BAB I
PENDAHULUAN
Tourette syndrome adalah kelainan saraf yang muncul pada masa kanak-kanak yang dikarakteristikan dengan gerakan motorik dan suara yang berulang serta satu atau lebih tarikan saraf (tic) yang bertambah dan berkurang keparahannya pada jangka waktu tertentu (Schultz, Carter, Gladstone, Scahill, Leckman, Peterson, Zhang, Cohen, & Pauls, 1998). Berdasarkan DSM IV, gerakan saraf terjadi tiba-tiba, sering, berulang, tidak teratur, dicirikan dengan gerakan motor dan vokal (Hoekstra, Kallenberg, Korf, & Minderaa, 2002). Contoh, gerakan saraf yang terjadi seperti kedipan mata yang berulang, mengerutkan hidung, gerakan kepala, tenggorokan mengeluarkan suara batuk dan menggumam. Gerakan saraf umumnya terjadi dalam satu hari, dimana gerakan itu semakin lama bisa semakin bertambah dan berkurang tergantung tingkat keparahannya. Biasanya, pada pasien individual, gerakan saraf ini biasanya bisa berubah, beberapa gerakan saraf menghilang dan hal yang baru muncul pada satu waktu.
Makalah ini akan membahas secara mendalam tentang apa itu Tourette Syndrome.
BAB II
PEMBAHASAN
- Defenisi
Sindrom Tourette dikarakteristikkan dengan adanya tic motorik dan verbal yang menyebabkan distress dan gangguan yang signifikan pada hubungan social dan pekerjaan (APA,2000). Tourette syndrome adalah penyakit yang ditemukan pada tahun 1885 dan diberi nama sesuai nama penemunya, yaitu ahli syaraf dari Perancis, Georges Gilles de la Tourette (Dhamayanti, Riandani, & Resna, 2003).
Tourette syndrome adalah kelainan saraf yang muncul pada masa kanak-kanak yang dikarakteristikan dengan gerakan motorik dan suara yang berulang serta satu atau lebih tarikan saraf (tic) yang bertambah dan berkurang keparahannya pada jangka waktu tertentu (Schultz, Carter, Gladstone, Scahill, Leckman, Peterson, Zhang, Cohen, & Pauls, 1998). Berdasarkan DSM IV, gerakan saraf terjadi tiba-tiba, sering, berulang, tidak teratur, dicirikan dengan gerakan motor dan vokal (Hoekstra, Kallenberg, Korf, & Minderaa, 2002). Contoh, gerakan saraf yang terjadi seperti kedipan mata yang berulang, mengerutkan hidung, gerakan kepala, tenggorokan mengeluarkan suara batuk dan menggumam. Gerakan saraf umumnya terjadi dalam satu hari, dimana gerakan itu semakin lama bisa semakin bertambah dan berkurang tergantung tingkat keparahannya. Biasanya, pada pasien individual, gerakan saraf ini biasanya bisa berubah, beberapa gerakan saraf menghilang dan hal yang baru muncul pada satu waktu.
Sindrom Tourette adalah sebuah gangguan menurun ditandai dengan gerenyet urat syaraf otot sederhana dan kompleks dan vokal yang sering terjadi sepanjang hari setidaknya selama satu tahun. Sindrom Tourette adalah sering terjadi, mempengaruhi 1 dari 100 orang. Hal ini 3 kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Yang seringkali dimulai di awal masa kanak-kanak. Pada kebanyakan orang, gejala-gejalanya ringan dimana gangguan tersebut tidak dikenali.
Tic ini biasanya muncul pada umur 2-7 tahun. Tic motorik biasanya akan mengenai kepala tapi juga bisa mengenai punggung atau ekstrimitas, dan akan berubah sesuai dengan lokasi, frekuensi, dan keseringan muncul sepanjang waktu. Motorik tic lainnya adalah ujung lidah, sentuhan, squatting, hoping, loncatan, dan tahapan retracing, berputar ketika berjalan. Vocal tic mencakup suara dan kata-kata yang disampaikan. Coprolalia (kecabulan ucapan) muncul lebih dari 10% kasus. Gangguan ini biasanya permanen, tetapi periode berulang mungkin saja muncul dan gejalanya akan berkurang selama masa remaja dan kadang-kadang tidak muncul pada dewasa awal. Sindrom Tourette biasanya berhubungan dengan depresi, OCD, dan ADHD (Flaherty, 2008). Sindroma Tourette adalah suatu penyakit dimana tic motorik dan vokalis terjadi beberapa kali dalam sehari dan telah berlangsung minimal selama 1 tahun. Tic adalah gerakan diluar kesadaran yang terjadi secara berulang-ulang.
Sindroma Tourette sering diawali dengan tic simplek pada masa kanak-kanak, yaitu berupa sentakan otot yang tidak diinginkan dan tanpa tujuan, yang terjadi berulang-ulang. Selanjutnya tic simplek berkembang menjadi gerakan yang kompleks, termasuk tic vokalis dan kelumpuhan pernafasan secara tiba-tiba. Tic vokalis terdengar sebagai bunyi mendengus atau menggonggong
- Etiologi
Sindroma Tourette merupakan penyakit keturunan yang 3 kali lebih banyak terjadi pada pria. Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi diduga merupakan suatu kelainan dalam dopamin atau neurotransmiter otak lainnya. Secara garis besar penyebab terjadinya penyakit ini adalah faktor genetic, serotonin, faktor-faktor lingkungan, psikososial factor, kimia dopamin otak.
Sindrom Tourette sebagian besar terjadi secara genetik (minimal riwayat tics dan OCD), namun pola pewarisan gangguan ini masih belum jelas (Robertson, 2000). Selain itu juga terdapat kemungkinan bahwa sindrom Tourette merupakan akibat dari gangguan perinatal, misalnya cedera saat kelahiran. Hipotesis terbaru menyebutkan bahwa sindrom Tourette diakibatkan oleh PANDAS (Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcal infections), atau gangguan neuropsikiatris-autoimun yang disebabkan oleh infeksi bakteri streptokokus maupun virus-virus yang diduga berperan dalam perkembangan gangguan sindrom Tourette (Dhamayanti, dkk., 2004, Hoekstra, dkk., 2002, Glickman, 2008).
- Manifestasi Klinis
Sindrom Tourette seringkali diawali dengan gerenyet otot sederhana, seperti meringis, sentakan kepala, dan berkedip-kedip. Gerenyet sederhana kemungkinan hanya gelisah biasa dan bisa hilang dengan waktu. Beberapa gerenyet tidak diperlukan untuk menyebabkan sindrom tourette, yang melibatkan lebih dari pada gerenyet sederhana. Misalnya, orang dengan sindrom tourette bisa menggerakkan kepala mereka dengan berulang-ulang dari sisi ke sisi, mengedipkan mata mereka, membuka mulut mereka, dan meregangkan leher mereka.
Gerenyet urat syaraf vokal bisa diawali dengan mendengkur, mendengus, mendengung, atau membentak keras dan menjadi kompulsiv, mengutuk tanpa sengaja. Untuk alasan yang tidak jelas dan seringkali pada pertengahan perbincangan, beberapa orang yang menderita sindrom tourette bisa berteriak kacau atau berkata yang kotor (disebut corprolalia). Suara meledak-ledak yang keluar ini kadangkala salah dianggap disengaja, khususnya pada anak-anak.
Orang dengan sindrom tourette seringkali mengalami kesulitan berfungsi dan mengalami kegelisahan yang patut dipertimbangkan dalam lingkungan sosial. Dahulu, mereka dihindari, diasingkan, atau bahkan dianggap kerasukan setan. Impulsiv, agresif, dan perilaku menghancurkan diri sendiri terbentuk pada banyak penderita, dan perilaku obsessive-compulsive terbentuk pada separuh penderita. Anak yang menderita sindrom tourette seringkali mengalami kesulitan belajar. Kebanyakan juga mengalami kekurangan-perhatian/gangguan terlalu aktif. Tic yang lebih kompleks bisa berupa memukul dan menendang, mengendus-endus, merintih dan mendengung.
Penderita bisa mengucapkan kata-kata yang kasar di tengah-tengah percakapan, tanpa alasan yang jelas. Penderita juga bisa dengan cepat mengulang-ulang kata yang didengarnya (ekolalia). Penderita sering mengalami kesulitan dalam bersosialisasi.
Penderita bisa mengucapkan kata-kata yang kasar di tengah-tengah percakapan, tanpa alasan yang jelas. Penderita juga bisa dengan cepat mengulang-ulang kata yang didengarnya (ekolalia). Penderita sering mengalami kesulitan dalam bersosialisasi.
Ada 2 kategori untuk sindrom Tourette (Tourette Syndrome Association, 2008):
· Simple: Gejala-gejala yang ditunjukkan adalah tics (seperti kedipan mata, gerak tubuh & wajah) dan vokalisasi (seperti suara-suara serak yang berulang)
· Complex: Gejala-gejalanya lebih berat, termasuk melompat, berputar-putar, kompulsi, dan vokalisasi pengulangan kata-kata atau suara (echolalia) dan umpatan (coprolalia)
Kriteria diagnosis untuk penyakit Tourette (Bagheri, Kerbeshian, & Burd, 1999):
1. Memiliki lebih dari satu gerak motorik dan satu atau lebih gerak syaraf vokal yang telah muncul pada waktu tertentu selama sakit, walaupun hal itu belum tentu terjadi.
2. Gerak syaraf terjadi pada banyak waktu dalam sehari pada setiap hari atau berselang-seling selama periode waktutertentu selama lebih dari satu tahun, dan selama periode tersebut tidak ada periode waktu yang terbebas dari gerak syaraf selama lebih dari tga bulan.
3. Penyebab yang mengganggu penyakit ini ditandai dengan stres atau ketidaksesuaian sosial, hubungan dengan yang lain yang berkaitan dengan pentingnya area fungsi.
4. Kemunculannya sebelum usia 18 tahun.
5. Hal yang mengganggu tidak tergantung pada pengaruh fisik atau obat-obatan (seperti stimulan) atau kondisi medis umum (seperti penyakit Hutington atau postiviral encephalitis).
Table. Symptoms of TS
Symptom | Description/Comment |
Sensory hypersensitivity | Cannot stand to have wrinkly socks, cuts the tags off his or her shirts, refuses all but bland food, or becomes agitated in a visually complex environment |
Learning disability | Approximately 20% in clinical samples, more closely associated with comorbid ADHD than with tics; also associated with male sex, earlier onset, severity, perinatal problems, and lower rates in family members[135] |
School phobia | Can be an adverse effect of neuroleptic treatment |
Complex socially inappropriate behavior | Insults, racial slurs, and paraphilias (or, more commonly, suppressed urges) are present in a large minority of patients with TS, associated with comorbid ADHD |
Rage attacks | Sudden outbursts lasting approximately 5-30 min, usually in children or teenagers; inconsolable, unremitting violent frustration, commonly after being denied an unreasonable request; often followed by apparently sincere contrition and remorse |
Insistence on sameness | Refusal to take a different route home or omit a step in a routine, even when hurried; often without a clear obsession or other obsessive-compulsive symptoms |
Anxiety and depression | Common in patient samples but not clearly more common in the general TS population |
TS with both OCD and episodes of mania | Surprisingly high rates of mania in patients with TS and OCD shown in at least 2 studies, management frequently difficult |
ADHD = attention deficit hyperactivity disorder; OCD = obsessive-compulsive disorder. |
Diagnosis Banding untuk Sindrom Tourette | |
Wilson disease Sydenham chorea Multiple sclerosis Head injury Postviral encephalitis Direct effects of a substance (e.g., neuroleptic agent) | Myoclonus (brief, simple, shocklike muscle contraction) Spasms, including blepharospasm Stereotypies (sering muncul pada gangguan perkembangan pervasif) Compulsions Transient tic disorder Chronic tic disorder |
Gangguan-Gangguan yang memiliki Komorbiditas dengan Sindrom Tourette | |
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (AD/HD) Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) Gangguan belajar Gangguan kecemasan Gangguan suasana hati (mood) Gangguan tidur | Executive dysfunctions (seperti kemampuan organisasi yang buruk dan atau proses intelektual yang inefisien) Perilaku melukai diri Gangguan kepribadian Oppositional Defiant Disorder (ODD) |
Clinical Course of Tourette's Syndrome
- Patopsikologi
Diyakini akibat dari disfungsi tripartit dalam sistem saraf pusat. Teknik pencitraan telah menggejala ganglia basal dan korteks frontal dalam patogenesis tourette syndrome. Sumber kedua kelainan dianggap peraturan yang tidak sesuai neurotransmiter, terutama dopamine. Bukti kuat menunjukkan bahwa kelebihan dopamin atau supersensitivity dari dopamin postsynaptic reseptor adalah mekanisme patofisiologis yang mendasari Tourette syndrome. Hipotesis ketiga disfungsi neurofisiologis adalah defisit sekunder terhadap kelainan neurotransmitter, sehingga kegagalan penghambatan frontal subkortikal-bermotor circuits. Daerah ini memiliki interkoneksi menonjol dengan basal ganglia. Akibatnya, tic terkait sirkuit saraf untuk kliring tenggorokan, mengendus, mata menyipitkan mata atau wajah meringis mungkin berjalan terlalu sering dan keluar dari sinkroni dengan mereka untuk gerakan motor lain. Stres dan kecemasan neurochemically mungkin mengintensifkan defisit penghambatan ini.
Penelitian terbaru telah memberikan wawasan baru ke dalam profil neuropsikologi anak-anak dengan TS, terutama melalui perbandingan langsung antara pasien dengan ADHD komorbiditas, atau, pada tingkat lebih rendah, OCD, dan pasien dengan TS 'rumit', yang merupakan minoritas dari populasi klinis anak-anak dengan TS. Walaupun sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa pasien TS hanya dengan kondisi komorbiditas menunjukkan disfungsi kognitif pada tes standar, dampak sebenarnya memiliki TS atas prestasi sosial dan akademik, kualitas hidup dan beban cacat keseluruhan sub kelompok yang berbeda dari TS membutuhkan studi lebih lanjut.
Pasien dengan TS 'rumit' menunjukkan hampir tidak ada gangguan pada semua bidang utama fungsi kognitif. Juga harus dicatat bahwa tidak ada ukuran ekologis valid kecepatan manual atau ketangkasan (misalnya mengetik) telah dievaluasi pada anak dengan TS yang menunjukkan hasil praktis yang relevan. Dari catatan, meningkatkan fungsi kognitif telah diidentifikasi pada tugas-tugas dari respons inhibisi pada pasien TS, dengan anak-anak dengan TS 'rumit' menunjukkan kontrol kognitif ditingkatkan pada tugas yang beralih oculomotor.
Anak-anak dengan pameran TS + ADHD disfungsi kognitif. Dampak negatif utama pada kinerja kognitif tampaknya ditentukan oleh ADHD, independen dari gangguan tic hidup bersama. Ini mungkin menjelaskan mengapa ADHD komorbiditas adalah prediktor utama kesehatan psikososial miskin dan penentu utama beban cacat pada pasien TS. Namun, tidak jelas berapa banyak efek negatif dari ADHD pada kecacatan dan fungsi sosial / akademik pada pasien TS disebabkan oleh ADHD terkait disfungsi intelektual. Komorbiditas ADHD tampaknya berdampak pada fungsi intelektual umum anak-anak dengan TS, karena mayoritas laporan menunjukkan bahwa IQ yang penuh Skala rendah dicatat oleh adanya komorbiditas yang. Selain itu, ketidakmampuan belajar dan masalah lain tentang prestasi akademik yang diperkirakan terjadi pada sekitar 23% anak dengan diagnosis TS dan tampaknya sangat dipengaruhi oleh hidup bersama ADHD. Secara khusus, keterampilan numerik [140] dan ditulis bahasa [134] telah disorot sebagai umum di TS.
Kinerja pada ketangkasan manual (Purdue tes pegboard) atau visual-motor integrasi (agak mabuk Visual-Motor uji Integrasi) tugas tidak berbeda secara signifikan antara pasien dengan TS + ADHD dan 'rumit' GTS [132, 142, 143]. Sejalan dengan anak dengan ADHD saja, anak-anak dengan TS + ADHD telah dibuktikan untuk menunjukkan penurunan ditandai pada perhatian visual (misalnya Trail Making Test [144]) dan perhatian yang berkelanjutan (Tes Kinerja Berkelanjutan; [132, 145]).
Arti dari gangguan kognitif untuk memprediksi hasil pada anak dengan TS tetap tidak meyakinkan. Ada bukti yang sangat terbatas pada profil neuropsikologi anak-anak dengan TS + OCD. Tidak jelas apakah komorbiditas ini dikaitkan dengan gangguan kognitif selektif pada anak dengan TS. Profil kognitif OCD tampaknya menjadi salah satu disfungsi eksekutif primer, terutama yang mempengaruhi respons inhibisi dan fleksibilitas kognitif [150]. Meskipun memori mungkin akan terpengaruh juga, defisit ini dianggap sekunder terhadap kegagalan strategi organisasi selama encoding [150]. Sejalan dengan ini, pasien dengan TS + OCD menunjukkan defisit fungsi eksekutif terutama dalam respons inhibisi [151] dan mengatur pergeseran paradigma [152]. Sebagai menekankan untuk dua sub kelompok lainnya TS, informasi yang kurang pada indikator prognostik disfungsi ini pada kesejahteraan sosial, akademik dan psikologis pada anak dengan TS + OCD. Untuk TS + pasien OCD, penilaian neuropsikologi difokuskan pada fungsi eksekutif, terutama respons inhibisi dan fleksibilitas kognitif, dapat diindikasikan secara klinis.
Untuk menyimpulkan, pada anak yang didiagnosis dengan TS dalam kombinasi dengan ADHD komorbid atau OCD harus menjalani evaluasi neuropsikologis meliputi fungsi intelektual, pencapaian akademis, keterampilan motorik, perhatian, fungsi eksekutif dan memori. Tes neuropsikologi tertentu uji baterai dengan sifat psikometri baik untuk negara yang bersangkutan disarankan dari penelitian yang diterbitkan dan lebih ekologis layar berlaku.
- Psikodinamika
Psikodinamika adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak dini. Sedangkan intervensi psikodinamik dan interpersonal dengan individu dengan TS terdiri dari banyak komponen psikoterapi sama dengan pasien lain. Selain itu, bagaimanapun, pekerjaan tersebut juga sering melibatkan masalah teknis dan dinamis khusus untuk fase perkembangan pasien TS.
Beberapa pendekatan terapi yang memungkinkan untuk diterapkan pada penderita sindrom Tourette antara lain adalah sebagai berikut:
Pendekatan Kognitif Behavioral – Habit Reversal (Wilhelm, dkk., 2003, Piacentini, 2004)
Komponen-komponen utama dari pendekatan ini adalah:
a. Latihan kesadaran (awareness training)
· Kunjungan pertama, klien mencatat frekuensi tics dalam durasi tertentu setiap hari
· Prosedur deskripsi respon: Mendeskripsikan detil dari tiap tic kepada terapis, dapat menggunakan video.
· Prosedur deteksi respon: Terapis mengisyaratkan klien setiap muncul tic
· Prosedur peringatan awal: Klien berlatih untuk mendeteksi tanda-tanda awal sebelum terjadi tic
· Latihan menyadari situasi: Klien mengidentifikasi situasi, orang, atau tempat ketika gejala memburuk ataupun membaik
b. Pemantauan diri (self-monitoring), misalnya menghitung sebelum terjadinya gejala
c. Latihan relaksasi, misalnya relaksasi otot, pernapasan, imajinasi, dsb. setiap hari selama 10-15 menit, dan dipraktekkan selama 1-2 menit setiap muncul kecemasan atau setelah muncul tics
d. Prosedur ‘melawan’ respon
· Memikirkan respon tertentu yang inkompatibel dengan tic, berlawanan dengan gerakan, dapat dipertahankan selama beberapa menit, memunculkan tekanan otot yang sama dengan yang terjadi saat gerakan tic muncul, tidak terlalu mencolok, serta menguatkan otot yang antagonis dengan tic.
Contoh:
Untuk gerakan kepala, otot leher dikontraksikan denganmenahan dagu ke bawah.
Untuk tic vokal (vokalisasi), tarik napas panjang dan terus bernapas pelan-pelan dengan hidung sementara mulut tertutup
· Dilakukan selama kira-kira 3 menit setelah tic dan saat muncul perasaan tic akan muncul
e. Manajemen kontingensi
· Terapis menginstruksikan keluarga klien untuk memberikan komentar berupa penghargaan jika klien menunjukkan kemajuan dan terus mengingatkan jika klien lupa untuk berlatih
· Klien diikutsertakan dalam aktivitas-aktivitas menyenangkan yang sudah mulai jarang dilakukan
f. Reviu ketidaknyamanan, berisi reviu ketidaknyamanan, rasa malu, serta kesulitan-kesulitan klien yang diakibatkan oleh munculnya gejala
Psikoterapi Suportif (Wilhelm, dkk., 2003)
Terapi ini lebih mengarah pada pendekatan humanistik (khususnya Gestalt) di mana terapis diharapkan untuk tidak bersikap direktif, dan penderita sindrom Tourette memfokuskan diri pada pengalaman-pengalamannya, merefleksikan serta mengekspresikan perasaan-perasaannya terkait dengan cara hidup dan cara menyelesaikan masalah.
Hipnoterapi (Kohen & Botts, 1987)
Penderita sindrom Tourette dilatihkan bagaimana menghipnosis diri sendiri dalam rangka mengendalikan kebiasaan, gejala fisik, dan kondisi-kondisi lainnya. Hipnoterapi juga menggunakan teknik-teknik relaksasi dan imajinasi, sebagaimana yang sering dilakukan pada meditasi.
Dalam keadaan terhipnosis, terapis memberi sugesti yang mengarah pada perubahan perilaku, penurunan kecemasan, dan intensitas gejala.
Teknik-teknik berbasis psikoanalisis (Bruun, dkk., 1994)
Ketidakmampuan dalam mengendalikan tubuh dan pikiran sendiri seringkali menjadi sumber kecemasan, ketakutan, rasa bersalah, rasa tidak berdaya, kemarahan, dan depresi. Sebagian penderita menghadapinya dengan menarik diri, dan sebagian lagi dengan agresivitas. Reaksi sosial yang negatif pun seringkali tak terhindarkan. Harga diri dan kepercayaan diri menjadai permasalahan yang umum pada penderita sindrom Tourette, sebagaimana yang sering dialami oleh pasien dengan penyakit-penyakit kronis. Terapi psikoanalisis lebih memfokuskan pada permasalahan-permasalahan seputar penerimaan diri.
Terapi keluarga (Bruun, dkk., 1994)
Sebagai gangguan yang kronis, sindrom Tourette juga berdampak pada keluarga penderita. Orang tua seringkali harus menghadapi saat-saat sulit ketika anak menunjukkan gejala. Permasalahan yang muncul dalam keluarga dapat berupa:
· Rasa bersalah orang tua atas kelainan genetik
· Sulitnya bagi anggota keluarga untuk mengetahui gejala-gejala yang mana yang dapat dan yang tidak dapat dikendalikan
· ‘Ketidakadilan’ yang dipersepsi oleh saudara baik itu adik maupun kakak dari penderita
· Relasi yang memburuk antara suami istri
Terapi keluarga hendaknya difokuskan pada peran penderita sindrom Tourette dalam keluarga, dimana ia sering menerima perlakuan-perlakuan sebagai berikut:
· Overproteksi dari orang tua/anggota keluarga
· Dihukum
· Tidak dipahami perasaan/pikirannya
· Dianggap sebagai sumber aib
Terapis berfungsi sebagai fasilitator bagi keluarga agar dapat belajar menerima anggota keluarga dengan sindrom Tourette, sehingga ia dapat merasa aman dan mampu menghadapi lingkungannya dengan lebih adaptif.
Sebagai langkah awal terapi, keluarga perlu diberi informasi dan dipahamkan tentang berbagai aspek dari gangguan sindrom Tourette. Tujuan akhir dari terapi adalah keluarga mampu membangun sebuah lingkungan yang mendukung bagi penderita sindrom Tourette, dan dapat berlaku fleksibel dalam memfasilitasi sehingga tidak terlalu overprotektif.
Intervensi akademik dan okupasional (Bruun, dkk., 1994)
Anak dengan sindrom Tourette biasanya mengalami kesulitan dalam hal konsentrasi, perhatian, dan belajar sehingga membutuhkan intervensi pendidikan khusus, misalnya pengajar khusus, kelas khusus, labboratorium khusus, dsb., yang disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala. Sekolah perlu diinformasikan mengenai sindrom Tourette, karena seringkali sekolah tidak memahami gangguan tersebut sehingga penderita dicap sebagai anak nakal, mengganggu, dan bodoh. Umumnya penderita sindrom Tourette tidak mampu menjalankan fungsi mental dan sosial sesuai dengan usia kronologisnya, atau mengalami perlambatan dalam perkembangannya (Barkley, 1991).
Orang dewasa dengan sindrom Tourette seringkali membutuhkan modifikasi khusus pada lingkungan kerjanya. Perlu untuk membangun pemahaman pada lingkungan kerja tentang gangguan yang diderita. Fleksibilitas, kepedulian, serta produktifitas dalam pekerjaan dapat ditingkatkan dengan intervensi yang tepat bagi penderita yang sangat simtomatik sekalipun.
- Intervensi
Anak-anak diajarkan tentang stategi manajemen diri selama terapi berlangsung di klinik kesehatan jiwa. Melalui pengobatan, dia belajar mengenai cara untuk mengetahui tic dengan akurasi yang baik, santai ketika tic muncul, memonitor frekuensi tic, dan menampilkan respon alternative pada masing-masing tic vocal dan motorik.
Disamping pemberian obat-obatan yang harus terus diberikan, terapi secara psikologis juga harus dilakukan dan diberikan kepada subjek untuk membantu proses pencegahan penyakit tourette syndrome ini agar tidak semakin parah. Intervensi tersebut antara lain:
1. Terapi Perilaku
Program pemberian reinforcement positif menjadi suatu cara yang dapat menolong penyimpangan gerak syaraf. Perilaku target mungkin dikategorisasikan dalam dua kelompok, yaitu defisiensi keahlian, atau area yang secara khusus menjadi konsentrasi untuk melatih keahlian sosial dan akademis, serta perilaku diluar batas, hal ini bertujuan untuk membantu pasien mengurangi frekuensi dari munculnya perilaku yang dimiliki. Dapat digunakan skala sederhana untuk merangking perilaku yang bermasalah, dibuat dengan dasar pertimbangan respon untuk intervensi. Pendekatan ini dapat membantu anak dengan masalah perkembangan ganda. Untuk anak dengan masalah kronis, skala ini menolong khususnya saat mulai sulit untuk mengetahui seberapa jauh kemajuan yang telah terjadi. Seperti peraturan penting lainnya, orang tua dan guru harus melengkapi tiga rating untuk anak yang menjadi penderita. Data ini, lalu akan dikombinasikan dengan asesmen dari ahli medis yang akan mengetahui dasar keparahan penyakitnya. Skala rating mungkin juga dapat digunakan untuk mengevaluasi perubahan dalam respon dan intervensi saat melakukan monitoring sepanjang waktu mengenai tingkat keparahan penyakitnya.
2. Pemantauan
Walaupun bukan sesuatu yang darurat, seperti perilaku menyakiti diri sendiri atau keadaan yang tak terduga, terapis dapat mengikuti pasien selama beberapa bulan sebelum melakukan tritmen yang telah dirancang. Beberapa tujuan dari pengobatan tahap pertama adalah untuk : membuat dasar dari simptom yang ada; menemukan hal yang berhubungan dengan kesulitan di sekolah, keluarga, dan hubungan dengan teman; memberikan tes psikologis dan medis; memantau jarak dan fluktuasi simptom yang paling sering; dan membentuk hubungan.
3. Psikoterapi
Sebagai tambahan, terapis harus menggunakan teknik perilaku khusus (seperti hipnoterapi dan relaksasi) dan akan ada alternatif pengobatan lain yang dapat dilakukan (seperti akupuntur dan suplemen diet). Teknik perilaku kognitif yang spesifik dapat dikembangkan untuk digunakan untuk pasien tertentu dengan tourette syndrome.
4. Habit Reversal
Habit reversal terdiri dari beberapa komponen, yaitu pelatihan terhadap kesadaran awareness training) dan pemantauan terhadap diri sendiri, pelatihan relaksasi, prosedur respon pengganti (competing response), manajemen yang berkelanjutan, dan pemantauan terhadap ketidaknyamanan. Penderita akan diberikan hal-hal tersebut sebagai tugas rumah.
5. Supportive Therapy
Dalam kondisi terapi bentuk dukungan ini, penderita memilih topik pembahasan sendiri dalam sesi pertemuan dan fokus terhadap pengalaman, refleksi, dan mengekspresikan perasaan tentang apa yang terjadi di dalam kehidupan dan bagaimana pemecahan masalahnya.
6. Intervensi sekolah
Tetapi akan menjadi lebih baik bila penderita tourette syndrome dapat berinteraksi dengan teman-teman di kelas apabila memang tingkat keparahannya belum terlalu tinggi. Hal ini supaya keparahan penyakitnya tidak bertambah karena membuat penderita merasa mendapat dukungan dan perhatian dari teman-teman di sekolahnya.
7. Hubungan dengan keluarga
Keluarga dapat menolong penderita untuk melawan hal-hal negatif yang dapat mengganggu stabilitas si penderita (Dhamayanti, Riandani, & Resna, 2003). Sejumlah anak-anak yang mengalami kerusakan neuropsychiactirc (saraf) dan keluarganya memang perlu mendapatkan dorongan dan pelayanan terutama mereka yang sedang mengalami pertumbuhan pada saat sekarang ini.
8. Psikoedukasi
Dalam hal ini, pemerintah seharusnya memiliki program yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada seluruh masyarakat mengenai kesehatan mental. Program ini dapat menyertakan pihak Departemen Sosial, Departemen Sosial, BKKBN, hingga LSM di bidang-bidang kesehatan. Tidak hanya itu, pemerintah dapat memperkenalkan tiap-tiap penyakit yang ada melalui cara-cara tertentu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan membuat masyarakat lebih memahami dan lebih peduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan sebenarnya masyarakat harus memberi dukungan secara moral bagi penderita suatu penyakit, dalam hal ini adalah tourette syndrome untuk mencegah bertambah parahnya penyakit itu. Masyarakat harus diberi tahu bahwa tourette syndrome bukanlah penyakit menular yang perlu ditakutkan.
Management of Tic Disorders
BAB III
PENUTUP
Tourette syndrome adalah kelainan saraf yang muncul pada masa kanak-kanak yang dikarakteristikan dengan gerakan motorik dan suara yang berulang serta satu atau lebih tarikan saraf (tic) yang bertambah dan berkurang keparahannya pada jangka waktu tertentu (Schultz, Carter, Gladstone, Scahill, Leckman, Peterson, Zhang, Cohen, & Pauls, 1998).
Kelainan ini sebagian besar terjadi secara genetik (minimal riwayat tics dan OCD), namun pola pewarisan gangguan ini masih belum jelas (Robertson, 2000). Selain itu juga terdapat kemungkinan bahwa sindrom Tourette merupakan akibat dari gangguan perinatal, misalnya cedera saat kelahiran. Hipotesis terbaru menyebutkan bahwa sindrom Tourette diakibatkan oleh PANDAS (Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcal infections), atau gangguan neuropsikiatris-autoimun yang disebabkan oleh infeksi bakteri streptokokus maupun virus-virus yang diduga berperan dalam perkembangan gangguan sindrom Tourette (Dhamayanti, dkk., 2004, Hoekstra, dkk., 2002, Glickman, 2008).
Sindrom Tourette seringkali diawali dengan gerenyet otot sederhana, seperti meringis, sentakan kepala, dan berkedip-kedip. Gerenyet sederhana kemungkinan hanya gelisah biasa dan bisa hilang dengan waktu. Beberapa gerenyet tidak diperlukan untuk menyebabkan sindrom tourette, yang melibatkan lebih dari pada gerenyet sederhana. Misalnya, orang dengan sindrom tourette bisa menggerakkan kepala mereka dengan berulang-ulang dari sisi ke sisi, mengedipkan mata mereka, membuka mulut mereka, dan meregangkan leher mereka.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4th ed. Washington, D.C.: American Psychiatric Association, 1994.
Burd L. Children with Tourette syndrome: a handbook for parents and teachers. 1995; CETP–1300 S. Columbia Road, Grand Forks, ND:58202.
Santos CC, Massey EW. Tourette's syndrome. Tics, jerks, and quirks. Postgrad Med. 1990;80:71–8.
Varcarolis,Elizabeth M dan Halter, Margaret Jordan. 2010. Psychiatric Mental Health Nursing a Clinical Approach.Saunders Elsivier, Canada:eVolve
Tourette Syndrome pada prinsipnya adalah ketegangan syaraf peripheral tubuh yang mengakibatkan gerakan-gerakan tidak terkendali.
BalasHapusSaya pernah memiliki anak laki-laki saat kelas V SD terkena Tics sangat berat hingga suara keluar, hampir 6 detik sekali timbul gerakan-gerakan ini.
Sekarang sudah sembuh total, bahkan menjadi pilot penerbangan ternama di Indonesia. Kami sekeluarga bangga karena anak kami sembuh total dan sukses hidupnya.
Silahkan kunjungi Hipnoterapi Tourette Syndrome untuk terapi TICS ini...
Sesi terapinya cukup 1-2x saja, sudah terbukti sembuh....Semoga membantu
Sindrom Tourette dapat sembuh dengan 1-2x 3 jam terapi di http://terapisindromtourette.blogspot.co.id, melalui pijat syaraf khusus dan sugesti, sudah lebih dari 100 pasien sembuh sejak 2008 yl. Anak kami yang Tic berat (tangan, kaki, mulut, leher, mata dan suara tiap 6 detik) sudah sembuh 100%... MIRACLE...AMAZING....
BalasHapusPenelitian kami selama 1 tahun, Tics bukanlah masalah di syaraf pusat (otak), terapi syaraf-syaraf tepi. Tics adalah akibat tegangnya syaraf-syaraf motorik tepi.
Anak kami sudah sembuh dan menjadi seorang PILOT. Silahkan cek di website tersebut di atas.
Semoga info ini bisa membantu penyakit Tics yang belum ada obat mujarabnya ini