Download ASKEP DISINI atau klik download link:
Landasan teoritis Amputasi
A. Pengertian
Amputasi berasal dari bahasa latin “amputare”, amb yang berarti sekitar dan putare artinya memotong. Jadi amputasi adalah suatu tindakan pembedahan dengan memotong bagian tubuh. Amputasi juga bisa diartikan suatu keadaan ketiadaan sebagian atau seluruh anggota gerak atau menunjukkan suatu prosedur bedah.
Amputasi dikelompokkan atas dua kelompok yaitu amputasi kongenital dan amputasi bedah. Pada amputasi kongenital ketiadaan anggota gerak disebabakan gangguan oleh pembentukan organ yang dibawa sejak lahir, sedang amputasi bedah adalah prosedur pemotongan yang memotong tulang.
B. Prinsip Teknik Amputasi
Torniquet selalu digunakan kecuali jika terdapat insufisiensi arterial. Flap kulit dibuat sedemikian rupa sehingga panjang gabungan keseluruhan flap sama dengan 1,5 x lebar anggota gerak pada level amputasi. Sebagai suatu ketetapan, flap anterior dan posterior dengan panjang yang sama dipakai untuk amputasi pada anggota gerak atas dan amputasi transfemoral (above knee), untuk amputasi below knee falp posterior dibuat lebih panjang. Otot dipotong distal dari tempat pemotongan tulang, kelompok otot yang saling berhadapan kemudian dijahit diatas ujung tulang dan juga keperiosteum (myoplasty) sehingga memberikan kontrol otot yang lebih baik dan juga sirkulasi yang lebih baik.
Saraf dipotong proksimal dari tempat pemotongan tulang. Harus benar-benar diperhatikan agar ujung saraf yang terpotong tidak mendapatkan tekanan karena tumpuan berat badan. Tulang dipotong pada tempat yang telah ditentukan. Pada amputasi transtibial bagian depan tibia biasanya dibuat serong dan dikikir agar terbentuk tepi yang halus dan membulat. Fibula dipotong 3 cm lebih pendek. Pembuluh darah utama diikat, dan setiap sumber perdarahan diikat dengan baik. Pada closed amputation kulit dijahit tanpa tegangan, drain dipasang dan kemudian stump dibalut erat. Jika terbentuk hematoma, ini harus segera dievakuasi. Pembalutan berulang dengan pembalut elastis dilakukan untuk membantu pengerutan stump dan menciptakan bentuk ujung yang konikal. Otot-ortot harus tetap dilatih, sendi tetap dijaga agar bergerak dan pasien diajarkan untuk menggunakan prosthesisnya.
C. indikasi
Indikasi amputasi dikenal dengan 3D.
1. Dead (dying), penyakit pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap hampir 90% dari seluruh amputasi. Penyebab lainnya adalah trauma parah, luka bakar, dan frost bite.
2. Dangerous, penyakit yang tergolong berbahaya adalah tumor ganas, sepsis yang potensial lethal dan crush injury. Pada crush injury pelepasan torniquet atau penekanan lain akan berakibat pada kegagalan ginjal (crush syndrome).
3. Damn nulsance, adalah keadaan dimana mempertahankan anggota gerak dapat lebih buruk daripada tidak mempunyai anggota gerak sama sekali. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh nyeri, malformasi berat, sepsis berulang atau kehilangan fungsi yang berat. Kombinasi antara deformitaas dan kehilangan sensasi khususnya merupakan masalah yang berat dan pada alat gerak bawah cenderung untuk menyebabkan ulserasi karena tekanan.
Indikasi lain dilaksanakannya bedah amputasi adalah karena:
1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.
D. Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
a) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation). Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
b) Amputasi diatas lutut. Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
E. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi. Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing.
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing.
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
F. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema.Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a) Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b) Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c) Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a) Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b) Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c) Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a) Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b) Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c) Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d) Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a) Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b) Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
Kasus pasien amputasi karena Ulkus Diabetik
Ny. A (55 th) masuk RS.BMC pada tanggal 1 Maret 2011, dengan keluhan luka pada telapak kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan luka itu timbul karena tusukan paku yang tidak disadarinya. Akhirnya luka yang ditimbulkan oleh tusukan paku itu makin lama makin membesar. Ny. A menggunakan sejenis daun-daunan untuk mengobati lukanya, dia juga mengorek-ngorek luka tersebut, dan akhirnya luka itu semakin parah. Di Rumah sakit dokter menyarankan agar Ny. A melakukan amputasi pada kaki sebelah kanannya, karena ulkus pada kaki pasien sudah membusuk, dan saraf di sekitar telapak kaki kanan juga tidak berfungsi lagi. Pengkajian yang dilakukan sebelum pasien diamputasi didapatkan data subjektif bahwa klien tidak bias tidur karena gelisah dan takut akan menjalani amputasi. Klien juga mengeluh tidak nafsu makan, dan BB klien turun.
Pengkajian yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK pada tanggal 27 Maret 2011 setelah Ny. A melakukan amputasi, pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan yang diamputasi,dan terlihat kemerahan disekitar bekas amputasi tersebut. Ny. A juga merasa malu dengan kondisinya saat ini, ia mengatakan bagaimana melaksanakan perannya dalam keluarga sementara ia telah kehilangan kaki kanannya.
Riwayat Kesehatan klien
1. Riwayat kesehatan sekarang
Ny. A mengeluh luka pada telapak kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 1 bulan yang lalu.sebelum diamputasi Ny. A mengeluh tidak bisa tidur karena gelisah dan takut akan menjalani amputasi. Klien juga mengeluh tidak nafsu makan, dan BB klien turun.
Saat pengkajian setelah diamputasi, pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan yang diamputasi, , terlihat kemerahan disekitar bekas amputasi tersebut. Dan Ny. A juga merasa malu dengan kondisinya saat ini.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengalami luka yang sama, dan kaji apakah pasien memiliki riwayat penyakit lain seperti kolesterol tinggi atau hipertensi.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada keluarga pasien yang menderita DM atau penyakit degenerative lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Sistem Tubuh | Kegiatan |
Integumen:
| Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi Lokasi amputasi mungkin mengalami peradangan atau kondisi yang memburuk, perdarahan, atau kerusakan progresif. Kaji kondisi jaringan diatas lokai amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan aliran balik vena |
Kardiovaskuler
| Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indicator fungsi jantung. Mengkaji kemungkinan arteriosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah |
Respirasi | Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas |
Urin | Mengkaji jumlah urin 24 jam Mengkaji adanya perubahan warna, bau, dan kekentalan urin |
Cairan dan elektrolit | Mengkaji tingkat dehidrasi Memonitor intake dan out put cairan |
Neurologis | Mengkaji tingkat kesadaran klien Mengkaji sistem persarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah sekitar amputasi |
muskuloskeletal | Mengkaji bentuk dan kekuatan otot klien. |
11 Pola Fungsional Gordon
• Pola persepsi dan Manajemen kesehatan
Klien terlihat kurang mengerti tentang penyakitnya, terbukti klien mengatakan lukanya timbul karena tusukan paku yang tidak disadarinya. Akhirnya luka yang ditimbulkan oleh tusukan paku itu makin lama makin membesar. Dan klien menggunakan sejenis daun-daunan untuk mengobati lukanya, dia juga mengorek-ngorek luka tersebut, dan akhirnya luka itu semakin parah. Disini terlihat kurangnya pengetahuan klien tentang hal apa yang harus dilakukan dan hal apa yang tidak boleh dilakukanya nya.
Jadi perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan pada klien bahwa teknik pengobatan apa yang dilakukan saat terjadi luka, untuk mencegah terjadinya dekubitus.
• Pola nutrisi dan metabolik
Setelah menjalani operasi, tidak digambarkan bagaimana input nutrisi klien, namun perawat harus mengkaji bagaimana masukan nutrisi klien, apakah klien masih merasa tidak nafsu makan? Kaji berapa jumlah cairan yang masuk pada Ny. E. Dan klien dianjurkan untuk mengkonsumsi protein untuk pertumbuhan sel baru.
• Pola eliminasi
Perawat perlu mengkaji bagaimana eliminasi klien pasca operasi, apakah mengalami gangguan, dan kaji frekuensi, warna, serta konsistensi BAB dan BAK klien. Apakah klien menggunakan alat bantu?
• Pola latihan- aktivitas
Klien tidak bisa melakukan aktivitasnya sendiri karena kaki klien telah di amputasi, dan sering kali klien mengeluh nyeri pada bekas operasinya dan nyeri tersebut mengganggu aktivitas klien dalam bergerak.
• Pola istirahat tidur
Klien menyatakan pola istirahat dan tidurnya terganggu karena merasakan nyeri pada bekas operasinya, dank lien merasa gelisah saat tidur.
• Pola konsep diri dan persepsi diri
Pasien merasa malu dengan keadaannya saat ini, malu pada masyarakat sekitar, karena kaki sebelah kanannya sudah tidak ada,klien takut di ejek dengan keadaannya saat ini, kadang kala klien merasa akan kehilangan kasih sayang dari keluarga.
• Pola kognitif- perseptual
Perawat perlu mengkaji bagaimana kondisi alat indra klien?apakah mengalami gangguan, dan kaji status neurologis klien pasca operasi.
• Pola peran dan hubungan
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarga nya setelah menjalani operasi? apakah ada perubahan peran? Klien merasa malu dengan kondisi nya saat ini.
• Pola reproduksi- seksual
Kaji bagaimana aktivitas seksual klien dengan pasangannya? Apakah ada perubahan? Biasanya pada pasien DM mengalami gangguan seksulitas, seperti impotensi
• Pola pertahanan diri dan toleransi stres
Klien merasa stres karena belum siap menerima kenyataan kehilangan satu kakinya. Klien terus bertanya apakah nanti klien akan dihindari oleh orang lain? Klien terlihat stres.
• Pola keyakinan dan nilai
Kaji bagaimana ibadah klien pasca operasi, apakah klien masih menjalani ibadahnya seperti biasa?
Diagnosa keperawatan
NANDA | NOC | NIC |
1. resiko infeksi hal 307 (ulkus diabetikus) domain 11: keselamatan / perlindungan kelas 1: infeksi definisi: meningkatnya risiko karena diserang oleh organisme patogen faktor risiko § penyakit kronis § kekebalan yang diperoleh tidak memadai § ketidakadekuatan pertahanan primer (cth: kulit yang rusak, trauma jaringan, penurunan gerak silia, cairan tubuh yang stasis, perubahan sekresi pH, perubahan gerak peristaltic) § ketidakadekuatan pertahanan sekunder (cth: penurunan Hb, leucopenia, penekanan respon inflamatori) § peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen § prosedur invasive § ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan pathogen § agen farmasetik (cth: imunosupresi) § trauma § kerusakan jaringan | Hasil yang disarankan: · Integritas diameter jalan masuk. · Konsekuensi keadaan yang tak bergerak : Fisiologi · Pengetahuan : Kontrol infeksi · Status nutrisi · Kontrol resiko · Integritas jaringan : Kulit dan selaput lendir · Kebiasaan pengobatan : Sakit atau luka · Penyembuhan luka: Tujuan utama · Penyembuhan luka: Tujuan kedua | 1. Kontrol infeksi Definisi :Meminimalkan pendapatan dan transmisi dari infeksi. Tindakan : · Alokasikan dengan tepat kekakuan pasien dengan indikasi pedoman CDC. · Bersihkan lingkungan sekitar setelah digunakan pasien. · Ganti peralatan pengobatan pasien setiap protocol/ pemeriksaan. · Batasi jumlah pengunjung/pembezuk. · Ajarkan pengunjung untuk mencuci tangan saat masuk dan meninggalkan kamar pasien. · Gunakan sarung tangan sebagai pengaman yang umum. · Gunakan sarung tangan yang bersih. · Gosok kulit pasien dengan alat anti bakteri dengan tepat. · Bersihkan dan siapkan tempat sebagai persiapan untuk prosedur infasi/pembedahan. · Jaga lingkungan agar tetap steril selama insersi di tempat tidur. · jaga kerahasiaan klien ketika melakukan pemeriksaan invasif · Ganti peripheral IV dan balutan berdasarkan petunjuk CDC. · Pastikan keadaan steril saat menangani IV. · Pastikan teknik perawatan luka yang tepat. · Tingkatkan pemasukkan nutrisi yang tepat. · Tingkatkan pemasukan cairan yang tepat. · Banyak istirahat. · Lakukan terapi antibiotic yang tepat. · Ajarkan pasien untuk memakan antibiotic sesuai resep. · Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya pada tim kesehatan. 2. Perlindungan terhadap infeksi Definisi: Pencegahan dan pendeteksian dini pada pasien yang beresiko infeksi. Tindakan : · Memeriksa sistem dan tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi. · Mengontrol mudahnya terserang infeksi. · Mengontrol jumlah granulosit, WBC, dan hasil yang berbeda. · Mengikuti pencegahan dengan neutropenic. · Membatasi jumlah pengunjung/pembezuk. · Membersihkan pengunjung dari penyakit yang dapat menular. · Menjaga kebersihan pasien yang beresiko. · Melakukan teknik isolasi. · Memberikan perawatan kulit yang tepat pada daerah edema. · Melihat kondisi kulit dan membrane mukosa yang memerah, hangat dan mengelupas. · Melihat kondisi luka bedah. · Mendapatkan pemeliharaan sesuai kebutuhan. · Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang cukup. · Mendorong pemasukan cairan. · Meningkatkan istirahat. · Mendorong pernafasan dalam saat batuk. · Menginstruksikan pasien menggunakan antibiotic sesuai resep. |
2. Intoleransi aktivitas Domain 4: Aktivitas/istirahat Kelas 4: respon kardiovaskuler/ respon pulmonary Defenisi: energi fisiologis atau psikologis cukup untuk bertahan atau menyelesaikan kegiatan sehari-hari yang diperlukan atau yang diinginkan. Batasan karakteristik · Respon abnormal tekanan darah terhadap aktivitas · Respon abnormal laju jantung terhadap aktivitas · Aritmia · Ketidaknyamanan · Laporan verbal terhadap kelelahan · Laporan verbal terhadap weakness | Outcome yang disarankan · Toleransi aktivitas · Daya tahan · Konservari energy · Perawatan diri: Aktivitas sehari-hari · Perawatan diri: peralatan dalam aktivitas sehari-hari | 1. Terapi aktivitas Ø Kolaborasi dengan ahli terapi dalam rencana dan memonitor aktivitas, sesuai kebutuhan. Ø Menentukan komitmen pasien untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas Ø Membentu untuk mengeksplorasi makna pribadi kegiatan yang dilakukan atau kegiatan yang favorit Ø Membantu memilih aktivitas yang konsisten dengan fisik, psikologis, dan kebutuhan. Ø Membantu pasien untuk focus terhadap apa yang dilakukan Ø Membantu pasien untuk mengidentifikasi preferensi untuk aktifitas Ø Membantu pasien untuk mengidentifikasi meaningfull/kegunaan/arti aktivitas Ø Intruksikan pasien/keluarga tentang bagaimana melakukan aktivitas Ø Membantu pasien untuk beradaptasi dengan lingkungan 2. Manajemen energi Ø Menentukan batas kemampuan pasien Ø Menentukan tingkat persepsi pasien terhadap kelelahan Ø Menentukan penyebab kelelahan Ø Memonitor intake nutrisi yang adekuat Ø Memonitor kepatenan tidur pasien Ø Monitor lokasi ketidaknyamanan dan nyeri yang terjadi saat bergerak Ø Berikan lingkungan yang relaks Ø Atur waktu/periode tidur dan istirahat Ø Rencanakan periode aktivitas untuk pasien |
3. Gangguan citra diri Domain 6:Persepsi/kognitif Kelas 3:Citra tubuh Definisi: Kebingungan dalam gambaran mental dari seseorang fisik diri. Batasan karakteristik: · Ketidaktauan tentang salah satu bagian tubuh · Kebiasaan menghindari bagian tubuh · Kebiasaan memantau bagian tubuh · Respon nonverbal terhadap perubahan tubuh yang actual(contoh:bentuk,strukture dan fungsi) · Respon nonverbal terhadap penerimaan perubahan tubuh(contoh bentuk,struktur dan fungsi) · Menyembunyikan bagian tubuh tanpa disengaja · Terlalu mengekspos bagian tubuh tanpa disengaja · Tidak menyentuh bagian tubuh · Tidak melihat bagian tubuh · Menyembunyikan bagian tubuh Faktor yang berhubungan: · Surgery | Outcome yang disarankan: 1. Adaptasi terhadap kemampuan fisik. 2. Penghargaan diri | Ø Peningkatan Citra Diri Definisi: Meningkatkan persepsi pasien sadar dan tidak sadar dan sikap terhadap badannya. Aktivitas: 1. Tentukan harapan gambaran diri pasien berdasarkan tahap perkembangan 2. Gunakan bimbingan antisipasi untuk mempersiapkan pasien terhadap perubahan tubuh yang dapa diprediksi 3. Pantau apakah pasien bisa melihat perubahan bagian tubuh 4. Monitor frekuensi stattment diri yang kritis 5. Identifikasi budaya pasien,agama,jenis kelamin dan umur. |
4. Nyeri akut domain 12: kenyamanan kelas 1: kenyamanan fisik defenisi: sensori dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan potensial atau actual/ gambaran pada bagian yang rusak tersebut. Tiba-tiba/ memperlambat intensitas dari ringan sampai berat dengan akhir diantisipasi/diprediksi berdurasi < 6 bulan. batasan karakteristik · Perubahan nafsu makan · Perubahan tekanan darah · Perubahan curah jantung · Perubahan laju pernafasan · Laporan verbal terhadap nyeri · Prilaku ekspresif, seperti gelisah, merintih, meringis, kewaspadaan, lekas marah, mendesah · Menjaga prilaku | Outcome yang disarankan 1. Kontrol nyeri Indicator : · Mengakui faktor kausal · Mengakui onset nyeri · Menggunakan langkah-langkah pencegahan · Menggunakan langkah-langkah bantuan non-analgesik · Menggunakan analgesik yang tepat 2. Tingkat ketidaknyamanan | Manajemen Nyeri · melakukan tidakan yang komprehensif mulai dari lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frequensi, kualitas, intensitas, atau keratnya nyeri dan factor yang berhubungan. · observasi isyarat ketidak nyamanan khususnya pada ketidak mamapuan mengkomunikasikan secara efektif. · memberi perhatian perawatan analgesic pada pasien. · menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk menyampaikan rasa sakit dan menyampaikan penerimaan dari respon pasien terhadap nyeri. · mengeksplorasi pengetahuan pasien dan keyakinan tentang rasa sakit. · mempertimbangkan pengaruh budaya pada respon nyeri. · menentukan dampak dari pengalaman rasa sakit dari pengalaman nyeri pada kualitas hidup (tidur, nafsu makan, aktivitas, kognisi, mood, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung jawab peran). · memberi tahu pasien tentang hal-hal yang dapat memperburuk nyeri · kaji pengalaman nyeri klien dan keluarga, baik nyeri kronik atau yang menyebabkan ketidaknyamanan. · ajarkan prinsip manajemen nyeri · ajarkan tentang metode farmakologis mengenai gambaran nyeri · ajarkan penggunaan teknik non farmakologi, seperti relaksasi, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, sebelum,sesudah,dan jika memungkinkan selama nyeri berlangsung,sebelum nyeri itu terjadi atau meningkat dan lama dengan gambaran nyeri lainnya. Bantuan Kontrol analgesik pada pasien 1. Berkolaborasi dengan dokter,pasien dan anggota keluarga untuk memilih tipe obat bius yang digunakan. 2. ajarkan pasien dan keluarga untuk memonitor intensitas,kualitas,dan durasi nyeri. 3. Pastikan pasien tidak alergi terhadap analgesic yang diberikan. 4. Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana menggunakan perangkat PCA 5. bantu pasien dan keluarga untuk menghitung konsentrasi obat yang tepat untuk cairan, mengingat jumlah cairan yang dikirimkan per jam melalui perangkat PCA. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!