Senin, 07 Mei 2012

Dampak Psikososial Bencana Pada Anak-anak, Remaja, Wanita, dan Lansia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang besar. Banyak korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja, ternak, dan peralatan menjadi  rusak atau hancur. Korban juga mengalami dampak psikologis akibat bencana, misalnya - ketakutan, kecemasan akut, perasaan mati rasa secara emosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang, dampak ini memudar dengan berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang lain, bencana memberikan dampak psikologis  jangka panjang, baik yang terlihat jelas misalnya depresi , psikosomatis  (keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah psikis) ataupun yang tidak langsung  : konflik, hingga perceraian.
Beberapa gejala gangguan psikologis merupakan respons langsung terhadap kejadian traumatik dari bencana. Namun gejala-gejala yang lain  juga akan  menyusul, ini adalah dampak tidak langsung dan bersifat jangka panjang yang dapat mengancam berbagai golongan terutama kelompok yang rentan yaitu anak-anak, remaja, wanita dan lansia.
Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang dengan baik, banyak korban bencana akan mengalami depresi parah, gangguan kecemasan, gangguan stress pasca-trauma, dan gangguan emosi lainnya. Bahkan lebih dari dampak fisik dari  bencana, dampak psikologis dapat menyebabkan penderitaan lebih panjang, mereka akan kehilangan semangat hidup, kemampuan social dan merusak nilai-nilai luhur yang mereka miliki.

1.2  Tujuan
a.       Untuk mengetahui dampak psikososial bencana pada anak dan remaja
b.      Untuk mengetahui dampak psikososial bencana pada wanita
c.       Untuk mengetahui dampak psikososial bencana pada lansia
d.      Untuk mengetahui peran perawat dalam mengatasi dampak psikososial pada anak, remaja, wanita, dan lansia



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Dampak Psikososial Dalam Bencana
a.      Dampak psikologis pada individu
Dalam bencana tidak ada patokan yang kaku tentang tahapan dalam merespon bencana, ada banyak variasi pada setiap tahap dan tahap tumpang tindih.  Oleh karena itu munculnya gejala gangguan psikologis dapat bervariasi, tergantung banyak factor, namun bisa mencapai 90% atau bahkan lebih korban akan menunjukkan setidaknya beberapa gejala psikologis yang negatif setelah beberapa jam paska bencana . Jika tidak diatasi dan diselesaikan dengan tepat dan cepat, reaksi tersebut dapat menjadi gangguan psikologis yang serius.
1.      Tahap Tanggap Darurat
Tahap ini adalah  masa beberapa jam atau hari  setelah bencana. Pada tahap ini kegiatan bantuan sebagian besar difokuskan pada menyelamatkan penyintas dan berusaha untuk menstabilkan situasi. Penyintas harus ditempatkan pada lokasi yang aman dan terlindung, pakaian yang pantas, bantuan dan perhatian medis, serta  makanan dan air yang cukup.
Gejala-gejala dibawah ini dapat muncul pada tahap tanggap darurat:
·        Kecemasan berlebihan
Korban menunjukkan tanda-tanda  kecemasan, mudah terkejut bahkan oleh hal-hal yang sederhana, tidakmampu untuk bersantai, atau tidak mampu untuk membuat keputusan.
·        Rasa bersalah
korban  yang selamat, namun anggota keluarganya meninggal, seringkali kemudian menyalahkan diri sendiri. Mereka  merasa malu karena telah selamat, ketika orang yang dikasihinya meninggal.
·        Ketidaksatbilan emosi dan pikiran
Beberapa korban mungkin menunjukkan kemarahan tiba-tiba dan bertindak agresif atau sebaliknya, mereka menjadi apatis dan tidak peduli, seakan kekurangan energi. Mereka menjadi mudah lupa ataupun mudah menangis.
·        Kadang-kadang, korban muncul dalam keadaan kebingungan, histeris ataupun gejala psikotik seperti delusi, halusinasi, bicara tidak teratur, dan terlalu perilaku tidak teratur juga dapat muncul.
2.      Tahap Pemulihan
Setelah situasi telah stabil, perhatian beralih ke solusi jangka panjang. Disisi lain, euforia bantuan mulai menurun, sebagian sukarelawan sudah tidak datang lagi dan bantuan dari luar secara bertahap berkurang. Para korban mulai menghadapi realitas. Pada tahap ini berbagai gejala pasca-trauma muncul, misalnya "Pasca Trauma Stress Disorder," "Disorder Kecemasan Generalized," "Abnormal Dukacita, " dan " Post Traumatic Depresi ".
Akut  Stress Paska Trauma
Gejala-gejala dibawah ini adalah normal, sebagai reaksi atas kejadian yang tidak normal (traumatik). Biasanya gejala-gejala diawah ini akan menghilang seiring dengan berjalannya waktu.  
·        Emosi
Mudah menangis ataupun kebalikkannya yakni mudah marah, emosinya labil, mati rasa dan kehilangan minat untuk melakukan aktivitas, gelisah, perasaan ketidakefektifan, malu dan putus asa.
·        Pikiran
Mimpi buruk, mengalami halusinasi ataupun disasosiasi, mudah curiga (pada penyintas kasus bencana karena manusia), sulit konsentrasi, menghindari pikiran tentang bencana dan menghindari tempat, gambar, suara mengingatkan penyintas bencana; menghindari pembicaraan tentang hal itu
·        Tubuh
Sakit kepala, perubahan siklus mensruasi, sakit punggung, sariawan atau sakit magh yang terus menerus sakit kepala, berkeringat dan menggigil, tremor, kelelahan, rambut rontok, perubahan pada siklus haid, hilangnya gairah seksual, perubahan pendengaran atau penglihatan, nyeri otot
·        Perilaku
Menarik diri, sulit tidur,  putus asa, ketergantungan, perilaku lekat yang berlebihan atau penarikan social,  sikap permusuhan, kemarahan,  merusak diri sendiri,  perilaku impulsif  dan  mencoba bunuh diri

Post Trauma Stress Disorder (PTSD)
Meliputi: Jika setelah lebih dari dua bulan gejala gejala di atas (ASPT) masih ada maka, maka dapat diduga        mengalami PTSD, jika memunjukkan gejala ini selepas 2 bulan dari kejadian bencana:
·        Reecperience atau mengalami kembali
Korban akan mengalami kembali peristiwa traumatic yang mengganggu; misalnya melalui mimpi buruk  setiap tidur,  merasa mendengar, melihat kembali kejadian yang berhubungan dengan bencana, dalam pikirannya kejadian bencana terus menerus sangat hidup, apapun yang dilakukan tidak mampu mengalihkan pikirannya dari bencana.   Pada anak-anak korhan konflik senjata, mereka  bermain perang-perangan berulang-ulang.  
·        Avoidance atau menghindar
Hal-hal yang berkaitan dengan ingatan akan bencana, misalnya menghindari pikiran atau perasaan atau percakapan tentang bencana; menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang mengingatkan korban dari trauma, ketidakmampuan untuk mengingat bagian penting dari bencana, termenung terus dengan tatapan dan pikiran  yang kosong
·        Hyperarusal atau rangsangan yang berlebihan
Misalnya kesulitan tidur; sangat mudah marah atau kesulitan berkonsentrasi; jantung mudah berdebar-debar, keringat  dingin, panik dan nafas terengah-engah saat teringat kejadian, kesulitan konsentrasi dan mudah terkejut.

Generalized Anxiety Disorder
Meliputi: Kecemasan yang berlebihan dan khawatir tentang berbagai peristiwa ataupun kegiatan (tidak terbatas bencana). Cemas berlebihan saat air tidak mengalir, seseorang tidak muncul tepat waktu

Dukacita Eksrim
Biasanya, setelah kematian orang yang dicintai. Seringkali respon pertama adalah penyangkalan. Kemudian, mati rasa dan kadang kemarahan.

Post Trauma Depresi
Depresi berkepanjangan adalah salah satu temuan yang paling umum dalam penelitan terhadap penyintas  trauma. Gangguan ini sering terjadi dalam kombinasi dengan Post Traumatic Stress Disorder. Gejala umum depresi termasuk kesedihan, gerakan yang lambat, insomnia (ataupun kebalikannya hipersomnia), kelelahan atau kehilangan energi, nafsu makan berkurang (atau berlebihan nafsu makan), kesulitan dengan konsentrasi, apatis dan perasaan tak berdaya, anhedonia (tidak menunjukkan minat atau kesenangan dalam aktivitas hidup), penarikan sosial, pikiran negatif, perasaan putus asa, ditinggalkan, dan mengubah hidup tidak dapat dibatalkan,  dan lekas marah.

3.      Tahap Rekonstruksi.
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola kehidupan yang stabil mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun banyak korban mungkin telah sembuh, namun  beberapa yang tidak mendapatkan pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian  yang serius dan dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri  dapat meningkat, kelelahan kronis,  ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir dengan logis. Mereka menjadi pendendam dan mudah menyerang orang lain termasuk orang-orang yang ia sayangi.  Gangguan ini pada akhirnya merusak hubungan korban dengan keluarga dan komunitasnya.

 

b.      Dampak Bencana Pada Komunitas
Bencana tidak hanya berdampak pada pribadi tapi juga pada komunitas. Paska  bencana dapat saja tercipta masyarakat yang mudah meminta (padahal sebelumnya adalah pekerja yang tangguh), masyarakat yang saling curiga (padahal sebelumnya saling peduli), masyarakat yang mudah melakukan kekerasan (padahal sebelumnya cinta damai). Bencana yang tidak ditangani dengan baik akan mampu merusak nilai-nilai luhur yang sudah dimiliki masyarakat.
Saat korban dipaksa untuk meninggalkan tanah mereka dan bermigrasi di tempat lain, tanpa pelatihan dan bekal yang memadai, tidak hanya kehidupan mereka yang terancam, namun juga identitas dirinya. Mereka dipaksa menjadi peladang padahal sepanjang hidupnya adalah nelayan, ataupun sebaliknya. Sebagai akibat jangka panjangnya, konflik perkawinan meningkat, kenaikan tingkat perceraian pada tahun-tahun setelah bencana dapat terjadi dan juga meningkatnya kekerasan intra-keluarga (kekerasan pada anak dan pasangan).
Pemberian bantuan yang tidak terpola pada akhirnya merusak etos kerja mereka dan terjadi ketergantungan pada pemberi bantuan. Bencana fisik bisa menghancurkan lembaga masyarakat, seperti sekolah dan komunitas agama, atau dapat mengganggu fungsi mereka karena efek langsung dari bencana pada orang yang bertanggung jawab atas lembaga-lembaga, seperti guru atau imam.  Saat guru, tokoh adat atau tokoh agama menjadi korban dari bencana dan tidak dapat mejalankan fungsinya, maka sarana dukungan sosial dalam komunitas menjadi terganggung.

2.2  Dampak Psikososial Bencana Pada Anak-anak dan Remaja
Untuk anak- anak bencana bisa sangat menakutkan, fisik mereka yang tidak sekuat orang dewasa membuat mereka lebih rentan tehadap ancaman bencana. Rasa aman utama anak-anak adalah orang dewasa disekitar mereka (orang tua dan guru) serta keteraturan jadwal. Oleh karena itu anak-anak juga sangat terpengaruh oleh reaksi orang tua mereka dan orang dewasa lainya . Jika orangtua dan guru mereka bereaksi dengan panik, anak akan semakin ketakutan.  Saat mereka tinggal di pengungsian dan kehilangan ketaraturan hidupnya.  Tidak ada jadwal yang teratur untuk kegiatan belajar, dan bermain, membuat anak kehilangan kendali atas hidupnya.
Kerentanan Psikologis Pada Anak Pra sekolah
Tanda-tanda anak pra sekolah (1-4 tahun) mengalami gangguan psikis adalalah adanya perilaku ngompol, gigit jempol, mimpi buruk, kelekatan, mudah marah, temper tantrum, perilaku agresive hiperaktif, ”baby talk” muncul kembali ataupun semakin meningkat intensitasnya (Norris et al. 2002).
Kerentanan psikologis Anak Usia Sekolah (5-12)
Anak usia ini menunjukkan adanya reaksi ketakutan dan kecemasan, keluhan somatis, gangguan tidur, masalah dengan prestasi sekolah, menarik diri dari pertemanan, apatis, enggan bermain, PTSD, dan sering bertengkar dengan saudara (Mandalakas, Torjesen, and Olness 1999).
Kerentanan Psikologis Anak Usia 13 – 18 tahun
Pada remaja, kejadian traumatis akan menyebabkan berkurangnya ketertarikan dalam aktifitas sosial dan sekolah, anak menjadi pemberontak, gangguan makan, gangguan tidur, kurang konsentrasi, dan mengalami PTSD dan dalam resiko yang besar terkena penyalahgunaan alkohol ataupun prostitusi.




2.3  Dampak Psikologis Bencana Pada Wanita
Kondisi psikososial didaerah bencana khususnya bagi kaum perempuan mengakibatkan berbagai goncangan psikologis seperti hilangnya rasa percaya diri, muncul kekhawatir bahkan memunculkan gejala phobia yaitu perasaan takut yang berlebihan. Individu dan komunitas mengalami trauma dan tekanan hidup bertubi-tubi dan berkelanjutan.
Situasi demikian dapat menurunkan motivasi untuk mempertahankan hidup selanjutnya. Selain implikasi psikososial yang pada umumnya muncul dikalangan perempuan, biasanya mereka mengalami pengalaman traumatis dimana daya penyesuaian satu individu dengan individu lainnya akan mengalami kendala. Hal tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:
a.       Gambaran umum tentang dirinya,
b.      Dukungan sosial yang diterimanya,
c.       Kapasitas berpikir dan penyesuaian diri,
d.      Tingkat keparahan,
e.       Pengalaman traumatik
Selain itu korban bencana akan mengalami perubahan dalam kepribadian yang berpengaruh pada tingkat fungsi dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya dan bahkan mereka tidak mampu menata kembali hidup mereka. Sebagian besar dari korban bencana mengalami gejala temporer. Gejala yang paling popular adalah stres dan stres paska trauma yang seringkali menghinggapi korban-korban bencana. Stres terjadi karena adanya situasi eksternal atau internal yang memunculkan tekanan atau gangguan pada keseimbangan hidup individu.
Kaum perempuan di daerah bencana karena hidup dengan kondisi yang lebih lebih buruk dari sebelumnya maka memunculkan perasaan gelisah, sedih, tak berdaya dan bingung. Harapan hidupnya seolah-olah hilang. Depresi akan mucul akibat ketidakmampuan melakukan perubahan. Individu dan komunitas mengalami situsi belajar dari pengalaman dan situasi hidup bahwa mereka tidak mampu mengatasinya. Trauma yang muncul ini bersifat kolektif dan memberikan dampak psikososial.
Beberapa gejala yang pada umumnya muncul akibat bencana adalah sebagai berikut:
1.      Ingatan yang senantiasai mencengkeram berbagai bayangan tentang trauma
2.      Perasaan seolah-olah trauma muncul kembali
3.      Mimpi buruk
4.      Gangguan tidur
5.      Gangguan makan (muntah/mual)
6.      Gangguan saat mengingat traumna
7.      Ketakutan
8.      Kewaspadaan yang berlebih
9.      Kesulitan mengendalikan emosi
10.  Kesulitan berkonsentrasi

2.4  Dampak Psikologis Bencana Pada Lansia
Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. Kemampuan adaptasi yang dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang, sehingga sangat rentan terhadap perubahan. Selain itu kaum lanjut usia ini juga telah kehilangan peran, sehingga merasa dirinya tidak berarti dan tidak dibutuhkan lagi oleh keluarganya. Mereka juga rentan terhadap kemungkinan diabaikan oleh keluarga.

2.5  Peran Perawat dan Aktivitas Psikososial Dalam Menanggulangi Dampak Psikososial

a.      Aktivitas Psikososial Berdasarkan Tahap Bencana

Tahap Tanggap Darurat : Pasca dampak-langsung
·         Menyediakan pelayanan intervensi krisis untuk pekerja bantuan, misalnya defusing dan debriefing untuk mencegah secondary trauma
·         Memberikan pertolongan emosional pertama (emotional first aid), misalnya berbagai macam teknik relaksasi dan terapi praktis
·         Berusahalah untuk menyatukan kembali keluarga dan masyarakat.
·         Menghidupkan kembali aktivitas rutin bagi anak
·         Menyediakan informasi, kenyamanan, dan bantuan praktis.

Tahap Pemulihan: Bulan pertama
·         Lanjutkan tahap tanggap darurat
·         Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubungan dengan efek trauma
·         Melatih  konselor bencana tambahan
·         Memberikan bantuan praktis jangka pendek dan dukungan kepada penyintas
·         Menghidupkan kembali aktivitas sosial dan ritual masyarakat

Tahap Pemulihan akhir: Bulan kedua
·         Lanjutkan tugas tanggap bencana.
·         Memberikan pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang reseliensi atau ketangguhan.
·         Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka yang masih membutuhkan pertolongan psikologis.
·         Menyediakan "debriefing" dan layanan lainnya untuk penyintas bencana yang membutuhkan.
·         Mengembangkan layanan berbasis sekolah dan layanan komunitas lainnya  berbasis lembaga.

      Fase Rekonstruksi
·         Melanjutkan  memberikan layanan  psikologis dan pembekalan bagi pekerja kemanusiaan dan penyintas bencana.
·         Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana lagi.
·         Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana penyintas bisa menghubungi konselor jika mereka membutuhkannya.
·         Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang pendampingan psikososial agar mereka mampu mandiri.

b.      Aktivitas Psikososial Berdasarkan Kelompok Usia

Anak-anak
Dukungan psikososial dapat diberikan dalam berbagai bentuk kegiatan dan program, namun perlu diingat bahwa segala bentuk interaksi dengan anak berpotensi untuk memulihkan anak secara psikologis. Hal ini penting untuk difahami oleh semua pekerja kemanusiaan yang terlibat dalam respons bencana, baik yang bekerja langsung dengan anak maupun tidak. Dukungan ini tidak hanya berarti bekerja dengan anak, tetapi juga dengan orang tua, warga sekitar dan organisasi lain untuk membantu anak memperoleh akses dan pelayanan dasar yang perlu mereka dapatkan. (Unicef Indonesia – Perlindungan Anak dalam Keadaan Darurat).
Hal utama yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang saat bersama dengan anak-anak, karena reaksi orang dewasa akan mempengaruhi reaksi anak. Mulailah membuat kegiatan yang teratur dan rutin bagi anak. Kegiatan yang teratur adalah salah satu kebutuhan psikososial utama bagi anak-anak.  Anak-anak akan merasa aman jika segera melakukan aktivitas yang sama/mirip dengn aktivitas rutin yang dilakukan sebelum bencana. Oleh karena itu penting sekali, untuk segera menyelenggarakan sekolah darurat, mencari tempat yang aman bagi anak-anak untuk bermain di sore hari, mengajak anak untuk mengaji di sore hari (atau bible study untuk anak-anak Nasrani).
Hal utama yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang saat bersama dengan anak-anak, karena reaksi orang dewasa akan mempengaruhi reaksi anak. Mulailah membuat kegiatan yang teratur dan rutin bagi anak. Kegiatan yang teratur adalah salah satu kebutuhan psikososial utama bagi anak-anak.  Anak-anak akan merasa aman jika segera melakukan aktivitas yang sama/mirip dengn aktivitas rutin yang dilakukan sebelum bencana. Oleh karena itu penting sekali, untuk segera menyelenggarakan sekolah darurat, mencari tempat yang aman bagi anak-anak untuk bermain di sore hari, mengajak anak untuk mengaji di sore hari (atau bible study untuk anak-anak Nasrani).
Dukungan psikososial diberikan dalam beberapa bentuk, seperti Mengajak anak-anak melakukan kegiatan-kegiatan atraktif, bermain, bernyanyi dan perlombaan-perlombaan sederhana untuk memotivasi semangat dan menyalurkan emosi anak. Pemulihan aktifitas pendidikan melalui pembelajaran transisi di tenda atau sekolah darurat. Dapat didukung dengan kegiatan menggambar, menulis cerpen tentang pengalaman sehari-hari atau pengalaman saat peristiwa bencana terjadi atau impian masa depan. Menggali potensi, bakat dan minat anak dibidang seni, olah raga dan permainan-mainan tradisional lokal.  Juga konseling personal untuk kelompok anak yang mengalami stress akut (teridentifikasi mengalami trauma).

Remaja
1.      Mengajaknya Sholat dan Zikir untuk relaksasi
2.      Melakukan aktifitas sosial
3.      Melakukan aktifitas olahraga
4.      Melakukan aktifitas kesenian seperti menari, menyanyi, main musik, drama, melukis, dan lain-lain
5.      Menulis
6.      Menonton film

Orang Dewasa
1.      Ajak untuk perbanyak melakukan kegiatan agama
2.      Temani mereka
3.      Ajak bicara tentang apa saja sehingga ia tidak merasa sendiri
4.      Menjadi pendengar yang baik terutama saat ia menceritakan perasaannya tentang bencana yang menimpa
5.      Dorong korban untuk banyak beristirahat dan makan yang cukup
6.      Ajak korban melakukan aktifitas yang positif
7.      Ajak korban untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari
8.      Ajak bercanda dengan menggunakan humor ringan
9.      Ajak berbincang-bincang tentang kondisi saat ini diluar
10.  Membantu menemukan sanak saudara yang masih terpisah
11.  Memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga menimbulkan harapan

Wanita 
Dalam memulihkan diri sendiri :
1.      Mengungkap masalah yang dirasakan kepada orang yang dipercayai
2.      Merawat dan menjaga kesehatan diri, baik fisik maupun psikis
3.      Melakukan aktivitas-aktivitas yang disukai yang dapat mengalihkan dari pikiranpikiran akan kejadian, baik dilakukan sendiri maupun secara berkelompok
4.      Belajar Ketrampilan Baru
5.      Mencoba iklas dan mendekatkan diri kepada-Nya
Membantu keluarganya dalam memulihkan kondisi pasca bencana
1.      Memberikan pengetahuan dan informasi mengenai bencana (gempa, banjir, tsunami, longsor dll) kepada anak dan keluarga
2.      Saling mendukung dan memperhatikan sesama anggota keluarga, serta memberikan perhatian lebih kepada anggota keluarga yang masih memiliki masalah akibat bencana dan peristiwa sulit
3.      Memberikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan baik di sekolah maupun di luar sekolah
4.      Apabila dia berperan sebagai orang tua tunggal, maka dia bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga sesuai dengan kemampuan/ketrampilan yang dimiliki.
Memulihkan sesama perempuan dalam komunitas:
1.      Saling memberikan perhatian kepada sesama perempuan korban bencana yang tinggal di sekitarnya.
2.      Saling bercerita dan berbagi perasaan antar sesama perempuan di komunitas
3.      Saling memberi informasi kepada sesama perempuan baik dalam hal mengembangkan usaha (industri kecil) bersama-sama dan dapat berupa informasi lainnya.
4.      Mengajak rekan perempuan dalam komunitas agar lebih percaya diri, dan aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok
5.      Bersama-sama ikut memberikan pendapat dalam rapat atau pertemuan penyelesaian masalah karena suara perempuan juga penting.

Lansia
1.      Berikan keyakinan yang positif
2.      Dampingi pemulihan fisiknya dengan melakukan kunjungan berkala
3.      Berikan perhatian yang khusus untuk mendapatkan kenyamanan pada lokasi penampungan
4.      Bantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun lingkungan sosial lainnya
5.      Dampingi untuk menapatkan pengobatan dan bantuan keuangan


BAB III
PENUTUP

Selain dampak fisik, bencana juga berdampak pada psikososial. Munculnya gejala gangguan psikologis dapat bervariasi, tergantung banyak factor. Jika tidak diatasi dan diselesaikan dengan tepat dan cepat, reaksi tersebut dapat menjadi gangguan psikologis yang serius.
Bencana tidak hanya berdampak pada pribadi tapi juga pada komunitas. Paska  bencana dapat saja tercipta masyarakat yang mudah meminta (padahal sebelumnya adalah pekerja yang tangguh), masyarakat yang saling curiga (padahal sebelumnya saling peduli), masyarakat yang mudah melakukan kekerasan (padahal sebelumnya cinta damai).
Kelompok yang beresiko terkena gangguan psikosial adalah anak-anak, remaja, wanita dan lansia. Untuk anak- anak bencana bisa sangat menakutkan, fisik mereka yang tidak sekuat orang dewasa membuat mereka lebih rentan tehadap ancaman bencana. Pada remaja, kejadian traumatis akan menyebabkan berkurangnya ketertarikan dalam aktifitas sosial dan sekolah, anak menjadi pemberontak, gangguan makan, gangguan tidur, kurang konsentrasi, dan mengalami PTSD dan dalam resiko yang besar terkena penyalahgunaan alkohol ataupun prostitusi. Kondisi psikososial didaerah bencana khususnya bagi kaum perempuan mengakibatkan berbagai goncangan psikologis seperti hilangnya rasa percaya diri, muncul kekhawatir bahkan memunculkan gejala phobia yaitu perasaan takut yang berlebihan. Sedanglan para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. Kemampuan adaptasi yang dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang, sehingga sangat rentan terhadap perubahan.
Untuk mengatasi masalah diatas, dilakukan berbagai inervensi. Salah satu pendekatan yang dilakukan dalam menangani korban-korban bencana khususnya permasalahan psikologis dalam lingkungan masyarakat adalah metode intervensi psikososial. Intervensi psikologis merupakan kegiatan untuk mencari jawaban tentang kebutuhan psikologis dan sosial secara kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Adeney, Farsijana. (2007). Perempuan dan Bencana. Yogyakara : Selendang Ungu Press

Kharismawan, Kuriake. Panduan Program Psikososial Paska Bencana. Diakses tanggal 30 April 2012 dari http://www.sintak.unika.ac.id/

Lubis, Misran. (2010). Perlindungan Anak Dalam Situasi Bencana. Diakses tanggal 30 April 2012 dari http://www.ccde.or.id

Martam, Irma S. (2010). Pemulihan Psikososial Berbasis Komunitas. Diakses tanggal 30 April 2012 dari http://www.pulih.or.id


1 komentar:

Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!