Senin, 07 Mei 2012

FISIOLOGI TIDUR DAN MASALAH TIDUR PADA PASIEN GAWAT DARURAT


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia menghabiskan sepertiga dari kehidupannya untuk berada dalam proses yang dikenal dengan tidur. Defenisi tingkah laku tidur adalah suatu kondisi perubahan persepsi dari tingkah laku yang reversible dan tidak berpengaruh terhadap lingkungan. Tidur adalah kebutuhan dasar manusia. Pada pasien yang ingin memperbaiki kembali dan memelihara kesehatan fisik dan emosionalnya, mereka harus bisa mendapatkan jumlah kualitas tidur yang adekuat. (Linda,dkk : 77).

Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih responsif terhadap rangsangan internal. Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respons terhadap rangsangan eksternal. Otak berangsur-angsur menjadi kurang responsif terhadap rangsang visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya. Tidur dianggap sebagai keadaan pasif yang dimulai dari input sensoric walaupun mekanisme  inisiasi aktif juga mempengaruhi keadaan tidur.

Pada saat sakit, manusia akan membutuhkan tidur yang lebih banyak dari biasanya, sehingga tidur menjadi salah satu faktor kesembuhan seorang pasien. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien kritis yang dirawat di ruang unit gawat darurat mengalami gangguan tidur walaupun telah diberikan terapi farmakologi. Makalah ini akan membahas bagaimana fisiologi dari tidur dan masalah-masalah tidur yang akan dialami oleh pasien gawat darurat.










BAB II
PEMBAHASAN

A.           TIDUR  NORMAL PADA MANUSIA
1.      Fisiologi Tidur
Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih responsif terhadap rangsangan internal. Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respons terhadap rangsangan eksternal. Otak berangsur-angsur menjadi kurang responsif terhadap rangsang visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya. Tidur dianggap sebagai keadaan pasif yang dimulai dari input sensoric walaupun mekanisme  inisiasi aktif juga mempengaruhi keadaan tidur. Faktor homeostatik (faktor S) maupun faktor sirkadian (faktor C) juga berinteraksi untuk menentukan waktu dan kualitas tidur.

Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ – organ tubuh. Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat Rapid Eye Movement (REM) dan Nonrapid Eye Movement (NREM). Nonrapid Eye Movement akan mempengaruhi proses anabolik dan sintesis makromolekul ribonukleic acid (RNA). Rapid Eye Movement akan mempengaruhi pembentukan hubungan baru pada korteks dan sistem neuroendokrin yang menuju otak. Selain fungsi di atas, tidur dapat juga digunakan sebagai tanda terdapatnya kelainan pada tubuh yaitu terdapatnya gangguan tidur yang menjadi peringatan dini keadaan patologis yang terjadi di tubuh.

Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan serta kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat atau dikurangi. Tidur juga digambarkan sebagai suatu tingkah laku yang ditandai dengan karakteristik pengurangan gerakan tetapi bersifat reversible terhadap rangsangan dari luar.

2.      Tahapan Tidur
Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya yaitu :
a.       Fase rapid eye movement (REM) disebut juga active sleep
b.      Fase nonrapid eye movement (NREM) disebut juga quiet sleep

Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem utama osilasi adalah kumparan tidur, delta osilasi, dan osilasi kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah ciri tahap tidur NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron GABAnergic dalam nukleus retikulotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron kortikotalamus. Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan kembali ke sinkronisasi talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari retikulotalamus dan sumber piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat dihasilkan di jaringan neokorteks oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi.

Ciri EEG tambahan dari tidur fase REM adalah gelombang gigi gergaji. Selama fase REM yang berperan adalah sistem kolinergik yang dapat ditingkatkan dengan reseptor agonis dan dihambat dengan antikolinergik.  Fase REM (tahap R) ditandai oleh atonia otot, aktivasi kortikal, desinkronisasi bertegangan rendah dari EEG dan gerakan cepat dari mata. Fase REM memiliki komponen saraf parasimpatomimetik dan saraf simpatik yang ditandai oleh otot rangka berkedut, peningkatan denyut jantung, variabilitas pelebaran pupil, dan peningkatan laju pernapasan Atonia otot terdapat pada seluruh fase REM sebagai hasil dari inhibisi neuron motor alfa oleh kelompok-kelompok seruleus peri-lokus neuron yang secara kolektif disebut sebagai korteks retikuler sel kecil.

Fungsi tidur NREM masih merupakan dugaan, beberapa teori telah diajukan salah satu teorinya menyatakan bahwa penurunan metabolisme akan memfasilitasi peningkatan penyimpanan glikogen. Teori lain memanfaatkan plastisitas neuron yang menyatakan bahwa depolarisasi dan hiperpolarisasi dari osilasi akan berkonsolidasi dengan proses memori dan menghilangkan sinaps yang berlebihan. Selama fase NREM permintaan metabolik otak berkurang. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian menggunakan oksigen positron emission tomography (PET) yaitu selama fase NREM aliran darah ke seluruh otak semakin menurun. Selama fase REM aliran darah meningkat di talamus dan visual utama, kortek motorik dan sensorik relatif menurun di prefrontal dan daerah parietal asosiasional. Peningkatan aliran darah ke daerah visual utama dari korteks dapat menjelaskan sifat alamiah bermimpi saat REM, penurunan aliran darah ke korteks prefrontal dapat menjelaskan penerimaan isi mimpi. 
 
Saat ini banyak dilakukan penelitian tidur menggunakan alat polysomnograph. Elektroda yang dipakai untuk pemeriksaan tidur dengan cara ini minimal berjumlah empat buah yaitu satu untuk melihat gambaran gelombang dari elektroencephalograpy (EEG) dua saluran untuk elektrokulogram (EOG) dan satu untuk elektromiogram (EMG). 1 Elektroda EEG biasanya diletakkan pada C3 atau C4. Elektrokulogram biasanya direkam dari kedua mata dengan elektroda diletakkan 1 cm di sebelah kantus kanan dan kiri. Untuk EEG dan EOG reference electroda diletakkan ipsilateral atau kontralateral dari cuping telinga atau pada mastoid sedangkan EMG direkam secara bilateral dari otot atau submental di dagu. Rekaman polysomnograpy dilakukan pada saat pasien tidur dan hasil standard akan menunjukkan kadar oksigen darah, pernapasan, dan REM sesuai dengan waktu tidur.










Gelombang tidur yang terlihat pada gambaran polisomnogram akan berbeda sesuai dengan fase tidur. Pada keadaan perpindahan dari fase terjaga akan terlihat gambaran gelombang alfa. Fase pertama NREM akan memperlihatkan gambaran gelombang teta. Fase ini meliputi sekitar 2%-5% tidur malam dan diperlihatkan pada voltase rendah, bentuk gelombang berupa vertex shar waves dan mixed-frequency EEG. Pasien dengan sejumlah gangguan tidur akan memperlihatkan peningkatan pada jumlah tidur di fase pertama pada siklus tidurnya. Hal ini disebbakan karena pasien akan membuat transisi dari bangun ke tidur, gangguan persepsi sensori mungkin akan terjadi.
Hal ini mungkin dapat diartikan bahwa pasien tidak mampu mengingat edukasi atau instruksi perawatan yang diberikan oleh perawat selama transisi tidur dan bangun. Pasien mungkin juga akan mengalami “hypnic mycolonia”.

Fase kedua NREM akan memperlihatkan gambaran spindle waves. Terjadi sekitar 45%-55% pada malam hari, tidur dalam, dan higher arousal threshold. Fase ketiga NREM akan memperlihatkan gambaran spindle waves ditambah dengan slow waves. Fase empat NREM akan memperlihatkan gelombang yang sama seperti fase ketiga namun ditambah gambaran gelombang delta yang merupakan ciri fase 4 NREM. Fase REM bukan merupakan fase tidur karena pada keadaan tidur didapatkan sleep spindle (S) atau kompleks K maupun delta yang tidak terdapat pada keadaan REM. Fase REM juga bukan keadaan terjaga karena pada EEG tidak didapatkan gelombang alfa yang lebih dari 25% maupun EMG yang tinggi. Syarat terjadinya REM adalah didapatkannya gelombang campuran (alfa, beta dan teta) tak teratur dan tidak ada kompleks K

Tidur NREM didominasi oleh sistem saraf parasimpatis. Tubuh mencoba untuk mempertahankan regulasi homoestatic dan ini menyebabkan penurunan tingkat energy yang dibutuhkan. Tekanan darah, HR dan RR, metabolisme rate kembali ke level dasar. Berkeringat dan menggigil akan ditemui pada tidur NREM dengan temperature yang extreme dan terhenti pada tidur REM.

Tidur REM disebut juga dengan “fase bermimpi”. Sistem saraf simpatis lebih mendominasi selama tidur REM. Peningkatan penggunaan O2, TD, HR, RR kembali bervariasi. Respon tubuh untuk menurunkan kadar oksigen dan meningkatakan kadar karbondioksida paling rendah pada tidur REM.
Pada manusia, tidur dibagi menjadi lima fase yaitu :
a.       Tahapan terjaga
Fase ini disebut juga fase nol yang ditandai dengan subjek dalam keadaan tenang mata tertutup dengan karakteristik gelombang alfa (8–12,5 Hz) mendominasi seluruh rekaman, tonus otot yang tinggi dan beberapa gerakan mata. Keadaan ini biasanya berlangsung antara lima sampai sepuluh menit.


b.      Fase 1
Fase ini merupakan fase perpindahan dari fase jaga ke fase tidur disebut juga twilight sensation. Fase ini ditandai dengan berkurangnya gelombang alfa dan munculnya gelombang teta (4-7 Hz), atau disebut juga gelombang low voltage mix frequencies (LVM). Pada EOG tidak tampak kedip mata atau REM, tetapi lebih banyak gerakan rolling (R) yang lambat dan terjadi penurunan potensial EMG. Pada orang normal fase 1 ini tidak berlangsung lama yaitu antara lima sampai sepuluh menit kemudian memasuki fase berikutnya.
c.       Fase 2
Pada fase ini, tampak kompleks K pada gelombang EEG, sleep spindle (S) atau gelombang delta (maksimum 20%). Elektrokulogram sama sekali tidak terdapat REM atau R dan kedip mata. EMG potensialnya lebih rendah dari fase 1. Fase 2 ini berjalan relatif lebih lama dari fase 1 yaitu antara 20 sampai 40 menit dan bervariasi pada tiap individu
d.      Fase 3
Pada fase ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dan gambaran lain masih seperti pada fase 2. Fase ini lebih lama pada dewasa tua, tetapi lebih singkat pada dewasa muda. Pada dewasa muda setelah 5 –10 menit fase 3 akan diikuti fase 4.
e.       Fase 4
Pada fase ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta (gelombang delta 50%) sedangkan gambaran lain masih seperti fase 2. Pada fase 4 ini berlangsung cukup lama yaitu hampir 30 menit.
f.       Fase REM
Gambaran EEG tidak lagi didominasi oleh delta tetapi oleh LVM seperti fase1, sedangkan pada EOG didapat gerakan mata (EM) dan gambaran EMG tetap sama seperti pada fase 3. Fase ini sering dinamakan fase REM yang biasanya berlangsung 10 –15 menitt. Gambaran fase tidur ini dapat dilihat pada gambar .
Fase REM umumnya dapat dicapai dalam waktu 90-110 menit kemudian akan mulai kembali ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang lamanya 75-90 menit. Setelah itu muncul kembali fase REM kedua yang biasanya lebih lama dari eye movement (EM) dan lebih banyak dari REM pertama. Keadaan ini akan berulang kembali setiap 75 – 90 menit tetapi pada siklus yang ketiga dan keempat ,fase 2 menjadi lebih panjang fase 3 dan fase 4 menjadi lebih pendek. Siklus ini terjadi 4 – 5 kali setiap malam dengan irama yang teratur sehingga orang normal dengan lama tidur 7 – 8 jam setiap hari terdapat 4-5 siklus dengan lama tiap siklus 75 – 90 menit.

Waktu tidur dapat dibagi tiga bagian yaitu sepertiga awal, sepertiga tengah, sepertiga akhir. Pada orang normal, sepertiga awal tidur lebih banyak dalam fase 3 dan 4, sepertiga tengah lebih banyak tidur dangkal (fase 2) serta sepertiga akhir lebih banyak fase REM.
Siklus tidur pada tiap individu berbeda dan relative dipengaruhi oleh usia, sebagai contoh pola tidur pada laki – laki muda (20 – 29 tahun ), pertengahan (40-49 tahun) dan tua (70 – 90 tahun) akan memberikan gambaran pola tidur yang berbeda. Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu tidur menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua tidur sering terlihat gelisah dan waktu terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan pada orang muda 15% waktu tidurnya dihabiskan pada fase 4. Fase 4 biasanya tidak ditemukan pada orang tua, demikian juga lama fase REM akan mengalami penurunan yaitu 28 % dari pascapubertas menjadi 18% pada orang tua.
Hal ini menunjukkan bahwa tidur menjadi lebih singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai bertambahnya usia .
Gambar 5. Hubungan Usia dengan waktu tidur

3.      Siklus Tidur
Serangan tidur biasanya muncul pada tidur fase 1, kemudian berlanjut pada fase 2 sampai fase 4 dan kembali lagi ke fase 2, dimana merupakan waktu sesesorang untuk masuk pada tidur REM. Keempat siklus tidur ini adalah normal pada orang dewasa. Tidur NREM mendominasi sekitar sepertiga malam pertama, sedangkan tidur REM terlihat pada sepertiga malam terakhir. Tidak ada satupun jumlah tidur yang dapat ditetapkan dan lamanya tidur mungkin ditentukan oleh banyak faktor termasuk predisposisi genetic. Jumlah tidur yang cukup bisa diperoleh ketika sekali terbangun tanpa alarm dan didapatkan setiap hari tanpa perasaan mengantuk.



                                          Waking


 


                                          NREM stage 1


 


                                          NREM stage 2


                  NREM stage 3                                                REM
                 

NREM stage 4                                                NREM stage 2
                 
                 
                                          NREM stage 3

4.      Irama Sirkadian
Irama sirkadian tidur merupakan salah satu dari beberapa irama intrinsic tubuh yang diatur oleh hipotalamus. Jalur rethinohypothalamic memberikan rangsang secara langsung terhadap nucleus suprachiasma. Penurunan irama sirkadian sebelum pagi hari diperkirakan berguna untuk membantu otak agar tetap tidur selama semalam sehingga terjadi restorasi penuh dan mencegah kebangkitan prematur. Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus. Peningkatan suhu tubuh terjadi sepanjang siang hari dan penurunan terjadi sepanjang malam. Suhu puncak dan penurunannya diperkirakan mencerminkan irama tidur. Orang yang aktif di malam hari memiliki puncak suhu tubuh di malam hari sementara mereka yang menempatkan diri untuk aktif pada pagi hari memiliki puncak suhu tubuh pada awal malam. Individu normal yang sehat memiliki variasi sirkadian pada arus puncak ekspirasi maksimal (PEFR) yaitu mencapai puncaknya pada sore hari dan nilai terendah pada pukul empat dini hari. Besarnya perubahan PEFR lebih tinggi pada penderita asma dibandingkan individu normal. Paru dan organ efektor lainnya menunjukkan variasi bentuk dan waktu respon sirkadian yang jelas. Kadar kortisol dan epinefrin pada penderita asma akan menunjukkan nilai terendah sekitar tengah satu malam sampai pukul 05.00 pagi.

B.       TIDUR ABNORMAL
1.      Gangguan Pola Tidur pada Pasien Penyakit Kritis
Gangguan pola tidur pada pasien kritis didefinisikan sebagai insufisiensi durasi atau tahap tidur yang menyebabkan ketidaknyamanan dan mempengaruhi kualitas hidup. Ketika sakit umumnya individu akan membutuhkan tidur lebih banyak dari biasanya dan tidur menjadi salah satu faktor kesembuhan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa nocturnal sleep  pada pasien di unit gawat darurat kebanyakan terganggu meskipun telah menerima berbagai pengobatan.
Tidur normal merupakan periode penurunan kerja fisiologi pada sistem kardiovaskuler. Biasanya dihubungkan dengan keletihan fisik dan psikologis atau mungkin akibat keterlambatan pengobatan. Gangguan tidur pada pasien dengan penyakit kritis mungkin disebabkan oleh stress psikologi berhubungnan dengan penyakit yang diderita dan lingkungan perawatan kritis, stress surgical, kebisingan, gangguan perawatan, dan factor lainnya. 

2.      Sleep Apnea Syndrome
Sleep apnea muncul ketika aliran udara tidak ada atau berkurang. Sleep apnea adalah suatu penyakit dimana pernapasan terhenti berkali-kali saat sedang tidur. Namun begitu, sleep Apnea tidak sampai menyebabkan kematian karena tidak bisa bernapas saat tidur. Akan tetapi, efek sampingnya adalah menurunnya fungsi kekebalan dan metabolisme tubuh serta menyebabkan system perederan darah terbebani sehingga dapat menyebabkan penyakit jantung dan stroke.
Sleep Apnea ini sendiri dapat dibedakan menjadi apnea obstruktif (ketika salura pernapasan tersumbat), apnea sentral (aktivitas pernapasan di otak menurun) dan apnea campuran yang merupakan gabungan-gabungan keduannya. Syndrome sleep Apnea yang sering terjadi adalah syndrome sleep apnea obstruktif. Selama ini, diduga bahwa penyebab syndrome ini adalah obesitas, akan tetapi sebenarnya hal ini tidak benar. Karena penyebab syndrome ini adalah pola makan yang tidak benar. Pada dasarnya 4-5 jam sebelum tidur lambung harus dikosongkan dari makanan, jika makanan masuk kurang dari 4 jam sebelum tidur akan menyebabkan berbagai macam hal salah satunya adalah syndrome sleep apnea.
Syndrome Sleep Apnea dapat terjadi karena makanan yang belum dicerna dengan sempurna dalam lambung keluar melalui kerongkongan saat anda tidur dengan merebahkan diri. Saat itulah tubuh mempersempit saluran pernapasan anda agar makanan tidak menuju kerongkongan, sehingga pernapasan terhenti dan anda akan terbangun dari tidur ketika tidak dapat benapas. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa banyak orang yang berpendapat Syndrome Sleep Apnea disebabkan oleh obesitas. Hal ini berdasarkan pola makan orang obesitas yang tidak teratur dan makan sebelum tidur. Dari penjelasan ini dapat dijabarkan bahwa makan sebelum tidur tidaklah baik. Sebaiknnya 4-5 jam sebelum tidur perut dikosongkan terlebih dahulu. Namun, jika tidak dapat menahan rasa lapar sebelum tidur, ada baiknya anda makan sedikit buah segar yang mengandung banyak enzim sehingga mudah dicerna dalam lambung. Enzim dalam buah sangat mudah dicerna dan dapat mengalir dari lambung menuju usus dalam waktu 30-40 menit. Sehingga makan buah 1 jam sebelum tidur tidak akan menyebabkan Syndrome Sleep Apnea

3.      Obstructive Sleep Apnea
OSA muncul ketika terjadi sekurang-kurangnya lima kali apnea atau hypopnea per jam yang disebabkan oleh obstruksi jalan napas atas. OSA dikarakteristikan dengan episode berulang obstruksi jalan napas atas yang muncul selama tidur, biasanya dihubungkan dengan penurunan saturasi oksigen darah. Obstruksi Saluran napas atas dapat disebabkan oleh kelebihan jaringan pada saluran napas, tonsil yang membesar dan biasanya termasuk relaksasi otot napas dan kolaps selama tidur. Factor resiko tinggi terkena OSA  : merokok, TD tinggi, mempunyai riwayat gagal jaunting atau stroke.
Gejala OSA :
ü  Tidur sepanjang hari atau letih
ü  Mulut kering atau sakit tenggorokkan ketika bangun
ü  Sakit kepala di pagi hari
ü  Gangguan konsentrasi, lupa, depresi, tidak peka
ü  Keringat malam
ü  Gelisah selama tidur
ü  Disfungsi seksualitas
ü  Mendengkur
ü  Tiba2 terbangun dengan hembusan napas atau tercekik
ü  Sulit bangun pada pagi hari

4.      Central Sleep Apnea
Gangguan tidur ini dapat dilihat pada polysomnography, yaitu tidak adanya aliran udara dan usaha bernapas dalam 10 detik.




















BAB III
PENUTUP

Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ – organ tubuh. Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat Rapid Eye Movement (REM) dan Nonrapid Eye Movement (NREM). Nonrapid Eye Movement akan mempengaruhi proses anabolik dan sintesis makromolekul ribonukleic acid (RNA). Rapid Eye Movement akan mempengaruhi pembentukan hubungan baru pada korteks dan sistem neuroendokrin yang menuju otak. Selain fungsi di atas, tidur dapat juga digunakan sebagai tanda terdapatnya kelainan pada tubuh yaitu terdapatnya gangguan tidur yang menjadi peringatan dini keadaan patologis yang terjadi di tubuh.
Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya yaitu : Fase rapid eye movement (REM) disebut juga active sleep dan Fase nonrapid eye movement (NREM) disebut juga quiet sleep. Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui osilasi antara talamus dan korteks. Tidur REM disebut juga dengan “fase bermimpi”. Sistem saraf simpatis lebih mendominasi selama tidur REM. Peningkatan penggunaan O2, TD, HR, RR kembali bervariasi. Respon tubuh untuk menurunkan kadar oksigen dan meningkatakan kadar karbondioksida paling rendah pada tidur REM.
Gangguan tidur pada asien kritis di antaranya : gangguan pola tidur, sleep apnea syndrome, obstructive sleep apnea, dan central sleep apnea.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!