link:
http://www.ziddu.com/download/18477447/makalah_kehilangan.docx.htmlBAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
1.2 Tujuan
a. Mengetahui konsep kehilangan dan berduka
b. Mengetahui asuhan keperawatan pada kehilangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan tejadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama dengan kehilangan orang yang dekat dengan kita. Namun demikian, setiap individu berespons terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan distres lebih besar dibandingkan dengan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distres emosional yang lebih besar dibandingkan kehilangan saudara yang sudah tidak bertemu selama bertahun-tahun (Potter & Perry, 2005).
Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung.
Dukacita adalah proses mengalami reaksi psikologis, sosial, dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan. Respon ini termasuk keputusasaan, kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan, rasa bersalah, dan marah. Sedangkan berkabung adalah proses yang mengikuti suati kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita (Potter & Perry, 2005).
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarganya, perawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-keluarga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan, dan kematian.
Worden (1982) menggarisbawahi empat tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper (1987) merancang tugas dalam akronim “TEAR”:
1. T = untuk menerima realitas dari kehilangan
2. E = mengalami kepedihan akibat kehilangan
3. A = menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang
4. R = memberdayakan kembali energi emosional kedalam hubungan yang baru
Tugas ini tidak terjadi dalam urutan yang khusus. Pada kenyataannya, orang yang berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan, atau hanya satu atau dua yang menjadi prioritas. Perawat dapat membantu klien dan keluarganya dalam memahami dan berupaya melewati tugas ini ketika tugas tersebut sesuai dengan situasi unik mereka.
Respon dukacita khusus:
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespon terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa mendatang. Dukacita yang adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang menpunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien mungkin merasa sangat sehat ketika didiagnosis tetapi mulai berduka dalam merespons informasi tentang kehilangan dimasa yang akan datang yang berkaitan dengan penyakit.
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas, atau didukung secara sosial. Dukacita mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan antara yang berduka dan meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal. Dukacita ini dapat mencakup teman, pemberi perawatan dan rekan kerja atau hubungan non-tradisional.
2.2 Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
Klien juga dapat mengalami kehilangan:
1. Kehilangan maturasional
Kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya
2. Kehilangan situasional
Kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam mersepon kejadian eksternal spesifik, seperti kematian mendadak dari orang tua yang dicintai.
2.3 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
- Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
e. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
Jenis-jenis Kehilangan:
1. Actual Loss
Diakui orang lain dan sama-sama dirasakan bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk kehilangan.misal : kehilangan anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
2. Perceived Loss
Dirasakan seseorang, tetapi tidak sama dirasakan orang lain. Misal : kehilangan masa muda, keuangan, lingkungan yang berharga .
3. Phichical Loss
Kehilangan secara fisik. misal : seseorang mengalami kecelakaan dan akibat luka yang parah tangan atau kaki harus diamputasi.
4. Psykhologis Loss
Kehilangan secara psykologis. Misal : orang yang cacat akibat kecelakaan membuatnya merasa tidak percaya diri.gambaran dirinya terganggu.
5. Anticipatory Loss
Kehilangan yang bisa dicegah. Misal : orang yang menderita penyakit ‘ terminal’. Respon emosi yang normal terhadap suatu yang hilang / akan hilang setelah beberapa saat disebut berduka / grief.
2.4 Rentang Respon Kehilangan
Menurut Elizabeth Kubler-rose:
Fase Marah Fase Depresi
Fase Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase Menerima
a. Fase Pengingkaran (Denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun. Denial merupakan defense mekanisme pertahanan diri terhadap rasa cemas.
b. Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak becus. Berontak , merasa Tuhan ‘ tidak adil ‘ atau tidak berperasaan terhadap kenyataan harus dihadapi. Marah kepada Sang Pencipta. Merupakan tahap tersulit yang dilalui keluarga. Timbul berbagai pertanyaan : “ mengapa harus saya ? apa dosa saya ? “. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
c. Fase Tawar-menawar (Bargaining)
Menuju tahap menerima. Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “.Pasien menangis dan menyesal. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
Perawat perawat : diam, mendengarkan dan memberikan sentuhan terapeutik.
d. Fase Depresi (Depression)
Pasien sadar bahwa kematian tidak dapat ditolak. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri. Bila depresi meningkat, pasien menjadi semakin lemah, kurus atau terjadi gangguan tanda-tanda vital. Pasien merasa sepi , merasa bahwa semua orang meninggalkannya. Merasa tidak berguna. Tidak menolak faktor yang harus dihadapi. Fokus pikiran pada orang yang dicintai.”Apa yang akan terjadi dengan istri dan anak saya., bila saya sudah tiada…?. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
Peran Perawat :
· Pasien jangan ditinggal sendiri.
· Pintu kamar dibiarkan terbuka.
e. Fase Penerimaan (Acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”. Masa depresi sudah berlalu. Takut ditinggal sendiri, kadang ingin ditemani.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Peran Perawat :
· Menemani pasien
· Bila mungkin bicara dengan pasien.
· Tanyakan apa yang dibutuhkan.
· Apakah butuh pertolongan perawat.
· Pintu kamar jangan ditutup
PARKES dan PARKES ET AL ,membatasi 4 tahap dari reaksi berduka karena kematian seseorang yang dicintai :
1. Mati Rasa Dan Mengingkari.
Orang yang baru saja mengalami kehilangan akan merasa tidak nyata,penghentia waktu,segera setelah kematian orang yang penting dalam kehidupan mereka. Perasaan ini digambarkan sebagai ‘mati rasa ‘.Ada kecenderungan untuk mengingkari kejadian dan keyakinan bahwa semuanya hanyalah mimpi buruk . Hal ini berlangsung beberapa hari sampai berminggu-minggu.
2. Kerinduan atau Pining.
Fase ini ditandai dengan adanya kebutuhan untuk menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal.Hal ini dinyatakan dalam mimpi orang yang kehilangan,dan orang seringkali mengatakan melihat orang yang sudah meninggal dalam keramaian.
3. Putus Asa dan Depresi.
Jika orang yang kehilangan akhirnya menyadari kenyataan tentang kematian ,ada perasaan putus asa yangbhebat dan kadang terjadi depresi. Periode ini adalah saat individu mengalami disorganisasi dalam batas tertentu dan merasa bahwa mereka tidak mampu melakukan tugas yang dimasa lalu dilakukan dengan sedikit kesulitan.
4. Penyembuhan dan Reorganiosasi.
Pada titik tertentu kebanyakan individu yang kehlangan menyadari bahwa hidup mereka harus berlanjut dan mereka harus mencari makna baru dari keberadaan mereka. Tingkat penyembuhan dan jangka waktu bervariasi antarea orang yang satu dengan orang yang lain.
2.5 Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
- Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
· Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
· Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
· Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
· Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
· Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
· Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
· Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
· Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
· Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
· Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
· Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
· Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
· Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA | |||
ENGEL (1964) | KUBLER-ROSS (1969) | MARTOCCHIO (1985) | RANDO (1991) |
Shock dan tidak percaya | Menyangkal | Shock and disbelief | Penghindaran |
Berkembangnya kesadaran | Marah | Yearning and protest | |
Restitusi | Tawar-menawar | Anguish, disorganization and despair | Konfrontasi |
Idealization | Depresi | Identification in bereavement | |
Reorganization / the out come | Penerimaan | Reorganization and restitution | akomodasi |
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan
a. Perkembangan
· Anak- anak.
- Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
- Belum menghambat perkembangan.
- Bisa mengalami regresi
· Orang Dewasa
- Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup,tujuan hidup,
- Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.
b. Keluarga
Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
c. Faktor Sosial Ekonomi.
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi.Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup.
d. Pengaruh Kultural.
Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.
e. Agama
Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
f. Penyebab Kematian
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.
2.7 Prinsip Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan
a. Bina dan jalin hubungan saling percaya
b. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
c. Identifikasi kemungkinan factor yang menghambat proses berduka
d. Kurangi atau hilangkan factor penghambat proses berduka
e. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien
f. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
g. Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
h. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
1. Fase Pengingkaran
· Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
· Menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa.
· Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.
2. Fase marah
· Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
3. Fase tawar menawar
· Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
4. Fase depresi
· Mengidentifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
· Membantu pasien mengurangi rasa bersalah.
5. Fase penerimaan
· Membantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan.
Prinsip Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan
1. Memberi dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama masa berduka.
2. Menggali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3. Membantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan oleh orang lain.
4. Mengikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.
Prinsip Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan (Kematian Anak)
1. Menyediakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2. Menganjurkan pasien untuk memegang/melihat jenasah anaknya.
3. Menyiapkan perangkat kenangan.
4. Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5. Menjelaskan kepada pasien/keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta tempat mereka minta bantuan bila diperlukan.
2.8 Kasus
Seorang remaja L, usia 18 tahun, wanita, mengalami kehilangan kedua orang tua karena kecelakaan. Sudah 2 bulan remaja L masih tidak mau keluar rumah, menolak interaksi dengan orang lain, selalu menangis, dan menyalahkan dirinya atas kematian kedua orang tuanya. Remaja L mengatakan dia tidak bisa hidup lagi, ingin mati saja dan merasa tidak berdaya. Remaja L juga mengatakan hidupnya sudah berakhir. Dari hasil observasi perawat, remaja L terlihat sedih, tidak mau berinteraksi, dan selalu menyalahkan dirinya.
Pembahasan Kasus
Remaja L sedang mengalami kehilangan dan berduka atas kematian kedua orang tuanya. Yang mana kehilangan itu adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Sedangkan berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Kehilangan yang dialami klien saat ini adalah kehilangan tipe aktual atau nyata yaitu kehilangan yang mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, yaitu kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
Klien saat ini berada pada fase depresi, yang mana klien sadar bahwa kematian tidak dapat ditolak. Klien pada fase ini menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, merasa tidak berguna, bahkan ada keinginan bunuh diri. Bila depresi meningkat, pasien bisa menjadi semakin lemah, kurus atau terjadi gangguan tanda-tanda vital.
Karena kehilangan kedua orang tua yang sangat dicintainya, ditambah ketidakmampuan klien dalam melakukan koping kehilangan atas kedua orang tuanya tersebut membuat klien menjadi depresi dan menjadi rendah diri. Klien selalu menangis, dan menyalahkan dirinya atas kematian kedua orang tuanya. Klien juga mengatakan dia tidak bisa hidup lagi, ingin mati saja dan merasa tidak berdaya. Hal ini membuat klien menarik diri dan mengisolasi dirinya dengan tidak mau keluar rumah dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
Pohon Masalah
akibat
Masalah Utama
Penyebab
Faktor Presipitasi
Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1. Berduka kronik
2. Isolasi sosial : menarik diri
NANDA | NOC | NIC |
Berduka kronik berhubungan dengan kehilangan orang yang dicintai Data objektif: · Klien selalu menangis, · Klien menyalahkan dirinya atas kematian kedua orang tuanya · Klien terlihat sedih · Klien tidak mau berinteraksi Data subjektif: · klien mengatakan dia tidak bisa hidup lagi, ingin mati saja dan merasa tidak berdaya. · Klien juga mengatakan hidupnya sudah berakhir. | Kontrol depresi Indikator: · Monitor kemampuan konsentrasi · Monitor intensitas depresi · Identifikasi tanda depresi · Rencanakan strategi untuk mengurangi efek tanda gejala · Laporkan peningkatan suasana hati | Fasilitasi berduka · Mengidentifikasi kehilangan · Membantu pasien mengidentifikasi sifat · Dorong pasien untuk verbalisasi kenangan dari kehilangan, baik masa lalu dan saat ini · Mendorong identifikasi ketakutan terbesar tentang kehilangan · Dukung perkembangan proses berduka pribadi, yang sesuai · Membantu untuk mengidentifikasi strategi coping pribadi · Komunikasikan penerimaan kehilangan · Mengidentifikasi sumber-sumber dukungan masyarakat |
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis Data objektif: · Klien tidak mau berinteraksi Data subjektif: · Klien mengatakan tidak mau keluar rumah dan menolak interaksi dengan orang lain, | Kemampuan interaksi sosial Indikator: · mau menerima · kooperatif · kehangatan · ketenangan Dukungan sosial Indikator: · melaporkan tersedianya waktu oleh orang lain · melaporkan ketersediaan informasi dari orang lain · menyediakan bantuan emosional · melaporkan siapa yang bisa dihubungi ketika dibutuhkan · dukungan sosial yang adekuat | Peningkatan sosialisasi Aktivitas: · Mendorong peningkatan keterlibatan dalam hubungan yang sudah mapan · Mendorong kesabaran dalam mengembangkan hubungan · Mendorong hubungan dengan orang-orang yang memiliki kepentingan umum dan tujuan · Mendorong berbagi masalah umum dengan orang lain · Mendorong kejujuran dalam menyajikan diri sendiri kepada orang lain · Merujuk pasien ke grup analisis transaksional atau program di mana pemahaman transaksi dapat ditingkatkan, sesuai · Membantu pasien meningkatkan kesadaran kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain · Berikan umpan balik positif saat pasien menjangkau orang lain · Dorong pasien untuk mengubah lingkungan, seperti pergi ke luar untuk berjalan-jalan atau untuk film |
BAB III
PENUTUP
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Chris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta :EGC
Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.(1996). Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis :Mosby Year-Book.
Johnson,Marion, dkk. (2000). Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby Year-Book
Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10.Jakarta:EGC
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
stikes.fortdekock.ac.id
Wiley dan Blacwell. (2009). Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011, NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!