteri
pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi
secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus),
tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor
atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat
pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah
dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian
jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat
besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah
darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Sekitar 10% penderita emboli paru
mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga
lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang
besar bisa menyebabkan kematian mendadak.
Etiologi
Kebanyakan kasus
disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau
panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan
ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor. Penyebab yang paling
sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut trombosis vena
dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau
tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang
berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang
tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga
gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian. Penyebab
terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui, tetapi faktor
predisposisinya (faktor pendukungnya) sangat jelas, yaitu:
-
Pembedahan
-
Tirah baring atau tidak
melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti duduk selama perjalanan dengan
mobil, pesawat terbang maupun kereta api)
-
Stroke
-
Serangan
jantung
-
Obesitas (kegemukan)
-
Patah
tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul
-
Meningkatnya
kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker tertentu, pemakaian pil
kontrasepsi, kekurangan faktor penghambat pembekuan darah bawaan)
-
Persalinan
-
Trauma
berat
-
Luka
bakar
-
DVT ada pada 50% pasien
-
Pembedahan sebelumnya
-
Trauma sebelumnya
-
Imobilisasi untuk berbagai alasan
-
Keganasan
-
Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral
-
Pasien
mendapatkan terapi hormone
-
Kehamilan lama
-
Pasien mendapatkan Selective Estregen Receptor
Modulator therapy (SERM)
-
Syndrome hyperviskositas
-
Nepritik sindrom
-
Defisiensi
antitrombin III
-
Defisiensi protein C dan S
-
Antikoagulan lupus
Tanda dan Gejala
Pulmonary embolism (PE)
biasanya secara klinis sulit ditemukan. Pasien dengan emboli paru biasanya dyspnea dan
nyeri dada. Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering
menyebabkan sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama
bila tidak ditemukan adanya infark. Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli
paru mungkin sifatnya samar atau menyerupai gejala penyakit lainnya:
-
Batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)
-
sesak nafas yang timbul secara
mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika sedang melakukan aktivitas
-
nyeri dada (dirasakan dibawah
tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya tajam atau menusuk)
-
nyeri semakin memburuk jika
penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau membungkuk
-
pernafasan cepat, denyut jantung cepat (takikardia).
Gejala
lainnya yang mungkin ditemukan:
-
wheezing/bengek
-
kulit lembab
-
kulit berwarna kebiruan
-
nyeri pinggul
-
nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)
-
pembengkakan tungkai
-
tekanan darah rendah
-
denyut nadi lemah atau tak
teraba
-
pusing
-
pingsan
-
berkeringat
-
cemas
Tanda umum dari emboli paru adalah
a. dyspnoea – tiba-tiba dan ada pada
90% kasus
- nyeri dada pleuritik
- haemoptisis
- pingsan
- tachikardia > 100/menit
- tachipnoe > 20/menit
- demam
Tanda Klinis
a.
Gejala DVT dengan tanda bengkak pada kaki dan nyeri
pada perabaan vena
b.
Denyut jantung > 100 per menit
c.
Bedrest > 3 hari atau pembedahan dalam 4 minggu
yang lalu
d.
Sebelumya menderita DVT atau PE
e.
Haemoptisis
f.
PE ditemukan pada pemeriksaan poto thorak dan EKG
Tanda
Ancaman Kehidupan
Gejala PE:
a. Dyspnea
berat
b. Nyeri
dada
c. Peningkatan
tekanan vena
d. Ada bukti
gagal jantung kanan
e. Hipotensi
f. Shock
Diagnosis
Diagnosis emboli
paru ditegakkan berdasarkan gejala dan faktor pendukungnya.
Pemeriksaan untuk menilai fungsi paru-paru:
- Gas darah arteri
- Oksimetri denyut nadi.
Pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan luasnya emboli:
- Rontgen dada
- Skening ventilasi/perfusi paru
- Angiogram paru.
Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering):
- USG Doppler pada aliran darah anggota gerak
- Venografi tungkai
- Pletsimografi tungkai.
Pemeriksaan untuk menilai fungsi paru-paru:
- Gas darah arteri
- Oksimetri denyut nadi.
Pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan luasnya emboli:
- Rontgen dada
- Skening ventilasi/perfusi paru
- Angiogram paru.
Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering):
- USG Doppler pada aliran darah anggota gerak
- Venografi tungkai
- Pletsimografi tungkai.
Pengobatan
Pengobatan emboli paru dimulai dengan
pemberian oksigen dan obat pereda nyeri.
Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal. Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada.
Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian dilanjutkan dengan pemberian warfarin per-oral (melalui mulut). Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari, sampai pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan.
Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal. Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada.
Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian dilanjutkan dengan pemberian warfarin per-oral (melalui mulut). Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari, sampai pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan.
Lamanya pemberian
antikoagulan (anti pembekuan darah) tergantung dari keadaan penderita. Jika
emboli paru disebabkan oleh faktor predisposisi sementara, (misalnya
pembedahan), pengobatan diteruskan selama 2-3 bulan. Jika penyebabnya adalah
masalah jangka panjang, pengobatan diteruskan selama 3-6 bulan, tapi kadang
diteruskan sampai batas yang tidak tentu. Pada saat menjalani terapi warfarin,
darah harus diperiksa secara rutin untuk mengetahui apakah perlu dilakukan
penyesuaian dosis warfarin atau tidak. Penderita dengan resiko
meninggal karena emboli paru, bisa memperoleh manfaat dari 2 jenis terapi
lainnya, yaitu terapi trombolitik dan pembedahan. Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bisa berupa streptokinase,
urokinase atau aktivator plasminogen jaringan.
Tetapi obat-obatan ini tidak dapat diberikan
kepada penderita yang:
- telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya
- wanita hamil
- menderita stroke
- mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat.
- telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya
- wanita hamil
- menderita stroke
- mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat.
Pada emboli paru yang berat atau pada
penderita yang memiliki resiko tinggi mengalami kekambuhan, mungkin perlu
dilakukan pembedahan, yaitu biasanya dilakukan embolektomi paru (pemindahan
embolus dari arteri pulmonalis). Jika tidak bisa
diberikan terapi antikoagulan, maka dipasang penyaring pada vena kava
inferior. Alat ini dipasang pada vena sentral utama di perut, yang
dirancang untuk menghalangi bekuan yang besar agar tidak dapat masuk ke dalam
pembuluh darah paru.
Prognosis
Sulit untuk menentukan prognosis dari
emboli paru, karena banyak kasus yang tidak terdiagnosis. Prognosisnya
seringkali berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya (misalnya kanker,
pembedahan, trauma dan lain-lain). Pada emboli paru yang berat, dimana telah
terjadi syok dan gagal jantung, maka angka kematiannya bisa mencapai lebih dari
50%.
Pencegahan dan Manajemen Keperawatan
Pada orang-orang yang memiliki resiko
menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan
gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan
(terutama orang tua), disarankan untuk:
-
menggunakan stoking elastis
-
melakukan latihan kaki
-
bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif
sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan
aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan
resiko emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan
gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil
disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi.
Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya
diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan
gumpalan, yaitu:
-
penderita gagal jantung atau
syok
-
penyakit paru menahun
-
kegemukan
-
sebelumnya sudah mempunyai
gumpalan.
Heparin
tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan
pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko
tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak
akan menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga
membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga
bisa menyebabkan perdarahan.
Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya
gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki
posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu
atau bulan
Pencegahan emboli paru harus menjadi focus keperawatan utama tindakan keperawatan ditujukan untuk mencegah perkembangan DVT, betis nyeri atau kemerahan.
Selain itu manajement keperawatan harus terfokus pada oksigenasi dan ventilasi
yang optimal, monitor perdarahan,berikan kenyamanan dan support emosional, mempertahankan
surveilen untuk komplikasi.
Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
a. kaji dan pertahankan jalan napas
b. lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c. gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu
d. pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk
dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas
Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter,
untuk mempertahankan saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non
re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan
menggunakan bag-valve-mask ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji
PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi pleura
h. Lakukan pemeriksaan foto thorak – mungkin normal, tapi
lihat untuk mendapatkan:
- Bukti adanya wedge shaped shadow (infarct)
- Atelektaksis linier
- Effuse pleura
- Hemidiaphragm meningkat
- jika tanda klinis menunjukan adanya PE, lakukan
ventilation perfusionscan (VQ) atau CT Pulmonary Angiogram (CTPA) sesuai
kebijakan setempat
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara
gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Catat tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
- Sinus tachikardi
- Adanya S1 Q3 T3
- right bundle branch block (RBBB)
- right axis deviation (RAD)
- P pulmonale
e. Lakukan IV akses
f. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
g. jika ada kemungkina PE berikan heparin
h. Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase
direkomendasikan sebagai obat pilihan. Berikan 50 mg IV dengan bolus. Jika
pasien tidak berespon terhadap trombolisis, segera dirujuk ke speialis untuk
dilakukan thromboembolectomy.
Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk
kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan
perawatan di ICU.
Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE
b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan
dan pemeriksaan fisik lainnya.
c.
Jangan lupa
pemeriksaan untuk tanda DVT
Perawatan
PE
Sejak didiagnosa PE
maka pasein harus mendapatkan antikoagulan. Heparin dengan berat molekul ringan
harus diberikan sebagai prioritas. Walfarin diberikan dalam 2 hari.
2.3 Tamponade Jantung
1.
Defenisi
-
Yaitu pengumpulan cairan di dalam
kantong jantung (kantong perikardium, kantong perikardial), yang menyebabkan
penekanan terhadap jantung dan kemampuan memompa jantung. Pengumpulan cairan
terjadi jika kanker menyusup ke dalam perikardium dan menyebabkan terjadinya
iritasi. Kanker yang paling mungkin menyusup ke dalam perikardium adalah kanker
paru-paru, payudara dan limfoma. Tamponade jantung terjadi secara
mendadak jika begitu banyak cairan terkumpul sehingga jantung tidak dapat
berdenyut secara normal. Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya
merasakan nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang akan bertambah buruk
jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak. Dasar kelainan : terkumpulnya banyak cairan dalam kavum
perikard.
-
Tamponade jantung merupakan suatu
sindroma klinis akibat penumpukan cairan berlebihan di rongga perikard yang
menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik
(Dharma, 2009 : 67).
-
Jumlah cairan yang cukup untuk
menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan tersebut
berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung
lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan
diri dengan volume cairan yang bertambah tersebut (Muttaqin, 2009 : 137).
-
Jadi tamponade jantung adalah kompresi
pada jantung yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraperikardial akibat
pengumpulan darah atau cairan dalam pericardium (250 cc bila pengumpulan cairan
tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut
berlangsung lambat) yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai
gangguan hemodinamik, dimana ini merupakan salah satu komplikasi yang paling
fatal dan memerlukan tindakan darurat.
2.
Etiologi
Etiologinya bermacam-macam yang paling
banyak maligna, perikarditis, uremia dan trauma (ENA, 2000: 128). Tamponade
jantung bisa disebabkan karena neoplasma, perikarditis, uremia dan perdarahan
ke dalam ruang pericardial akibat trauma, operasi, atau infeksi (Mansjoer, dkk.
2001 : 458). Penyebab tersering adalah neoplasma, idiopatik dan uremia.
-
Neoplasma
-
Infection – virus, bakteri
(tuberculosis), jamur
-
Drugs – Hydralazine, procainamide,
isoniazid, minoxidil
-
Postcoronary intervention (Coronary
dissection / perforation)
-
Trauma – seringnya trauma tembus
-
Perikarditis
-
Cardiovaskular surgery (postoperative
pericarditis)
-
Postmyocardial infarction (Dressler
syndrome)
-
Connective tissue disease – SLE,
rheumatoid dermatomyositis
-
Terapi Radiasi
-
Iatrogenic
-
Uremia
-
Pneumopericardium
3.
Manifestasi Klinis
·
Tanda : Dispnea, Trias Beck (Hipotensi, distensi vena, suara jantung
menjauh), CVP>15
·
Peningkatan tekanan vena jugularis
·
Takikardi, takipnea
·
Pulsus paradoksus > 10 mm Hg
·
Gesekan perikard
·
Bunyi jantung melemah
·
Kusmaull sign : peningkatan distensi dan
tekanan vena secara paradoksal selama inspirasi
·
Ewart sign : atau Pins sign, diobservasi
pada pasien dengan efusi perikardial luas. Didapatkan area redup, suara
bronkial dan bronchophony di bawah sudut skapula kiri.
·
Gelisah, cemas, dispnea
·
Nyeri dada : menjalar ke leher, bahu,
punggung, atau abdomen, memburuk jika bernapas dalam
·
Kulit pucat,
dingin, sianosis
Gejala
yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Bila terjadi
secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi seperti takikardi,
peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume intravaskular.
Bila cepat, maka dalam beberapa menit bisa fatal (Mansjoer, dkk. 2000: 298).
4.
Patofisiologi
Tamponade jantung terjadi bila jumlah
efusi pericardium menyebabkan hambatan serius aliran darah ke jantung (
gangguan diastolik ventrikel ). Penyebab tersering adalah neoplasma, dan uremi.
(Penggabean, 2006 : 364 ). Neoplasma menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel
secara abnormal pada otot jantung. Sehingga terjadi hiperplasia sel yang tidak
terkontrol, yang menyebabakan pembentukan massa (tumor). Hal ini yang dapat
mengakibatnya ruang pada kantong jantung (perikardium) terdesak sehingga
terjadi pergesekan antara kantong jantung (perikardium) dengan lapisan paling
luar jantung (epikardium). Pergesekan ini dapat menyebabkan terjadinya
peradangan pada perikarditis sehingga terjadi penumpukan cairan pada
pericardium yang dapat menyebakan tamponade jantung. Uremia juga dapat
menyebabkan tamponade jantung (Price, 2005 : 954). Dimana orang yang mengalami
uremia, di dalam darahnya terdapat toksik metabolik yang dapat menyebabkan
inflamasi (dalam hal ini inflamasi terjadi pada perikardium). Selain itu ,
tamponade jantung juga dapat disebabkan akibat trauma tumpul/ tembus. Jika
trauma ini mengenai ruang perikardium akan terjadi perdarahan sehingga darah
banyak terkumpul di ruang perikardium. Hal ini mengakibatkan jantung terdesak
oleh akumulasi cairan tersebut.
5.
Pemeriksaan Diagnostik
-
Pemeriksaan
Doppler
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemeriksaan laboratorium dari pola hemodinamik pada tamponade (Nichols, 2006 : 257)
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemeriksaan laboratorium dari pola hemodinamik pada tamponade (Nichols, 2006 : 257)
-
Foto thorax menunjukkan pembesaran
jantung
-
EKG menunjukkan electrical alternas atau
amplitude gelombang P dan QRS yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya.
Karakteristik
tamponade jantung pada pemeriksaan EKG :
·
Amplitudo rendah pada semua sadapan
(terjadi karena cairan akan meredam curah listrik jantung).
·
Fenomena elektrikal alternans (aksis
listrik jantung berubah-ubah pada setiap denyutan). Tampak di EKG perubahan
amplitudo tiap kompleks QRS, terjadi karena jantung berotasi secara bebas dalam
kantung perikard yang berisi cairan (Dharma, 2009 : 67).
-
Echocardiografi adanya efusi pleura
(Mansjoer, A., dkk. 2000: 298).
Menurut
Braunwald (2001 : 167) hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade jantung
menunjukkan :
-
Kolaps diastole pada atrium kanan
-
Kolaps diastole pada ventrikel kanan
-
Kolaps pada atrium kiri
-
Peningkatan pemasukan abnormal pada
aliran katup trikuspidalis dan terjadi penurunan pemasukan dari aliran katup
mitral > 15 %
-
Peningkatan pemasukan abnormal pada
ventrikel kanan dengan penurunan pemasukan dari ventrikel kiri
-
Penurunan pemasukan dari katup mitral
-
Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri
6.
Penatalaksanaan dan Terapi
Pengobatan
-
Pada keadaan ini dapat dilakukan
perikardiosintesis. Sebuah jarum berongga ukuran 16 sepanjang 6 inci ditusukkan
di bawah prosesus xifoideus dan diarahkan ke apeks jantung. Jarum tersebut
kemudian dihubungkan dengan alat EKG 12 sadapan melalui klem aligator untuk
membantu menentukan apakah jarumnya mengenai jantung. Defleksi yang tajam akan
terlihat pada pola EKG. Perikardiosintesis dapat disertai dengan denyut jantung
false-positive yang signifikan karena klinisi bisa saja mengaspirasi darah yang
berasal dari ventrikel kanan sendiri. Petunjuk yang akan mengarahkan
pengambilan keputusan adalah bahwa darah yang bersal dari kantong perikardium
biasanya tidak akan membeku. Yang paling baik, perikardiosistesis adalah
prosedur yang bersifat sementara untuk memperbaiki fungsi jantung sambil
menunggu pembedahan. Di beberapa rumah sakit, lubang atau jendela pada selaput
perikardium dibuat secara darurat di UGD oleh dokter bedah atau dokter
spesialis kardiotoraks (Oman, 2008 : 269).
-
Penatalaksanaan pra rumah sakit bagi
temponade cardio pada tingkat EMP-A memerlukan transportasi cepat ke rumah
sakit. Ini merupakan satu dari beberapa kedaruratan yang harus ditransport
dengan sirine dan lampu merah. Perhatian
ketat harus dicurahkan untuk menghindari pemberian cairan berlebihan ke pasien.
Sering sukar membedakan antara temponade pericardium dan “tension pneumotoraks”
tanpa bantuan radiograph. EMT harus cermat mengamati penderita dan mengingatkan
dokter di rumah sakit terhadap kemungkinan tamponade pericardium.
-
Pada tingkat paramedic EMT, setelah
diagnostik dan konsultasi ke dokter rumah sakit, tamponade pericardium dapat
diaspirasi. Aspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan jarum interkardiak
untuk suntikan ephineprin, dengan hanya menarik penuh semprit yang kosong.
Pendekatannya dari subxifoid, menuju scapula kiri tepat seperti suntikan
intrakardia. Perbedaannya dalam memasukkan jarum selanjutnya. Pemasukan jarum
harus dihentikan tepat setelah memasuki kantong pericardium, sebelum masuk ke
ventrikel. Identifikasi lokasi ujung jarum dengan tepat dapat dibantu dengan
menempatkan sadapan V elektrograf ke batang baja. Jarum ini dengan klem
“alligator”. Sewaktu jarum dimasukkan, segera dapat diketahui arus luka sewaktu
ujung jarum menyentuh miokardium. Dengan menarik mundur sedikit ke kantong
pericardium, EMT kemudian dapat mengaspirasi darah tanpa mencederai myocardium.
-
Seratus lima puluh sampai 250 ml darah
di kantong pericardium sudah cukup untuk menimbulkan tamponade berat.
Pengambilan beberapa milliliter bisa mengurangi tekanan yang memungkinkan
peningkatan curah jantung pasien, peningkatan tekanan darah distal dan
penurunan tekanan di sisi kanannya. Prasat ini (mengeluarkan 50-75 ml darah)
merupakan tindakan yang menyelamatkan nyawa pada tamponade berat. Harus diingat
bahwa terapi ini bukan definitif melaikan hanya suatu tindakan sementara sampai
penderita bisa dibawa ke kamar operasi, tempat dapat dilakukan perikardiotomi
formal sebelum penatalaksanaan difinitive masalah jantung dengan anastesi
lokal. Perlukaan pada pembuluh darah jantung dan struktur vaskuler intertoraks
ditangani dalam masa pra rumah sakit seperti syok hemoragik lainnya dengan
pakaian anti syok dan infus IV. (Boswick, 1997 : 80
7.
Komplikasi
-
Karena
tindakan : laserasi dinding ventrikel, laserasi interna, Pneumothorak
-
Edema Pulmonal
-
Syok Kardiogenik
-
Kematian
Penatalaksanaan
a.
Primary Survey
1. Airway
dengan kontrol servikal
Penilaian:
-
Perhatikan patensi airway (inspeksi,
auskultasi, palpasi)
-
Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
-
Lakukan chin lift dan atau jaw thrust
dengan kontrol servikal in-line immobilisasiB
-
Bersihkan airway dari benda asing.
2. Breathing
dan ventilasi
Penilaian:
-
Buka leher dan dada penderita, dengan
tetap memperhatikan kontrol servikal in- line immobilisasi
-
Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
-
Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks
untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
-
Perkusi thoraks untuk menentukan redup
atau hipersonor
-
Auskultasi thoraks bilateral
Management:
-
Oksigenasi
-
Ventilasi mekanik tekanan positif
sebaiknya dihindari karena dapat menurunkan venous return dan memperberat
gejala tamponade.
3. Circulation
dengan kontol perdarahan
Penilaian:
-
Mengetahui sumber perdarahan eksternal
yang fatal
-
Mengetahui sumber perdarahan internal
-
Periksa nadi: kecepatan, kualitas,
keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar
merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera
-
Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda
sianosis.
-
Periksa tekanan darah
Management:
-
Penekanan langsung pada sumber
perdarahan eksternal
-
Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar
sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan
darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
-
Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang
sudah dihangatkan dengan tetesan cepat
-
Transfusi darah jika perdarahan masif
dan tidak ada respon os terhadap pemberian cairan awal.
-
Pemasangan kateter urin untuk monitoring
indeks perfusi jaringan.
-
Perikardiosentesis:
·
Evakuasi cepat darah dari perikard
merupakan indikasi bila os dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada
resusitasi cairan dan kemungkinan tamponade jantung.
·
Perikardiosentesis merupakan tindakan
aspirasi efusi perikard atau pungsi perikard.
·
Monitoring EKG untuk menunjukkan
tertusuknya miokard (↑ voltase gelombang T atau terjadi disritmia).
·
Lokasi : seringnya di subxyphoid
·
Teknik:
a. Pasien
disandarkan pada sandaran dengan sudut 45° Ã memungkinkan
jantung ke posterior menjauhi dinding thorax.
b. Lakukan
tindakan aseptik dan anestesi lokal dengan prokain 2% atau xilokain 2%. c) Jarum
nomer 18-16 dihubungkan dengan spuit 20-50 ml dihubungkan dengan pemantau EKG
melalui aligator atau hemostat.
c. Arahkan
jarum ke posterosepalad, membentuk sudut 450 dengan permukaan dinding dada.
d. Tusukan
jarum 2-4 cm sampai terasa tahanan lapisan perikard
e. Bila
jarum pungsi menembus perikard dan kontak dengan otot jantung, akan timbul
elevasi segmen ST (injury) dan ekstrasistol ventrikel dengan amplitude tinggi.
Bila hal ini terjadi, maka jarum pungsi harus ditarik sedikit dan di arahkan
ketempat lain.
f. Apabila
cairan perikard kental, dapat dipakai trokar yang lebih besar.
g. Apabila
tidak diperoleh cairan yang mengalir, jarum ditarik perlahan-lahan dan ditusuk
kembali ke arah lain atau lebih dalam sedikit.
h. Hindarkan
tusukan yang tiba-tiba, kasar atau pemindahan arah tusukan secara kasar.
Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan tepi konstan sambil
diisap secara kontinyu.
i.
Kateter vena sentral dapat dipasangkan
melalui jarum tersebut dan dibiarkan di tempat yang memungkinkan tindakan
aspirasi periodik untuk mencegah pengumpulan cairan kembali.
j.
Setelah selesai, cabut jarum dan pasang
perban di atas tempat pungsi.
4. Disability
-
Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
-
Nilai pupil : besarnya, isokor atau
tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.
5.
Exposure/environment
-
Buka pakaian penderita
-
Cegah hipotermia : beri selimut hangat
dan temapatkan pada ruangan yang cukup hangat.
b.
Tambahan primary survey
-
Pasang monitor EKG
-
Kateter urin dan lambung
-
Monitor laju nafas, analisis gas darah
-
Pulse oksimetri
-
Pemeriksaan rontgen standar
c. Resusitasi
fungsi vital dan re-evaluasi
Re-evaluasi penderita
-
Penilaian respon penderita terhadap
pemberian cairan awal
-
Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit,
kesadaran, dan produksi urin) serta awasi tanda-tanda syok.
d.
Secondary survey
-
Anamnesis : AMPLE dan mekanisme trauma
-
Pemeriksaan fisik: Kepala dan
maksilofasial, Perineum , Musculoskeletal, Vertebra servikal dan leher, Neurologis,
Reevaluasi penderita, Thorax, dan Abdomene.
e. Terapi
definitif:
-
Torakotomi di ruang operasif.
f. Rujuk
-
Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak
mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan
pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.
-
Tentukan indikasi rujukan, prosedur
rujukan, dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dnegan
dokter pada pusat rujukan yang dituju.
Trauma
tembus/tajam pada area prekordial (perasternal kanan,sel iga II kiri, grs
mid-klavikula kiri,arkus kosta kiri) atau trauma tumpul dada.
Kerusakan
struktur dan jaringan termasuk pembuluh darah
Perembesan
darah ke ruang perikardium (akumulasi darah progresif)
Menekan
jantung (terjadi peningkatan kekakuan ventrikel)
Menghambat
aktivitas jantung dan mengganggu pengisian ventrike
Distensi
vena jugularis Gangguan
kontraktilitas jantung
Venous
return menurun Kontraksi
Jantung menurun
Co
menurun Suara
jantung menjauh
Tekanan
arteri menurun
Hipotensi
Penurunan
perfusi ke jaringan
Kulit pucat dan dingin
BAB
III
PENUTUP
Syok obstruktif terjadi akibat aliran
darah dari ventrikel mengalami hambatan secara mekanik, diakibatkan oleh
gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat
bisa menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi pada
obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium
(misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma.
Emboli Paru adalah penyumbatan arteri
pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara
tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa
juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung
udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh
darah. Pencegahan emboli paru harus menjadi focus keperawatan utama tindakan keperawatan ditujukan untuk mencegah perkembangan DVT, betis nyeri atau kemerahan. Selain itu manajement keperawatan harus terfokus
pada oksigenasi dan ventilasi yang optimal, monitor perdarahan,berikan
kenyamanan dan support emosional, mempertahankan surveilen untuk komplikasi.
Tamponade jantung
merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan berlebihan di rongga
perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan
hemodinamik (Dharma, 2009 : 67).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!