Kamis, 17 November 2011

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM STEVEN JHONSON

LINK:
http://www.ziddu.com/download/17393505/askepstevenjohnson.doc.html

LINK:
http://www.ziddu.com/download/17393786/WOCstevenjhonson.docx.html
 
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut Webster’s New World Medical Dictionary, Sindrom Stephen Johnson didefinisikan sebagai reaksi alergi sistemik (sistemik = menyerang keseluruhan tubuh) dengan karakteristik berupa rash atau kemerahan yang mengenai kulit dan selaput lendir, termasuk selaput lendir mulut. Penyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitif (alergi) terhadap obat atau virus tertentu.
Sindrom Stephen-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium, serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain: sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .





BAB II
PEMBAHASAN

Defenisi Sindrom Steven Johnson


Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127).
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982: 480).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).

Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, ada angapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan disebut eritema multifome mayor. Salah satu penyebabnya ialah alergi obat secara sistemik. Obat-obatan yang disangka sebagai penyebabnya antara lain penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik, (misal : derivate salisil / pirazolon, metamizol, metapiron, dan parasetamol) klorpromasin, karbamasepin, kinin antipirin, tegretol, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan infeksi (bakteri,virus, jamur, parasit) neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi dan makanan.
Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson
Infeksi virus, jamur, dan
bakteri            
 Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae, vaksinia koksidioidomikosis, histoplasma
streptokokus, Staphylococcs haemolyticus, Mycobacterium tuberculosis, salmonella, malaria
Obat
salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik
Makanan
Coklat
Fisik
udara dingin, sinar matahari, sinar X
Lain-lain
penyakit kolagen, keganasan, kehamilan
(Dikutip dengan modifikasi dari SL Moschella dan HJ Hurley, 1985)
Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
-          Reaksi Hipersensitif tipe III
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ).
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
-          Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang. Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

Manifestasi Klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat berespons sampai koma. Mulainya dari penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :
1. Kelainan Kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.

2. Kelainan Selaput lender di orifisium
Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan. Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.

3. Kelainan Mata
Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.

Pemeriksaan Penunjang
·         Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.
·         Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
·         Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
·         Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat.
·         Determine renal function and evaluate urine for blood.
·         Pemeriksaan elektrolit
·         Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi.
·         Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan
·         Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis

Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, kehilangan cairan / darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimal.
Kompilikasi lain adalah:
-          Oftalmologi; ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
-          Gastroenterologi; Esophageal Strictures
-          Genitourinaria; nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, panile scarring,  vagina
-          Pulmonari; pneumonia
-          Kutaneus; timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder
-          Infeksi sistemik, sepsis
-          Kehilangan cairan tubuh, shock

Penatalaksanaan
Pada  sindrom Stevens Johnson pengangannya harus tepat dan cepat. Penggunaan obat kostikosteroid merupakan tindakan life-saving. Biasanya digunakan Deksamethason secara intravena, dengan dosis permulaan 4-6 X 5 mg sehari. Pada umumnya masa kritis dapat diatasi dalam beberapa hari dengan perubahan keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi.
Dampak dari terapi kortikosteroid dosis tinggi adalah berkurangnya imunitas, karena itu bila perlu diberikan antibiotic untuk mengatasi infeksi. Pilihan antibiotic hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspekrum luas dan bersifat bakterisidal. Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam dan tinggi protein. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah mengatur kseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi. Bila perlu dapat diberikan infuse berupa Dekstrose 5% dan larutan Darrow. Terapi topical tidak sepenting terapi sistemik untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit  pada tempat yang erosif dapat diberikan sofratul atau betadin.

Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1.        Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2.        Riwayat Kesehatan
-          Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
-          Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
-          Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien.
-          Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
-          Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.

3.      Pola Fungsional Gordon
-          Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
: pada pola ini kita mengkaji:
a.      Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
b.      Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu?
c.       Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
: pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.

-          Pola nutrisi - metabolik
: pada pola ini kita mengkaji:
a.      Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?
b.      Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c.       Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?
d.      Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e.      Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f.        Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?
: pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.

-          Pola eliminasi
: pada pola ini kita mengkaji:
a.      Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b.      Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c.       Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d.      Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
: Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin, konstipasi, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau perawat.

-          Pola aktivitas - latihan
: pada pola ini kita mengkaji:
a.      Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?
b.      Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c.       Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4        = ketergantungan
d.      Apakah klien mengeluh mudah lelah?
: Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk beraktifitas.

-          Pola istirahat - tidur
: pada pola ini kita mengkaji:
a.      Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b.      Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c.       Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
: Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.

-          Pola kognitif - persepsi
: pada pola ini kita mengkaji:
a.      Kaji tingkat kesadaran klien
b.      Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami perubahan?
c.       Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d.      Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
: Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri dan panas di kulitnya

-          Pola persepsi diri - konsep diri
: Pada pola ini kita mengkaji:
a.      Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?
b.      Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c.       Apakah klien merasa rendah diri?
: Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.

-          Pola peran - hubungan
: pada pola ini kita mengkaji:
a.      Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b.      Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c.       Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?

-          Pola reproduksi dan seksualitas
: Pada pola ini kita mengkaji:
a.      Bagaimanakah status reproduksi klien?
b.      Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?

-          Pola koping dan toleransi stress
: Pada pola ini kita mengkaji:
a.      Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b.      Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
c.       Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

-          Pola nilai dan kepercayaan
: Pada pola ini kita mengakaji:
a.      Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b.      Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?

4.        Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan
Palpasi: Turgor kulit, edema
-          Data fokus:
DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas menurun
DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak lemas dalam beraktifitas.

5.        Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
·         Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
·         Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
·         Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

WOC

B. Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA, NIC dan NOC
No
NANDA
Perencanaan Keperawatan
NOC
NIC
`1.
Kerusakan integritas kulit
Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa

Tujuan :
Kerusakan intregitas kulit berkurang
Kriteria hasil :
·         Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa
·         Penyembuhan Luka : Tahapan Utama
·         Penyembuhan Luka : Tahapan Kedua

NIC 1: Perawatan Luka
Aktifitas:
·         Membandingkan dan mencatat  secara teratur perubahan-perubahan pada luka
·         Menjauhkan tekanan pada luka
·         Mengajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur perawatan luka
·         Memberikan pemeliharaan lokasi IV
·         Menyediakan pemeliharaan luka korekan sesuai kebutuhan
·         Memberikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai kebutuhan
·         Mencukur rambut sekeliling daerah yang terluka, jika perlu
·         Mencatat karakteristik luka
·         Mencatat katakteristik dari beberapa drainase

NIC 2 : Pemantauan Elektrolit
Aktivitas :
·         Memantau tingkat serum elektrolit.
·         Memantau tingkat serum albumin dan total protein, sebagai indikasi.
·         Memantau hubungan ketidakseimbangan asam-asam pokok yang berhubungan.
·         Mengidentifikasi penyebab yang mungkin dari ketidakseimbangan elektrolit.
·         Mengenali dan melaporkan kehadiran ketidakseimbangan elektrolit.
·         Memantau kehilangan cairan dan kehilangan elektrolit yang berhubungan

NIC 3: Managemen Cairan / Elektrolit
Aktifitas:
·         Memantau ketidaknormalan tingkat serum elektrolit sesuai dengan kebutuhan
·         Memantau berat badan harian dan memandang kecendrungannya.
·         Memberikan cairan yang sesuai.
·         Mengatur kecocokan tambahan intravena (atau tranfusi darah) tingkat rendah.
·         Memberikan nasogastritik sesuai dengan yang diresepkan sebagai pengganti pengeluaran.
·         Memantau efek samping dari suplemen elektrolit yang diresepkan
·         Memantau tanda-tanda vital
·         Memantau respon pasien untuk resep terapi elektrolit.
·         Memantau manifestasi ketidakseimbangan elektrolit
2.
Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh b.d sulit menelan
Status nutrisi: intake makanan dan cairan
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi selama perawatan
Kriteria hasil :
·         Status nutrisi
·         Status nutrisi: intake makanan dan cairan
·         Status nutrisi: intake zat makanan
·         Mengontrol berat badan
NIC 1 : Pengontrolan Cairan
Aktivitas:
·         Menimbang berat badan harian dan pantau gejala yang terjadi
·         Memelihara keakuratn laporan jumlah intake dan output cairan
·         Memasang kateter urin, jika diperlukan
·         Memantau status cairan (e.g. kelembaban membrane mukosa, kecukupan denyut  nadi, dan tekanan darah ortostatis), jika diperlukan
·         Mengukur tanda-tanda vital, jika perlu
·         Memantau indikasi cairan yang berlebihan (e.g. peningkatan CVP tekanan pembuluh darah kapileredema, vena di leher, dan asites), jika diperlukan

NIC 2 : Pengontrolan Nutrisi
Aktivitas:
·         Menanyakan apakah pasien mempunyai alergi terhadap makanan
·         Menentukan makanan pilihan pasien
·         Tunjukkan intake kalori yang tepat sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
·         Anjurkan menambah intake zat besi makanan, jika diperlukan
·         Memberi makanan yang sehat, bersih, dan lunak, jika diperlukan
·         Memberi pengganti gula, jika diperlukan
·         Membuat catatan yang berisi intake nutrisi dan kalori
·         Memberi informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
·         Ajarkan teknik pengolahan dan pemeliharaan makanan yang aman
















BAB III
PENUTUP
Sindrom Stephen Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).
SSJ dapat disebabkan infeksi virus: herpes simplex virus, influenza, mumps, cat-scratch fever, histoplasmosis, Epstein-Barr virus, atau sejenis, reaksi alergi karena obat-obatan (diclofenac, fluconazole, valdecoxib, sitagliptin, penicillins, barbiturates, sulfonamides, phenytoin, azithromycin, modafinil, lamotrigine, nevirapine, ibuprofen, ethosuximide, carbamazepine, etambutol, tetracyclin, digitalis, kontraseptif, makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain penyakit colagen, keganasan (carcinomas and lymphomas), atau faktor idiopathic (lebih dari 50%). SSJ juga dilaporkan sebagai akibat pemakaian obat herbal yang tidak umum yang mengandung ginseng. SSJ dapat juga disebabkan pemakaian cocaine.


DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius
.
       tanggal 20 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!