BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia
menghabiskan sepertiga dari kehidupannya untuk berada dalam proses yang dikenal
dengan tidur. Defenisi tingkah laku
tidur adalah suatu kondisi perubahan persepsi dari tingkah laku yang reversible
dan tidak berpengaruh terhadap lingkungan. Tidur adalah kebutuhan dasar
manusia. Pada pasien yang ingin memperbaiki kembali dan memelihara kesehatan fisik
dan emosionalnya, mereka harus bisa mendapatkan jumlah kualitas tidur yang
adekuat. (Linda,dkk : 77).
Tidur
merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih responsif terhadap rangsangan
internal. Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada
keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respons terhadap rangsangan
eksternal. Otak berangsur-angsur menjadi kurang responsif terhadap rangsang
visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya. Tidur dianggap sebagai
keadaan pasif yang dimulai dari input sensoric walaupun mekanisme inisiasi aktif juga mempengaruhi keadaan
tidur.
Pada saat sakit, manusia akan membutuhkan tidur yang
lebih banyak dari biasanya, sehingga tidur menjadi salah satu faktor kesembuhan
seorang pasien. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien kritis yang
dirawat di ruang unit gawat darurat mengalami gangguan tidur walaupun telah
diberikan terapi farmakologi. Makalah ini akan membahas bagaimana fisiologi
dari tidur dan masalah-masalah tidur yang akan dialami oleh pasien gawat
darurat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TIDUR NORMAL PADA MANUSIA
1. Fisiologi
Tidur
Tidur merupakan keadaan tidak sadar
yang relatif lebih responsif terhadap rangsangan internal. Perbedaan tidur
dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat
diprediksi dan kurang respons terhadap rangsangan eksternal. Otak
berangsur-angsur menjadi kurang responsif terhadap rangsang visual, auditori
dan rangsangan lingkungan lainnya. Tidur dianggap sebagai keadaan pasif yang
dimulai dari input sensoric walaupun mekanisme
inisiasi aktif juga mempengaruhi keadaan tidur. Faktor homeostatik
(faktor S) maupun faktor sirkadian (faktor C) juga berinteraksi untuk
menentukan waktu dan kualitas tidur.
Fungsi tidur adalah restorative
(memperbaiki) kembali organ – organ tubuh. Kegiatan memperbaiki kembali
tersebut berbeda saat Rapid Eye Movement (REM) dan Nonrapid Eye Movement
(NREM). Nonrapid Eye Movement akan mempengaruhi proses anabolik dan sintesis
makromolekul ribonukleic acid (RNA). Rapid Eye Movement akan mempengaruhi
pembentukan hubungan baru pada korteks dan sistem neuroendokrin yang menuju
otak. Selain fungsi di atas, tidur dapat juga digunakan sebagai tanda
terdapatnya kelainan pada tubuh yaitu terdapatnya gangguan tidur yang menjadi
peringatan dini keadaan patologis yang terjadi di tubuh.
Tidur adalah suatu periode
istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan serta kesadaran dan secara utuh
atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat atau dikurangi. Tidur juga
digambarkan sebagai suatu tingkah laku yang ditandai dengan karakteristik
pengurangan gerakan tetapi bersifat reversible terhadap rangsangan dari luar.
2. Tahapan
Tidur
Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya
yaitu :
a.
Fase rapid eye movement
(REM) disebut juga active sleep
b. Fase
nonrapid eye movement (NREM) disebut
juga quiet sleep
Non
Rapid Eye Movement merupakan keadaan
aktif yang terjadi melalui osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem
utama osilasi adalah kumparan tidur, delta osilasi, dan osilasi kortikal
lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah ciri tahap tidur NREM yang dihasilkan
dari hiperpolarisasi neuron GABAnergic dalam nukleus retikulotalamus.
Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron kortikotalamus. Sebagai
penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan kembali ke sinkronisasi
talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari retikulotalamus dan
sumber piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat dihasilkan di
jaringan neokorteks oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi.
Ciri EEG tambahan dari tidur fase
REM adalah gelombang gigi gergaji. Selama fase REM yang berperan adalah sistem
kolinergik yang dapat ditingkatkan dengan reseptor agonis dan dihambat dengan
antikolinergik. Fase REM (tahap R)
ditandai oleh atonia otot, aktivasi kortikal, desinkronisasi bertegangan rendah
dari EEG dan gerakan cepat dari mata. Fase REM memiliki komponen saraf
parasimpatomimetik dan saraf simpatik yang ditandai oleh otot rangka berkedut,
peningkatan denyut jantung, variabilitas pelebaran pupil, dan peningkatan laju
pernapasan Atonia otot terdapat pada seluruh fase REM sebagai hasil dari
inhibisi neuron motor alfa oleh kelompok-kelompok seruleus peri-lokus neuron
yang secara kolektif disebut sebagai korteks retikuler sel kecil.
Fungsi tidur NREM masih merupakan
dugaan, beberapa teori telah
diajukan salah satu teorinya menyatakan bahwa penurunan metabolisme akan
memfasilitasi peningkatan penyimpanan glikogen. Teori lain memanfaatkan
plastisitas neuron yang menyatakan bahwa depolarisasi dan hiperpolarisasi dari
osilasi akan berkonsolidasi dengan proses memori dan menghilangkan sinaps yang
berlebihan. Selama fase NREM permintaan metabolik otak berkurang. Hal ini
ditunjukkan oleh penelitian menggunakan oksigen positron emission tomography
(PET) yaitu selama fase NREM aliran darah ke seluruh otak semakin menurun.
Selama fase REM aliran darah meningkat di talamus dan visual utama, kortek
motorik dan sensorik relatif menurun di prefrontal dan daerah parietal
asosiasional. Peningkatan aliran darah ke daerah visual utama dari korteks
dapat menjelaskan sifat alamiah bermimpi saat REM, penurunan aliran darah ke
korteks prefrontal dapat menjelaskan penerimaan isi mimpi.
Saat ini banyak
dilakukan penelitian tidur menggunakan alat polysomnograph.
Elektroda yang dipakai untuk pemeriksaan tidur dengan cara ini minimal
berjumlah empat buah yaitu satu untuk melihat gambaran gelombang dari
elektroencephalograpy (EEG) dua saluran untuk elektrokulogram (EOG) dan satu
untuk elektromiogram (EMG). 1
Elektroda EEG biasanya diletakkan pada C3 atau C4. Elektrokulogram biasanya
direkam dari kedua mata dengan elektroda diletakkan 1 cm di sebelah kantus
kanan dan kiri. Untuk EEG dan EOG reference electroda diletakkan ipsilateral
atau kontralateral dari cuping telinga atau pada mastoid sedangkan EMG direkam
secara bilateral dari otot atau submental di dagu. Rekaman polysomnograpy
dilakukan pada saat pasien tidur dan hasil standard akan menunjukkan kadar
oksigen darah, pernapasan, dan REM sesuai dengan waktu tidur.
Gelombang tidur yang terlihat pada
gambaran polisomnogram akan berbeda sesuai dengan fase tidur. Pada keadaan
perpindahan dari fase terjaga akan terlihat gambaran gelombang alfa. Fase pertama NREM akan memperlihatkan
gambaran gelombang teta. Fase ini meliputi sekitar 2%-5% tidur malam dan
diperlihatkan pada voltase rendah, bentuk gelombang berupa vertex shar waves
dan mixed-frequency EEG. Pasien dengan sejumlah gangguan tidur akan memperlihatkan
peningkatan pada jumlah tidur di fase pertama pada siklus tidurnya. Hal ini
disebbakan karena pasien akan membuat transisi dari bangun ke tidur, gangguan
persepsi sensori mungkin akan
terjadi.
Hal ini mungkin dapat diartikan bahwa
pasien tidak mampu mengingat edukasi atau instruksi perawatan yang diberikan
oleh perawat selama transisi tidur dan bangun. Pasien mungkin juga akan
mengalami “hypnic mycolonia”.
Fase kedua NREM
akan memperlihatkan gambaran spindle waves. Terjadi sekitar 45%-55% pada malam
hari, tidur dalam, dan higher arousal threshold. Fase ketiga NREM akan memperlihatkan gambaran spindle waves
ditambah dengan slow waves. Fase empat
NREM akan memperlihatkan gelombang yang sama seperti fase ketiga namun
ditambah gambaran gelombang delta yang merupakan ciri fase 4 NREM. Fase REM
bukan merupakan fase tidur karena pada keadaan tidur didapatkan sleep spindle
(S) atau kompleks K maupun delta yang tidak terdapat pada keadaan REM. Fase REM
juga bukan keadaan terjaga karena pada EEG tidak didapatkan gelombang alfa yang
lebih dari 25% maupun EMG yang tinggi. Syarat terjadinya REM adalah
didapatkannya gelombang campuran (alfa, beta dan teta) tak teratur dan tidak
ada kompleks K
Tidur
NREM didominasi oleh sistem saraf parasimpatis. Tubuh mencoba untuk
mempertahankan regulasi homoestatic dan ini menyebabkan penurunan tingkat
energy yang dibutuhkan. Tekanan darah, HR dan RR, metabolisme rate kembali ke
level dasar. Berkeringat dan menggigil akan ditemui pada tidur NREM dengan
temperature yang extreme dan terhenti pada tidur REM.
Tidur REM
disebut juga dengan “fase bermimpi”. Sistem saraf simpatis lebih mendominasi
selama tidur REM. Peningkatan penggunaan O2, TD, HR, RR kembali
bervariasi. Respon tubuh untuk menurunkan kadar oksigen dan meningkatakan kadar
karbondioksida paling rendah pada tidur REM.
Pada
manusia, tidur dibagi menjadi lima fase yaitu :
a.
Tahapan terjaga
Fase
ini disebut juga fase nol yang ditandai dengan subjek dalam keadaan tenang mata
tertutup dengan karakteristik gelombang alfa (8–12,5 Hz) mendominasi seluruh
rekaman, tonus otot yang tinggi dan beberapa gerakan mata. Keadaan ini biasanya
berlangsung antara lima sampai sepuluh menit.
b.
Fase 1
Fase
ini merupakan fase perpindahan dari fase jaga ke fase tidur disebut juga twilight sensation. Fase ini ditandai
dengan berkurangnya gelombang alfa dan munculnya gelombang teta (4-7 Hz), atau
disebut juga gelombang low voltage mix frequencies (LVM). Pada EOG tidak tampak
kedip mata atau REM, tetapi lebih banyak gerakan rolling (R) yang lambat dan
terjadi penurunan potensial EMG. Pada orang normal fase 1 ini tidak berlangsung
lama yaitu antara lima sampai sepuluh menit kemudian memasuki fase berikutnya.
c.
Fase 2
Pada
fase ini, tampak kompleks K pada gelombang EEG, sleep spindle (S) atau
gelombang delta (maksimum 20%). Elektrokulogram sama sekali tidak terdapat REM
atau R dan kedip mata. EMG potensialnya lebih rendah dari fase 1. Fase 2 ini
berjalan relatif lebih lama dari fase 1 yaitu antara 20 sampai 40 menit dan
bervariasi pada tiap individu
d.
Fase 3
Pada
fase ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dan gambaran lain
masih seperti pada fase 2. Fase ini lebih lama pada dewasa tua, tetapi lebih
singkat pada dewasa muda. Pada dewasa muda setelah 5 –10 menit fase 3 akan
diikuti fase 4.
e.
Fase 4
Pada
fase ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta (gelombang delta 50%)
sedangkan gambaran lain masih seperti fase 2. Pada fase 4 ini berlangsung cukup
lama yaitu hampir 30 menit.
f. Fase
REM
Gambaran
EEG tidak lagi didominasi oleh delta tetapi oleh LVM seperti fase1, sedangkan
pada EOG didapat gerakan mata (EM) dan gambaran EMG tetap sama seperti pada
fase 3. Fase ini sering dinamakan fase REM yang biasanya berlangsung 10 –15
menitt. Gambaran fase tidur ini dapat dilihat pada gambar .
Fase
REM umumnya dapat dicapai dalam waktu 90-110 menit kemudian akan mulai kembali
ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang lamanya 75-90 menit. Setelah itu
muncul kembali fase REM kedua yang biasanya lebih lama dari eye movement (EM)
dan lebih banyak dari REM pertama. Keadaan ini akan berulang kembali setiap 75
– 90 menit tetapi pada siklus yang ketiga dan keempat ,fase 2 menjadi lebih
panjang fase 3 dan fase 4 menjadi lebih pendek. Siklus ini terjadi 4 – 5 kali
setiap malam dengan irama yang teratur sehingga orang normal dengan lama tidur
7 – 8 jam setiap hari terdapat 4-5 siklus dengan lama tiap siklus 75 – 90 menit.
Waktu tidur
dapat dibagi tiga bagian yaitu sepertiga awal, sepertiga tengah, sepertiga
akhir. Pada orang normal, sepertiga awal tidur lebih banyak dalam fase 3 dan 4,
sepertiga tengah lebih banyak tidur dangkal (fase 2) serta sepertiga akhir lebih
banyak fase REM.
Siklus
tidur pada tiap individu berbeda dan relative dipengaruhi oleh usia, sebagai
contoh pola tidur pada laki – laki muda (20 – 29 tahun ), pertengahan (40-49
tahun) dan tua (70 – 90 tahun) akan memberikan gambaran pola tidur yang
berbeda. Pertambahan
umur seseorang dapat menyebabkan total waktu tidur menurun sedangkan waktu
terjaga tetap. Pada orang tua tidur sering terlihat gelisah dan waktu
terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan pada orang muda 15% waktu tidurnya
dihabiskan pada fase 4. Fase 4 biasanya tidak ditemukan pada orang tua, demikian
juga lama fase REM akan mengalami penurunan yaitu 28 % dari pascapubertas
menjadi 18% pada orang tua.
Hal
ini menunjukkan bahwa tidur menjadi lebih singkat sehingga menyebabkan
berkurangnya kesegaran sesuai bertambahnya usia .
Gambar 5. Hubungan Usia
dengan waktu tidur
3. Siklus
Tidur
Serangan tidur biasanya muncul pada
tidur fase 1, kemudian berlanjut pada fase 2 sampai fase 4 dan kembali lagi ke
fase 2, dimana merupakan waktu sesesorang untuk masuk pada tidur REM. Keempat
siklus tidur ini adalah normal pada orang dewasa. Tidur NREM mendominasi sekitar sepertiga
malam pertama, sedangkan tidur REM terlihat pada sepertiga malam terakhir.
Tidak ada satupun jumlah tidur yang dapat ditetapkan dan lamanya tidur mungkin
ditentukan oleh banyak faktor
termasuk predisposisi genetic. Jumlah tidur yang cukup bisa diperoleh ketika
sekali terbangun tanpa alarm dan didapatkan setiap hari tanpa perasaan
mengantuk.
Waking
NREM
stage 1
NREM
stage 2
NREM stage 3 REM
NREM
stage 4 NREM
stage 2
NREM stage 3
4. Irama
Sirkadian
Irama sirkadian tidur merupakan
salah satu dari beberapa irama intrinsic tubuh yang diatur oleh hipotalamus.
Jalur rethinohypothalamic memberikan rangsang secara langsung terhadap nucleus
suprachiasma. Penurunan irama sirkadian sebelum pagi hari diperkirakan berguna
untuk membantu otak agar tetap tidur selama semalam sehingga terjadi restorasi
penuh dan mencegah kebangkitan prematur. Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah
kendali hipothalamus. Peningkatan suhu tubuh terjadi sepanjang siang hari dan
penurunan terjadi sepanjang malam. Suhu puncak dan penurunannya diperkirakan
mencerminkan irama tidur. Orang yang aktif di malam hari memiliki puncak suhu
tubuh di malam hari sementara mereka yang menempatkan diri untuk aktif pada
pagi hari memiliki puncak suhu tubuh pada awal malam. Individu normal yang
sehat memiliki variasi sirkadian pada arus puncak ekspirasi maksimal (PEFR)
yaitu mencapai puncaknya pada sore hari dan nilai terendah pada pukul empat
dini hari. Besarnya perubahan PEFR lebih tinggi pada penderita asma
dibandingkan individu normal. Paru dan organ efektor lainnya menunjukkan
variasi bentuk dan waktu respon sirkadian yang jelas. Kadar kortisol dan
epinefrin pada penderita asma akan menunjukkan nilai terendah sekitar tengah
satu malam sampai pukul 05.00 pagi.
B.
TIDUR
ABNORMAL
1. Gangguan
Pola Tidur pada Pasien Penyakit Kritis
Gangguan pola tidur pada pasien
kritis didefinisikan sebagai insufisiensi durasi atau tahap tidur yang
menyebabkan ketidaknyamanan dan mempengaruhi kualitas hidup. Ketika sakit umumnya
individu akan membutuhkan tidur lebih banyak dari biasanya dan tidur menjadi
salah satu faktor kesembuhan. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa nocturnal sleep pada pasien di unit gawat darurat kebanyakan
terganggu meskipun telah menerima berbagai pengobatan.
Tidur normal merupakan periode
penurunan kerja fisiologi pada sistem kardiovaskuler. Biasanya dihubungkan
dengan keletihan fisik dan psikologis atau mungkin akibat keterlambatan
pengobatan. Gangguan tidur pada pasien dengan penyakit kritis mungkin
disebabkan oleh stress psikologi berhubungnan dengan penyakit yang diderita dan
lingkungan perawatan kritis, stress surgical, kebisingan, gangguan perawatan,
dan factor lainnya.
2. Sleep
Apnea Syndrome
Sleep apnea muncul ketika aliran udara tidak
ada atau berkurang. Sleep apnea adalah suatu penyakit dimana pernapasan terhenti
berkali-kali saat sedang tidur. Namun begitu, sleep Apnea tidak sampai
menyebabkan kematian karena tidak bisa bernapas saat tidur. Akan tetapi, efek
sampingnya adalah menurunnya fungsi kekebalan dan metabolisme tubuh serta
menyebabkan system perederan darah terbebani sehingga dapat menyebabkan
penyakit jantung dan stroke.
Sleep
Apnea ini sendiri dapat dibedakan menjadi apnea obstruktif (ketika salura
pernapasan tersumbat), apnea sentral (aktivitas pernapasan di otak menurun) dan
apnea campuran yang merupakan gabungan-gabungan keduannya. Syndrome sleep Apnea
yang sering terjadi adalah syndrome sleep apnea obstruktif. Selama ini, diduga
bahwa penyebab syndrome ini adalah obesitas, akan tetapi sebenarnya hal ini
tidak benar. Karena penyebab syndrome ini adalah pola makan yang tidak benar.
Pada dasarnya 4-5 jam sebelum tidur lambung harus dikosongkan dari makanan,
jika makanan masuk kurang dari 4 jam sebelum tidur akan menyebabkan berbagai
macam hal salah satunya adalah syndrome sleep apnea.
Syndrome
Sleep Apnea dapat terjadi karena makanan yang belum dicerna dengan sempurna
dalam lambung keluar melalui kerongkongan saat anda tidur dengan merebahkan diri.
Saat itulah tubuh mempersempit saluran pernapasan anda agar makanan tidak
menuju kerongkongan, sehingga pernapasan terhenti dan anda akan terbangun dari
tidur ketika tidak dapat benapas. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa banyak
orang yang berpendapat Syndrome Sleep Apnea disebabkan oleh obesitas. Hal ini
berdasarkan pola makan orang obesitas yang tidak teratur dan makan sebelum
tidur. Dari penjelasan ini dapat dijabarkan bahwa makan sebelum tidur tidaklah
baik. Sebaiknnya 4-5 jam sebelum tidur perut dikosongkan terlebih dahulu.
Namun, jika tidak dapat menahan rasa lapar sebelum tidur, ada baiknya anda
makan sedikit buah segar yang mengandung banyak enzim sehingga mudah dicerna
dalam lambung. Enzim dalam buah sangat mudah dicerna dan dapat mengalir dari
lambung menuju usus dalam waktu 30-40 menit. Sehingga makan buah 1 jam sebelum
tidur tidak akan menyebabkan Syndrome Sleep Apnea
3. Obstructive
Sleep Apnea
OSA
muncul ketika terjadi sekurang-kurangnya
lima kali apnea atau hypopnea per jam yang disebabkan oleh obstruksi jalan
napas atas. OSA dikarakteristikan dengan episode berulang obstruksi jalan napas
atas yang muncul selama tidur, biasanya dihubungkan dengan penurunan saturasi
oksigen darah. Obstruksi Saluran napas atas dapat disebabkan oleh kelebihan
jaringan pada saluran napas, tonsil yang membesar dan biasanya termasuk
relaksasi otot napas dan kolaps selama tidur. Factor resiko tinggi terkena
OSA : merokok, TD tinggi, mempunyai
riwayat gagal jaunting atau stroke.
Gejala OSA :
ü Tidur sepanjang hari atau letih
ü Mulut kering atau sakit tenggorokkan
ketika bangun
ü Sakit kepala di pagi hari
ü Gangguan konsentrasi, lupa, depresi,
tidak peka
ü Keringat malam
ü Gelisah selama tidur
ü Disfungsi seksualitas
ü Mendengkur
ü Tiba2 terbangun dengan hembusan
napas atau tercekik
ü Sulit bangun pada pagi hari
4. Central
Sleep Apnea
Gangguan tidur ini dapat dilihat pada
polysomnography, yaitu tidak adanya aliran udara dan usaha bernapas dalam 10
detik.
BAB III
PENUTUP
Fungsi
tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ – organ tubuh. Kegiatan
memperbaiki kembali tersebut berbeda saat Rapid Eye Movement (REM) dan Nonrapid
Eye Movement (NREM). Nonrapid Eye Movement akan mempengaruhi proses anabolik
dan sintesis makromolekul ribonukleic acid (RNA). Rapid Eye Movement akan
mempengaruhi pembentukan hubungan baru pada korteks dan sistem neuroendokrin
yang menuju otak. Selain fungsi di atas, tidur dapat juga digunakan sebagai
tanda terdapatnya kelainan pada tubuh yaitu terdapatnya gangguan tidur yang
menjadi peringatan dini keadaan patologis yang terjadi di tubuh.
Tidur
dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya yaitu : Fase rapid eye movement
(REM) disebut juga active sleep dan Fase nonrapid eye
movement (NREM) disebut juga quiet sleep. Non
Rapid Eye Movement merupakan keadaan
aktif yang terjadi melalui osilasi antara talamus dan korteks. Tidur
REM disebut juga dengan “fase bermimpi”.
Sistem saraf simpatis lebih mendominasi selama tidur REM. Peningkatan
penggunaan O2, TD, HR, RR kembali bervariasi. Respon tubuh untuk
menurunkan kadar oksigen dan meningkatakan kadar karbondioksida paling rendah
pada tidur REM.
Gangguan tidur pada asien kritis di antaranya : gangguan
pola tidur, sleep apnea syndrome, obstructive sleep apnea, dan central sleep
apnea.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!